Friday, February 27, 2015

Bioenergi Bahan Bakar Nabati dalam Pengembangan dan Potensi Bahan Bakar lainya untuk Persaingan Ekonomi Global



Untuk sumber energi alternatif yang sangat menguntungkan dan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) yang bukan berasal dari fosil, karena dapat digunakan secara berulang-ulang dan dapat di produksi dalam skala rumah tangga maupun industri, jadi dapat membantu kalangan masyarakat tingkat dasar (ground level), dalam mensejahterakan kehidupan. Pengembangan bioenergi perlu diarahkan dengan tidak mengkonversi bahan pangan utama Indonesia seperti tebu, jagung, dan kedelai meskipun di negara lain baban pangan tersebut merupakan sumber bioenergi. Biodiesel sudah mulai diproduksi semenjak 2005, dapat menjadi momentum lain yang ikut mendorong penggunaan biodiesel untuk domestik. Pemerintah sendiri memang sudah memiliki program dan sudah mendorong itu, hingga tahun kemarin juga sudah memproduksi sampai 2 juta ton biodiesel. Konsumsi dalam negeri yang digunakan sekitar 700 ribu ton sisanya diekspor. Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar seperti panas bumi, matahari, angin dan air, energi ombak dan sebagainya. Pemanfaatan bioenergi ini merupakan langkah penting untuk mendukung langkah pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi terkait pemanfaatan biodiesel. Biodiesel ini dapat dimanfaatkan secara semaksimal dan seoptimal mungkin untuk bisa mendukung target pemerintah, yaitu mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari kelapa sawit telah mencapai 3,9 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi sumber energi.Konsumsi Bahan Bakar Minyak / BBM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya jumlah kendaraan di Indonesia.Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Namun, beberapa tahun terakhir ini, harga minyak dunia melambung tinggi yang menyebabkan harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah pun hanyasedikit membantu menutupi tingginya harga dunia saat ini. 
Kebijakan hilirisasi sawit sudah mulai berjalan dimana kebutuhan domestik biofuel terjadi kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan. Pada saat  ini, krisis ekonomi dapat menjadi momentum untuk pemakaian energi baru terbarukan dan harapannya energi ini cepat berkembang, bukan hanya biodiesel. Energi terbarukan lain seperti methane capture, biomass, bioetanol, dan energi dari sampah kota. Bioenergi merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang bersumber dari makhluk hidup(tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Bioenergi ini sangat prospektif untuk dikembangkankarena Indonesia kaya akan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi. Selain itu, bioenergi juga memeiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar fosil, yaitu dapat diperbaharui, bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan kontinuiatas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup sederhana,yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memelihara ternak. Banyak tanaman yang dapat dijadikan bahan baku bioenergi, seperti kelapa, kelapa sawit, sagu, singkong, jarak pagar, jagung dan tebu. Selain itu, dari kotoran hewan pun dapat dijadikan bahan baku bioenergi seperti biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi atau kerbau. (Sumber: Media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Monday, February 16, 2015

Potensi Pertanian Berkelanjutan Dalam Membangun Persaingan Global Ekonomi



Membangun Pertanian yang senantiasa memikirkan rakyat perlu diperhatikan dengan melihat potensi yang ada. Globalisasi ekonomi terutama bidang agribsinis dan tantangan ekonomi dalam supply dan demand merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Misalnya, pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh negara dalam aspek tertentu semakin mengarah kepada preferensi yang bersifat universal akibat globalisasi informasi. danya prinsip asal rakyat makan sehingga ditempuh cara instant yaitu impor pangan, pengembangan produksi dalam negeri diabaikan. Jangan adanya pandangan bahwa tanah, air, keanekaragaman hayati, dan tenaga merupakan komoditi, sehinga penting atau tidaknya tergantung harga. Sebagian besar penduduk Indonesia berada dipedesaan dan kehidupan mereka terutama dari usaha pertanian, maka setiap kegiatan pembangunan pertanian seharusnya dapat mencapai berbagai tujuan berikut ini, secara simultan yaitu: (a) peningkatan produksi, (b) peningkatan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat setempat serta pengentasan kemiskinan, (c) peningkatan pemerataan dan keadilan, (d) penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat tani, (e) penggunaan sumber daya setempat yang meliputi termasuk sumber genetik, fisik dan manusia, (f) peningkatan dan pelestarian kualitas lingkungan hidup, dan (g) pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan dan pengetahuan masyarakat tradisional/lokal. Prinsip dan tujuan simultan tersebut dapat dicapai melalui penerapan pertanian berwawasan lingkungan atau pertanian berkelanjutan.
Apabila kita analisa bantuan yang diberikan kepada petani merupakan buah dari kebijakan pemerintah. Tetapi yang terjadi adalah permainan beberapa pihak untuk meraih sebuah keuntungan sepihak dari adanya kebijakan tersebut. Sehingga menyebabkan tidak tersalurkannya bantuan untuk petani secara penuh. Bukan hanya salahnya proses sebuah kebijakan dilaksanakan, kontrol dari kebijakan itu-pun menjadi pertanyaan besar.Melihat potret kemiskinan pada tahun 2008 menunjukkan orang miskin sekitar 35 juta orang atau 15,4%, telah mengalami penurunan dibanding tahun 2004 sekitar 36,1 juta orang (16,7%). Sebagian besar penduduk miskin bermukim di pedesaan diperkirakan 63,48%, dan bekerja di sektor pertanian. Walaupun memerangi kemiskinan bukan hanya merupakan tugas sektor pertanian saja, akan tetapi tampaknya sektor pertanian dituntut untuk lebih berperan dalam memberantas kemiskinan, apakah yang berupa kemiskinan struktural, maupun lainnya. Sektor pertanian jangan hanya berorientasi dan memfokuskan diri pada upaya meningkatkan produksi dan kurang pada upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Faktor-faktor yang menyebabkan program pengentasan kemiskinan di Indonesia mengalami kendala dan bahkan dinilai gagal pada saat ini. Sebagian besar program pengentasan kemiskinan cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin (raskin) dan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Untuk masalah kemiskinan di sektor pertanian tidak bisa disalahkan pada salah satu pihak, terutama pemerintah. Tujuan pemerintah adalah untuk menyejahterakan rakyat melalui program-programnya. Program tersebut sudah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi masyarakat. Dan diharapkan dengan program yang ada terus exist sesuai dengan pembinaan dan koordinasi dengan berbagai pihak dengan sinergisitas dan kolaborasi membangun bangsa. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data media, data diolah F. Hero K. Purba). 

Friday, February 13, 2015

Komoditi Kakao Indonesia Dalam Persaingan Peluang Usaha dan Pemasaran





Komoditi Kakao memegang peranan penting dalam salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang peranannya cukup dan memiliki nilai tambah yang lebih besar. Berdasarkan data pada tahun 2012/2014 defisit produksi kakao terhadap konsumsi mencapai 174.000 ton, sementara pada tahun 2013/2014 diproyeksikan terjadi defisit 115.000 ton. Pengembangan untuk meningkatkan produksi kakao di Indonesia pemerintah telah menggalakkan pertanaman kakao baik oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Pemerintah memproyeksikan, jumlah industri hilir olahan kakao di dalam negeri bertambah menjadi 20 unit pada 2015 dari saat ini 16 unit. Kapasitas terpasangnya juga ditargetkan tumbuh menjadi 950 ribu ton pada 2015 dari 580 ribu ton pada 2011. Sedangkan produksi olahannya dibidik tumbuh naik menjadi 700 ribu ton tahun 2015 dari 268 ribu ton pada 2011.Langkah awal yang harus dilakukan dalam pengembangan budidaya kakao untuk menghasilkan produksi yang optimal adalah dengan cara penyediaan bibit yang unggul dan menjaga tanaman selama di pembibitan, karena kondisi tanaman selama di pembibitan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao. Menurut data BPS pada tahun 2010-2012 biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton. Biji kakao Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional diharapkan akan lebih banyak lagi negara yang membutuhkan kakao biji dari Indonesia dan produsen akan lebih bersemangat untuk memproduksi kakao biji dengan mutu yang lebih baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi, sehingga dapat mempertahankan kelangsungan produksinya. Untuk  pasca kebijakan bea keluar terdapat peningkatan kapasitas industri pengolahan kakao dari 130.000 ton pada tahun 2009 menjadi 150.000 ton pada tahun 2010 dan 280.000 ton pada tahun 2011. Kapasitas industri olahan kakao ini diproyeksikan mencapai 400.000 ton pada tahun 2014. Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015.Untuk luas areal tanaman kakao Indonesia mencapai 1,4 juta hektar dengan produksi 803 ribu ton menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading diikuti Ghana pada urutan ketiga, Pantai Gading, dengan luas area 1.563.423 Ha dan produksi 795.581 ton. Secara umum didunia terdapat sekitar 50 negara produsen kakao, yang terbagi dalam 3 benua yaitu Afrika yang menguasai sekitar 65% kakao dunia, Asia sekitar 20% dan Amerika latin sekitar 15%. Sedangkan dari sisi industri (word cocoa brinding), Indonesia berada di nomor tujuh dunia dibawah Belanda, Amerika, Jerman, Pantai Gading, Malaysia dan Brazil. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Total produksi kakao Indonesia sekitar 16 persen dari total produksi dunia, namun jumlah yang diekspor masih kurang dari 5 persen. Selain itu produsen di Indonesia masih mempunyai posisi tawar yang lemah ditunjukkan oleh harga kakao yang mudah berfluktuasi pada tingkat yang rendah.
Biji kakao maupun produk olahan kakao merupakan komoditi/produk yang diperdagangkan secara internasional. Indonesia termasuk negara pengekspor penting dalam perdagangan biji kakao. Sedangkan untuk produk olahan kakao, seperti disinggung sebelumnya, ekspor Indonesia belum menunjukkan perkembangan. Perdagangan luar negeri komoditi/produk tersebut sejalan dengan kebijakan di bidang perdagangan luar negeri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Luas perkebunan tersebut meningkat menjadi 1.432.558 Ha pada tahun 2009. Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2009 adalah sebesar 8 persen.
Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Tujuan utama dari kebijakan ekspor adalah meningkatkan ekspor, dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan impor ada dua, yakni (1) mengurangi impor, dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar atau (2) menambah impor, jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pengembangan produk olahan kakao, pemerintah juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengekspor produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai, seperti Malaysia. Pengaruh persaingan /daya saing didasarkan pada perubahan pangsa pasar negara pengekspor yang dianalisis (Indonesia) di pasar negara tertentu untuk suatu komoditas tertentu hanya dapat berlangsung selama waktu analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif komoditas negara pengekspor (Indonesia). Pengembangan daya saing diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu.(Berbagai sumber media terkait, data -data diolah F. Hero K. Purba)

Wednesday, February 11, 2015

Komoditas Pertanian Dalam Tantangan dan Harapan dalam Kompetisi Persaingan Global



Upaya memenuhi kebutuhan pangan dan komoditas pertanian lainnya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, hampir tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan upaya peningkatan produktivitas. Strategi yang dapat meningkatkan  untuk meningkatkan harga jual  komoditas pertanian ditingkat petani yaitu dengan cara Pertama dengan cara memotong rantai pemasaran, karena dengan terputusnya rantai pemasaran akan menaikan harga ditingkat petani.  Kedua dengan memberikan informasi yang memadai tentang harga pasar kepada petani. Sampai hari ini masih banyak para petani di daerah terpencil yang minim pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisa pasar. Ketiga dengan menggunakan pengaturan pola budidaya agar komoditas pertanian tidak berbuah tergantung musim. Skenario untuk kebutuhan pangan dan upaya pencapaiannya mendatang akan mendorong peningkatan produksi dan riset untuk mencapainya. Skenario itu juga sekaligus untuk menjawab kecemasan akan terjadinya kekurangan pangan di masa depan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari hingga November 2013, pemerintah Indonesia mengimpor lebih dari 17 milyar kilogram bahan pokok senilai US$ 8,6 milyar atau setara Rp 104,9 trilyun. Pada 2013 mencatat Indonesia mengimpor beras, masing-masing dari Vietnam (171.286 ton), Thailand (194.633 ton) , India (107.538 ton), Pakistan (75.813 ton), dan Myanmar (18.450 ton).Ironisnya, sebagian bahan pangan yang diimpor Indonesia justru bisa dihasilkan di negeri sendiri, seperti kentang, teh, cengkeh, jagung, hingga beras. Tantangan untuk sektor pertanian Indonesia terpuruk akibat kalahbersaing dengan produk pertanian impor. Impor beras Indonesia dari sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau 5% dari total kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, volume impor kedelai tercatat 60% dari total konsumsi dalam negeri sekitar 3,1 juta ton dengan nilai US$ 2,5 miliar, jagung (11% dari konsumsi 18,8 juta ton, US$ 1,02 miliar), gandum (100%, US$ 1,3 miliar), gula putih (18%, US$ 1,5 miliar), daging sapi (30%, US$ 331 juta), dan susu (70%).Pangsa pasar produk makanan dan minuman impor pada tahun lalu mencapai 6%, setara US$4 miliar dari total omzet industri makanan dan minuman nasional. Sementara itu berdasarkan data untuk nilai impor produk hortikultura tahun 2007 hanya 798 juta dollar AS, naik menjadi 1,7 miliar dollar AS tahun 2011. Nilai impor produk hortikultura pada Januari-Juli 2012 saja mencapai 1 miliar dollar AS atau setara Rp 10 triliun. Lebih separuh dari nilai impor hortikultura tahun 2012, yakni 600 juta dollar AS, disumbang oleh impor buah. Mendukung terwujudnya swasembada pangan secara berkelanjutan,  Penyedia pangan yang efektif dan efisien secara deduktif pertanian terpadu meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan produksi dan penurunan biaya produksi, Penyediaan pangan secara berkelanjutan, siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi yang akan membentuk suatu ekosistem secara keseluruhan akan terjadi dalam pertanian terpadu, sehingga berkelanjutan produksi akan tercapai komoditas pangan tidak boleh bertumpu pada ketersediaan pangan dari luar, tetapi harus bertumpu pada ketersediaan pangan dari dalam negeri, tidak boleh bertumpu pada Multi Nasional Coorporate. Investasi memang diperlukan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya peningkatan produksi pangan nasional harus dapat dimanfaatkan agar petani mampu memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Berbagai permasalahan di sektor pertanian, seperti peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan, swasembada pangan, kepemilikan lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan problem pertanian di negeri ini, memerlukan kecerdikan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Keberanian membuat keputusan pengaturan impor bahan pangan Pertanian dengan mempertimbang segala aspek dan dampak dalam mengatasi masalah dan tantangan di masa mendatang.