Friday, March 28, 2014

Komoditi Kakao Indonesia Dalam Daya Saing dan Persaingan Pasar Internasional



Biji kakao Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional diharapkan akan lebih banyak lagi negara yang membutuhkan kakao biji dari Indonesia dan produsen akan lebih bersemangat untuk memproduksi kakao biji dengan mutu yang lebih baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi, sehingga dapat mempertahankan kelangsungan produksinya. Menurut data BPS pada tahun 2010-2012 biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton. Untuk  pasca kebijakan bea keluar terdapat peningkatan kapasitas industri pengolahan kakao dari 130.000 ton pada tahun 2009 menjadi 150.000 ton pada tahun 2010 dan 280.000 ton pada tahun 2011. Kapasitas industri olahan kakao ini diproyeksikan mencapai 400.000 ton pada tahun 2014. Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015.Untuk luas areal tanaman kakao Indonesia mencapai 1,4 juta hektar dengan produksi 803 ribu ton menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading diikuti Ghana pada urutan ketiga, Pantai Gading, dengan luas area 1.563.423 Ha dan produksi 795.581 ton. Secara umum didunia terdapat sekitar 50 negara produsen kakao, yang terbagi dalam 3 benua yaitu Afrika yang menguasai sekitar 65% kakao dunia, Asia sekitar 20% dan Amerika latin sekitar 15%. Sedangkan dari sisi industri (word cocoa brinding), Indonesia berada di nomor tujuh dunia dibawah Belanda, Amerika, Jerman, Pantai Gading, Malaysia dan Brazil. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Total produksi kakao Indonesia sekitar 16 persen dari total produksi dunia, namun jumlah yang diekspor masih kurang dari 5 persen. Selain itu produsen di Indonesia masih mempunyai posisi tawar yang lemah ditunjukkan oleh harga kakao yang mudah berfluktuasi pada tingkat yang rendah.
Biji kakao maupun produk olahan kakao merupakan komoditi/produk yang diperdagangkan secara internasional. Indonesia termasuk negara pengekspor penting dalam perdagangan biji kakao. Sedangkan untuk produk olahan kakao, seperti disinggung sebelumnya, ekspor Indonesia belum menunjukkan perkembangan. Perdagangan luar negeri komoditi/produk tersebut sejalan dengan kebijakan di bidang perdagangan luar negeri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Luas perkebunan tersebut meningkat menjadi 1.432.558 Ha pada tahun 2009. Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2009 adalah sebesar 8 persen.
Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Tujuan utama dari kebijakan ekspor adalah meningkatkan ekspor, dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan impor ada dua, yakni (1) mengurangi impor, dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar atau (2) menambah impor, jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pengembangan daya saing produk kakao diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar. Pengembangan produk olahan kakao, pemerintah juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengekspor produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai, seperti Malaysia. Pengaruh persaingan /daya saing didasarkan pada perubahan pangsa pasar negara pengekspor yang dianalisis (Indonesia) di pasar negara tertentu untuk suatu komoditas tertentu hanya dapat berlangsung selama waktu analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif komoditas negara pengekspor (Indonesia). Daya saing diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu.(Berbagai sumber media terkait, data -data diolah F. Hero K. Purba)

Thursday, March 27, 2014

Membangun Agribisnis Pertanian Yang Pro Rakyat dan Tantangan Persaingan Global



Untuk membangun masyarakat lapisan bawah, sangat tegas memegang komitmen itu karena terjadi kesenjangan sosial yang sangat lebar di tengah-tengah keberadaaan masyarakat. Masyarakat menengah atas tumbuh dengan baik, sementara masyarakat bawah kehidupannya tetap seperti itu terutama dikalangan bawah.  Untuk itu mendorong peran pemerintah yang lebih besar kepada masyarakat bawah yang antara lain banyak bekerja sebagai petani, buruh, nelayan, dan menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut AT Mosher terdapat lima syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu saja syarat-syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus tetapi sifatnya statis. Pembangunan pertanian meningkatkan produksi hasil pertanian. Untuk hasil-hasil itu perlu ada pasaran serta harga yang cukup tinggi guna membayar kembali biaya-biaya tunai dan daya upaya yang telah dikeluarkan petani sewaktu memproduksikannya.Syarat-syarat mutlak yang harus ada dalam pembangunan pertanian (A.T Mosher, 1965;77) adalah : Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani, Teknologi yang senantiasa berkembang, Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, danya perangsang produksi bagi petani,  Tersedianya perangkutan yang lancar dan kontinyu.

Otoritas sebagai pemimpin agar bisa membuat kebijakan-kebijakan tepat dan cepat didalam membangun pertanian. Peran pemerintah sebagai regulator dibutuhkan untuk mengatur keseimbangan antara kepentingan petani, masyarakat dan pengusaha. Sebagai regulator tentunya harus memperhatikan keberadaan petani lokal agar tidak digempur produk hortikultura impor. Globalisasi ekonomi terutama bidang agribsinis dan tantangan ekonomi dalam suppy dan demand merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Misalnya, pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh negara dalam aspek tertentu semakin mengarah kepada preferensi yang bersifat universal akibat globalisasi informasi. danya prinsip asal rakyat makan sehingga ditempuh cara instant yaitu impor pangan, pengembangan produksi dalam negeri diabaikan. Jangan adanya pandangan bahwa tanah, air, keanekaragaman hayati, dan tenaga merupakan komoditi, sehinga penting atau tidaknya tergantung harga. Lebih baik semua itu untuk kebun dan tambang yang harga jual dipasar internasional lebih mahal dari harga jual produk pertanian. Memasuki perdagangan bebas mau tidak mau harus meningkatkan daya saing. Kita lebih senang harus memproduksi pangan yang berkualitas. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data media, data diolah F. Hero K. Purba). 

Tuesday, March 25, 2014

Potensi Pengembangan Kopi Indonesia Dalam Persaingan Pemasaran Global



Komoditi Kopi  mampu menyumbangkan ekspor Indonesia yaitu lebih dari 1 miliar dollar US. Volume ekspor kopi tahun 2011 sebesar 346.493 ton. Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga setelah Brasil dan Vietnam. Negara tujuan ekspor Amerika, Jepang, Jerman, Italia, Korea dan Inggris. Produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/Tahun untuk Arabika. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633 ribu ton dan Tahun 2012 mencapai 748 ribu ton atau meningkat sekitar 20%. Untuk jumlah ekspor Arabika 2012 ini sekitar 15 persen, meningkat dari ekspor tahun lalu yang berkontribusi sekitar 8 persen. Sedangkan kopi spesialti jumlah ekspornya sekitar 5 persen dari total ekspor kopi Indonesia. Harga kopi arabika di dunia saat ini di kisaran 2,1 dolar AS per kg. Robusta di kisaran 3,5 dolar AS per kg. Harga itu berlaku untuk kopi standar atau grade empat. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal 352.007 ton pada 2011 di karenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan  ekspor. Meskipun volume ekspor anjlok tinggal 352.007 ton, nilai ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 diperkirakan di kisaran 600.000-an ton dari tahun lalu yang juga tidak sampai sebesar 640.000 ton seperti yang diperhitungkan awalnya. Pada tahun 2011 ekspor kopi tercatat 352.007 ton atau turun 21 persen dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 persen. Tahun 2009 menjadi puncak ekspor kopi Indonesia selama satu dekade terakhir, dengan volume 505.381 ton. Total ekspor produk kopi Indonesia ke AS tahun 2011 mencapai 326 juta Dollar, atau meningkat 37,61 persen dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 237 juta Dollar. Dari perdagangan Indonesia-Amerika Serikat pada Januari 2012, ekspor kopi Indonesia mencapai 33,3 juta Dollar, atau meningkat 68 persen dibanding periode yang sama pada 2011 yaitu 19,8 juta Dollar. Sebagai contoh ternyata bahwa ekspor kopi Indonesia ke AS terus meningkat. Perkembangan ekspor kopi mengalami penurunan termasuk juga dampak krisis global di berbagai Negara dunia. Berdasarkan informasi bahwa Produksi kopi yang lebih rendah mengacu pada terjadinya terus hujan hingga akhir tahun 2011 dan awal 2012 sehingga mengganggu proses pembuahan kopi yang sedang dalam masa bunga. Menurut Informasi AEKI bahwa akibat trend sepi, harga jual kopi arabika di luar negeri juga relatif stabil di kisaran 5,5 dolar AS per kg sehingga di lokal juga berkisar Rp46.000 per kg. Untuk harga kopi robusta pengiriman Mei 2011 di bursa NYSE LIFFE London per awal Januari 2011 sebesar US$ 2.114/Metrik Ton (MT). Bandingkan dengan harga pada awal Juli 2010 yang masih di kisaran US$ 1.685/MT. Adapun untuk volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 350 ribu ton per tahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika (15%).  Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan USA, Jepang, Jerman, Inggris. dan Italia merupakan tujuan utama. (Sources data: kompas, BPS, other media artikel data diolah F. Hero K. Purba).

Monday, March 24, 2014

Pengembangan Mete dalam Usaha Agribisnis di Provinsi NTB



Jambu mete merupakan salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa negara perlu terus didorong peningkatannya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Potensi areal perkebunan untuk NTB adalah 665.113 hektar dari jumlah tersebut yang dimanfaatkan baru 175.863 hektar atau sebesar 26,4%. Provinsi Nusa Tenggara Barat bisa menghasilkan komoditi Jambu Mete 4.000 ton per tahunnya. Populasinya menyebar di Kabupaten Lombok Barat, Dompu, Bima dan Sumbawa. Jambu mete mempunyai banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Biji mete diolah menjadi kacang mete. Buah semu mete dapat digunakan sebagai bahan makanan sayur atau minuman. Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkan gum atau blendok untuk bahan perekat buku yang kuat dan berfungsi sebagai anti ngengat. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Limbah kulit biji mete juga dapat diolah menjadi minyak CNSL (cashew nut shell liquid) mempunyai nilai ekonomi tinggi, dapat digunakan sebagai bahan industri secara luas seperti minyak rem, industri cat, pernis dan lain – lain.
Jenis produk mete yang diperdagangkan ekspor-impor adalah: a) Kacang mete dengan kulit/gelondong mete (HS 0801 31 00) dan b) Kacang mete tanpa kulit (HS 0801 32 00). Berdasarkan data  FAO dalam kurun 5 tahun (2004 – 2009) terjadi kenaikan nilai total ekspor – impor biji kacang mete sebesar 65% (impor) dan 57% (ekspor). Kenaikan angka ini cukup besar yang mencerminkan kenaikan permintaan kacang mete dunia. Pada tahun 2010 Indonesia menduduki peringkat ke-5 penghasil biji kacang mete terbesar di dunia. Kebutuhan impor kacang mete disuplai oleh negara-negara pengekspor seperti Brasil, India, Vietnam, Honduras, Indonsia, Sri Lanka, dan lainnya. Khusus jambu mete asal Provinsi Nusa Tenggara Barat, potensi areal yang cocok untuk tanaman jambu mete mencapai 160.633 hektare, 74.000 hektare di antaranya dimanfaatkan dengan produksi lebih dari 13.000 ton per tahun. Kacang mete merupakan komoditi perdagangan ekspor yang sangat potensial dan menarik dalam usaha agribisnis. Jerman mengimpor kacang mete dari berbagai negara penghasil kacang mete di dunia, termasuk dari Indonesia. (Sumber: Media terkait, BPS,data diolah F. Hero K. Purba).