Wednesday, April 20, 2011

Perkembangan Harga Kopi dan Potensi Peningkatan Perluasan Pasar Ekspor Indonesia

Di bursa New York, harga kopi robusta untuk pengiriman Januari 2011 hingga pekan lalu ada di level US$ 1,910 per ton. Harga ini adalah harga tertinggi sejak 14 Oktober 2008. Pada tahun 2010 yang lalu Data ICE New York mencatat, total stok kopi dunia sebanyak 1,84 juta karung atau turun 40% ketimbang periode yang sama tahun lalu. catatan saja, satu karung kopi ini setara dengan 132 pound atau 60 kg. Pada kuartal itu harga kopi arabika di bursa ICE New York ada di level US$2.01 per pound untuk pengiriman Desember. Sementara kopi robusta untuk pengiriman Januari 2011 ada di level US$1.91 per pound. Harga tersebut adalah harga tertinggi sejak 14 Oktober 2008. Sampai saat inipun harga kopi masih terus memahit. Hal ini terjadi karena akibat banyak faktor, tidak hanya faktor cuaca buruk yang begitu membuat pusing banyak kalangan. Di Indonesia—yang merupakan produsen kopi terbesar nomor tiga dunia, curah hujan sangat tinggi sehingga menyulitkan petani kopi untuk memproduksi lebih banyak kopi. Tak berbeda nyata dengan Vietnam—sang raja kopi Asia, yang merupakan produsen kopi terbesar kedua setelah Brazil. Vietnam juga mengalami cuaca buruk, hanya saja di Vietnam terjadi kekeringan sehingga pasokan air sangat kurang. Dengan begitu harga kopi robusta makin pahit karena Vietnam adalah negara penghasil kopi robusta terbesar di dunia. Harga robusta di bursa London Liffe untuk pengiriman Mei 2011 berada di level US$ 2,615 per ton. Harga ini sudah naik 25% dari harga normal di kuartal IV 2010 dan kuartal I 2011 yang sebesar US$ 2,043 per ton.Pemasaran komoditas kopi Indonesia sampai saat ini masih mengarah ke pasar ekspor yang tersebar di berbagai kota besar di negara maju, karena konsumsi per kapita di dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan pertumbuhannya pun juga rendah, sementara di pusat-pusat konsumen di luar negeri pertumbuhan konsumsi.

Pada tahun 2010 diperkirakan produksi kopi dunia akan merosot sekitar 2,5 juta karung (60 kg) menjadi 125 juta karung dibanding tahun 2008/2009 yang mencapai 127,8 juta karung, hal tersebut disebabkan pohon tua yang kurang produktif dan siklus dua tahunan. Untuk jumlah total produksi kopi Brazil diperkirakan naik sedikit dari apa yang diprediksi oleh para analisis sebelumnya. Jumlah produksi kopi diperkirakan mencapai antara 41.3 juta bags sampai 44.2 juta bags, dimana sebelumnya untuk musim panen lalu pada antara bulan May 2007 sampai dengan bulan Oktober 2007 jumlahnya mencapai 33.7 juta bags. Produksi dunia tahun 2008/2009 (Oktober-September) mencapai 127,8 juta karung, tetapi pada tahun 2009/2010 diperkirakan akan turun menjadi sekitar 125 juta karung. Dengan kondisi demikian bahwa persaingan negara-negara penghasil kopi dunia semakin ketat dalam akses pasar bagi negara pengkonsumsi kopi. Jumlah produksi Kopi Arabika diperkirakan akan mencapai antara 31.5 juta bags sampai 33.7 juta bags, sedangkan untuk kopi robusta diperkirakan jumlah produksi akan mencapai antara 9.8 juta bags sampai 10.5 juta bags. Negara pengekspor kopi terbesar adalah Brasil disusul oleh Vietnam. Indonesia sendiri berada di urutan 3-4 dengan memiliki lima jenis kopi unggulan yaitu kopi Jawa, kopi Sumatra (Gayo, Mandheling, Lintong), kopi Toraja, kopi Flores, dan kopi Bali (Kintamani). Total produksi kopi Indonesia selama setahun, menurut data, hanya mencapai 700.000 ton, dengan kontribusi produksi kopi arabika sebesar 10%-15% setahun.

Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai lebih kurang 650.000 ton per tahun, dimana sektor perkebunan rakyat merupakan penghasil utama kopi Indonesia (96,2%), sisanya dari sektor perkebunan swasta lebih kurang sebesar 10.000 ton (1,5%) dan dari sektor perkebunan negara menyumbang rata-rata 15.000 ton (2,3%) per tahun.(Sumber data BPS, data media, data diolah F. Hero K. Purba)

Tuesday, April 12, 2011

Potensi Pasar Hongaria Bagi Indonesia dalam Peningkatan Peluang Pasar Ekspor

Menurut data Biro Pusat Statistik, di bidang perdagangan untuk tahun 2008 khususnya untuk mesin-mesin, ASEAN mengimpor 24,17 milyar Euro dan mengekspor 24 milyar euro. Namun, untuk hasil-hasil pertanian, pihak EU mengalami defisit. Untuk sektor jasa, pihak UE mencatat surplus yang di tahun 2005 sebesar 1,6 milyar euro menjadi 2,5 milyar euro pada tahun 2007. Ekspor Indonesia ke Hongaria periode bulan Januari s/d Mei 2010 tercatat sebesar USD 25,005,000, yaitu naik sebesar 35,71% dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan catatan nilai sebesar USD 18,425,00. Strategi ekonomi Hongaria memasuki Millenium ke-3 adalah dimulai dengan perubahan di bidang ekonomi.

Beberapa tahun lalu perekonomian Hongaria diancam krisis, namun sekarang ini keadaan perekonomiannya telah maju dengan menganut sistem Barat dan menerapkan ekonomi pasar. Negara Hongaria yang berpenduduk 10.37 juta jiwa ini ternyata memiliki daya tarik pasar yang cukup menjanjikan. Selama lima tahun terakhir ada kecenderungan peningkatan permintaan produk-produk manufaktur ringan Indonesia ke negara tersebut rata-rata 26,5% per tahun, seperti furnitur, tekstil dan garmen, plastik, alaskaki, kulit dan barang kulit, produk kimia, tinta, produk kayu, serta produk pertanian seperti teh, kopi, cokelat, tembakau dan rokok. Selain itu, negara di Eropa Tengah ini dikenal sebagai pengimpor utama produk kopi, teh, coklat, dan bumbu-bumbu untuk bahan baku bagi industri pengolahan makanan dan minumannya. Tidak kurang dari US$ 150 juta per tahun dipakai untuk membeli keperluan itu. Khusus untuk kopi, saat ini di Hongaria beredar sekitar 36 jenis biji kopi. Belakangan ini kopi robusta Indonesia semakin dikenal dan mendapat tempat di konsumen negeri ini, terutama disebabkan oleh kandungan kafeinnya yang cukup tinggi. Dalam suatu segment pasar ternetu untuk pasar Hongaria ini merupak suatu peluang niche market bagi beberapa negara. Potensial eskpor Indonesia seperti Kopi dan beberapa komoditas lainya secara strategis Hongaria memeliki potesni buyer dari berapa survey pasar untuk wilayah Eropa Timur dan Eropa Barat. (KBRI Budapest, Hongaria, berbagai Sumber terkait, NAFED, data diolah F. Hero K. Purba).

Friday, April 8, 2011

Perkembangan Produktivitas Komoditi Kapas dalam Era Pemasaran Global

Tingginya harga kapas ini dipicu oleh penurunan pasokan kapas dunia akibat beberapa negara penghasil kapas mengalami gagal panen. Hal ini terjadi karena curah hujan tahun 2010 cukup tinggi dan mengganggu produktivitas tanaman kapas. Salah satu produsen kapas terbesar yang mengalami penurunan produksi adalah Australia. Kapas merupakan adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis Gossypium (biasa disebut "pohon"/tanaman kapas), tumbuhan 'semak' yang berasal dari daerah tropika dan subtropika. Indonesia masih mengimpor 99% dari sekitar 500.000 ton kebutuhan serat kapas nasional per tahun. Kapas impor itu kebanyakan digunakan untuk industri tekstil, yang sebagian besar diekspor. Indonesia harus meningkatkan produksi kapas dalam negeri jika tidak ingin selamanya bergantung pada impor, yang akan berdampak pada industri tekstil. Luas lahan tanaman kapas di Indonesia sekitar 400.000 ha, namun yang sudah ditanami baru 20.000 ha, terluas berada di Sulsel sekitar 7.500 ha.

Harga kontrak kapas untuk pengiriman Mei turun oleh batas pertukaran sebesar 7 sen atau 3,3% di posisi US$2.0714 per pon pada 14:54 di bursa ICE Futures AS di New York. Sebelum hari ini, harga kapas reli dalam 7 hari berturut-turut, melonjak sebesar 21%. Periode kenaikan terpanjang sejak September 2009. Komoditas tersebut mencapai rekor US$2.197 kemarin. Komoditas tersebut mengalami duplikasi harga pada tahun lalu karena permintaan melonjak melampaui pasokan global. Indeks kekuatan relatif kapas untuk periode 14 hari berada di bawah level 70 pada 4 Maret dan 7 Maret menunjukkan sinyal kepada investor bahwa harga siap untuk jatuh.

Serat kapas menjadi bahan penting dalam industri tekstil. Serat itu dapat dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Untuk produk tekstil dari serat kapas biasa disebut sebagai katun (benang maupun kainnya). Pada Serat kapas merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10% dari berat kotor (bruto) produk hilang dalam pemrosesan. Apabila lemak, protein, malam (lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya adalah polimer selulosa murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya serap yang unik namun disukai orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun) bersifat menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas (menyerap keringat). Untuk kondisi di Indonesia teknik budidaya kapas sesuai kondisi spesifik agroekologi dan sosial ekonomi petani setempat, sehingga dapat diterima serta diterapkan oleh petani dalam menjalankan usaha taninya. Sampai sejauh mana tingkat kinerja penerapan teknologi sistem produksi kapas. (Berbagai sumber Media Terkait, data-data dikutip sebagai bahan studi dan diolah F. Hero K Purba)

Monday, April 4, 2011

Perkembangan Potensi Pangsa Ekspor Lada Indonesia

Pada Desember 2010, harga komposit lada hitam tercatat 4.572 dolar AS per metrik ton dan lada putih 7.025 dolar AS per metrik ton, lebih tinggi dari harga komposit pada 2009 yang berturut-turut 3.031 dolar AS per metrik ton dan 4.404 dolar As per metrik ton.
Untuk nilai ekspor lada hitam dan lada putih dalam tahun 2001 menunjukkan penurunan. Lada hitam, nilai ekspor tertinggi diperoleh tahun 2000 sebesar US $ 100,6 juta, dan tahun 2001 menurun menjadi US $ 39,9 juta. Sementara itu nilai ekspor lada putih pada tahun 1995 sebesar US $ 69,8 juta, dan angka ini meningkat menjadi US $ 140,7 juta pada tahun 1999. Setelah itu nilai ekspor ini menurun menjadi US $ 60,1 juta pada tahun 2001. Indonesia merupakan produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam dengan kontribusi 17 persen dari produksi lada dunia pada 2010.

Terintegrasinya dalam harga eksportir dan harga dunia mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar internasional. Hal ini member petunjuk bahwa pengembangan komoditas lada seyogyanya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar dunia. Lada merupakan penyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding negara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh.

Indonesia merupakan salahsatu negara penghasil utama lada, strateginya adalah mengembangkan lada yang sesuai, serta menerapkan eknologi rekomendasi dan efisiensi biayaproduksi. Daya saing lada Indonesia dipasar Internasional dapat ditingkatkanmelalui peningkatan produktivitas, mutu hasil dan diversifikasi produk bila produk utama harganya jatuh. Serta yang terpenting adalah sistem kelembagaan pada tingkat petani dan penerapan jaminan mutu dan teknologi pengolahannya dengan melihat kondisi cuaca dan efisiensi perhitungan pembiayaannya. (Sumber: Data BPS, berbagai sumber terkait, data diolah F.Hero P.2011)