Tuesday, June 30, 2015

Pengembangan Potensi Cabai dalam Prospek Pengolahan dan Pemasaran


Indonesia memiliki 29 Provinsi yang merupakan daerah penghasil cabai merah dengan tingkat produksi yang beragam yaitu 10 - 172 ton per tahun. Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara merupakan kontributor utama produksi cabai merah nasional. Harga pasar cabai sering berfluktuasi cukup tajam, seringkali mempengaruhi menurunkan minat petani untuk membudidayakannya. Pemasaran Cabai industri dan cabai konsumsi, yang tergolong cabai industri antara lain cabai kering (cabai utuh dengan kadar air sekitar 14%), cabai saus (cabai yang dicampur dengan bahan lain seperti pepaya, pisang, singkong, dan umbi lainnya), cabai bubuk kasar, dan cabai bubuk halus. Sedangkan cabai konsumsi umumnya dalam bentuk segar. Berdasarkan data  Badan Pusat Statistik/ BPS, produksi cabe pada 2013 mencapai 1,72 juta ton dimana terdiri dari 1,03 juta ton cabe keriting dan 689 ribu ton cabe rawit merah dan hijau. minat petani cabai bila memang terjadi pada musim panen 2014, akan membuat tingkat importasi meningkat pada tahun depan. HPP cabai yang diusulkan Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Jawa Timur, yakni Rp6.000-Rp7.000/kg untuk cabai besar, Rp6.000-Rp7.000/kg untuk cabai keriting, dan Rp8.000/kg untuk cabai rawit. Produksi dan kualitas cabai yang naik turun  membuat harga di pasaran harga cabai merah, keriting, dan rawit di tingkat petani saat ini masing-masing Rp4.000/kg, Rp3.000/kg, dan Rp4.000/kg. Cabai rawit merah mengalami hal serupa, anjlok Rp 6.000 dari harga normal per kilogramnya. Penurunan tajam juga dialami cabe hijau besar yang turun Rp 7.000 per kilo, dari harga normal di kisaran Rp 18.000 sampai Rp 20.000 per kilo.
Cabai (Capsicum annuum L.) merah adalah salah komoditas perdagangan, sehingga pengusahaan  ditingkat petani bersifat komersial yang dicirikan hasilnya berdasarkan permintaan pasar. Kenaikan harga cabe beberapa pekan terakhir, membuat pemerintah kembali mengandalkan pasokan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.Berdasarkan data bahwa harga cabe di pasar domestik pada bulan Agustus 2012 turun sebesar 9 % dibandingkan bulan Juli 2012. Harga cabe di pasar domestik pada bulan Agustus 2012 naik sebesar 53 % dibandingkan bulan Agustus 2011. Harga cabe secara nasional cenderung berfluktuasi dengan koefisien keragaman harga bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Agustus 2012 sebesar 16 %.
Disparitas harga cabe antar wilayah pada bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Agustus 2012 cukup tinggi dengan koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 33%. Konsumen pembeli Cabe saat ini banyak beralih membeli cabe impor karena harga cabe lokal masih sangat tinggi selain itu rasanya pun tidak kalah pedas, dibanding cabe lokal. Banyaknya pasokan cabe impor dikeluhkan pedagang yang biasa menjual cabai lokal. Masuknya cabe impor ke dikhawatirkan di Indonesia pasaran cabe lokal dan ini sangat merugikan pedagang cabai lokal maupun para petani. (Sources data media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Beberapa langkah yang dilakukan oleh para petani juga pedagang mengatasi rendahnya cabai merah belum ada solusinya karena cabai merah tidak tahan lama, kurang dari sepekan kualitas sudah berubah menunggu dua pekan membusuk paling dimanfaatkan oleh pedagang bumbu sebagai bahan cabai merah kering. Harga cabai merah sebelumnya sempat dikeluhkan oelh konsumen karena para pedagang menjual dengan harga sekitar Rp 65 ribu-Rp 70 ribu per kg bahkan sampai Rp. 100 ribu. Kenaikan harga cabai merah ketika itu disebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) naik.
Pasar tradisional di Jakarta membutuhkan cabe merah setiap harinya sebanyak 75 ton, dan di pasar tradisional Bandung membutuhkan 32 ton per hari, yang semuanya berasal dari Brebes. Dalam usahatani komoditi cabe merah pada akhirnya untuk memperoleh pendapatan dan tingkat keuntungan yang layak dari usahataninya. Kegairahan petani untuk meningkatkan kualitas produksinya akan terjadi selama harga produk berada di atas biaya produksi. Komoditi cabai merah selain harga juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan sebagai usaha agribisnis yang memiliki prospek.

Monday, June 29, 2015

Potensi Pengolahan Pengembangan Susu Kabupaten Sinjai Dalam Potensi Pemasaran



Potensi pengolahan susu masyarakat Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan merupakan jenis Sapi Perah, sapi yang menghasilkan susu. Di mana daerah pengembangan sapi ini berada di kawasan Sinjai Barat. Sinjai Barat merupakan wilayah yang mempunyai iklim yang sejuk dan memungkinkan untuk jenis ternak tersebut dikembangkan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk peningkatan populasi sapi perah, tetapi masih berpusat  di Pulau Jawa.  Provinsi Sulawesi Selatan yang juga mempunyai daerah  yang cukup potensi untuk pengembangan sapi perah. Dalam pengembangan sapi ini dimulai tahun 2002 dan kini telah menjadi salah satu andalan kabupaten sinjai. Susu yang dihasilkan oleh sapi ini telah dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Sinjai. Pengembangan Industri Pengolahan susu Kecamatan Sinjai Barat yang beralamat di Desa Gunung Perak. Susu Segar Pasteurisasi dengan merek / brand “SUSIN” ini  mampu memproduksi susu dengan kemasan gelas 120 mililiter sebanyak 1500 gelas setiap periode produksi. Susu segar diproduksi dengan berbagai variasi rasa, seperti rasa coklat, strawbery dan rasa melon. Saat ini kontribusi susu lokal hanya 25% atau sebesar 1.800 ton. Saat ini pun kita masih impor susu sebesar 75% dari kebutuhan nasional atau US$ 700 juta tiap tahun. Untuk produk Susu harus memenuh syarat-syarat kesehatan dan kebersihan, karena susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Dalam pengolahan Susu juga mudah rusak bila penanganannya kurang baik sehingga mempunyai masa simpan yang relatif singkat. Untuk menangani kelebihan produksi susu, adapun langkah yang paling tepat adalah dengan mengawetkan susu untuk memperpanjang masa simpan melalui proses pengolahan.
Menurut data bahwa seperti negara Malaysia dengan konsumsi susu mencapai 24,4 kg/ kepala/ tahun, Singapura 50 kg/ kepala/ tahun, Thailand 21 kg/ kepala/ tahun, Filipina 21 kg/ kepala/ tahun, sementara  Jepang mencapai 42,8 kg/ kepala/ tahun melebihi dari konsumsi susu dunia sebesar 40 kg/ kepala/ tahun. Proses pengolahan susu selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu di bidang tekologi pangan. otensi sumberdaya alam Indonesia yang besar bagi pengembangan agribisnis persusuan, adalah ironis jika sebagian besar dari kebutuhan susu Indonesia masih harus diimpor. Dengan demikian, pemerintah dan stakeholder lainnya perlu berupaya keras meningkatkan pangsa pasar (market share) para pelaku pasar domestik dalam agribisnis persusuan Indonesia. (sumber: Disnak, Litbang, data diolah Hero13)

Tuesday, June 23, 2015

Pengembangan Potensi Olahan Jamur Tiram di Kota Metro, Lampung dalam Prospek Pemasaran



Potensi dan pengembangan keunggulan yang dimiliki oleh jamur tiram putih ini maka dapat membuat komoditas ini layak untuk dikembangkan. Kelembagaan agrirbisnis jamur tiram putih mampu memberikan keuntungan lebih kepada para petani, yaitu dalam hal peningkatan posisi tawar dan kemitraan dalam hal pembiayaan usaha; menjadi wadah pendidikan bagi petani anggota; menjadi kelompok yang mandiri dalam pengadaan bibit unggul dan dapat membantu peningkatan produksi melalui pelatihan teknologi budidaya yang tepat. Salah satu contoh di Pondok Pesantren/ Ponpes Wahdatul Ummah, Kota Metro yang didirikan pada tahun 1992 yang beralamat Jl. Ikan Koi no.5, Kelurahan Yosorejo, Kec. Metro Timur, Provinsi Lampung ini yang diketuai oleh H. Agus Wibowo, Spdi, MM  dengan jumlah santri± 300 orang dalam kegiatan Sekolah Dasar Islam Terpadu, PAUD, TK Alquran, Tahfidz Alquran, Petani Jamur Tiram Mitra Pesatren, Santri Mahasiswa. Pengolahan Jamur Tiram oleh Pondok Pesanten Wahdatul Ummah  yang dalam hal ini membuat usaha skala kecil menengah dibidang usaha pengolahan jamur Tiram crispy, terong crispy dan pare crispy, telah menjalankan usahanya 4 tahun dan pembiayaan usaha masih memerlukan biaya untuk pengembangan sarana dan prasarana tempat pengolahan jamur, terong dan pare yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk bahan olahan membuat kripik jamur tiram adapun campuran bahan-bahan pendukung seperti gula, tepung, telur, penyedap rasa, ketumbar, air, dan minyak goreng.Pengolahan satu kilogram jamur tiram diolah untuk dijadikan kripik, maka akan menghasilkan 12 bungkus kecil kripik dengan harga Rp 6.000 per bungkus untuk harga eceran dan untuk pembelian satu bungkus besar per 1 pak isi 12 bungkus kecil dihargai Rp.60.000.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori. Jamur ini memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin, fosfor, besi, kalsium, karbohidrat, dan protein.  Pengolahan jamur tiram akan memberikan nilai tambah secara ekonomis dibandingkan jika hanya menjual jamur tiram dalam bentuk segar. Diharapkan prospek jamur tiram ini dapat memberikan nilai tambah bagi petani, kelompok pondok pesantren yang bergerak di bidang agribisnis jamur untuk meningkat perekonomian masyarakat dalam pemanfaatannya. (sumber: Distan Kota Metro, Ponpes, data diolah Hero13)

Friday, June 12, 2015

Pengembangan Potensi Olahan Hasil Ternak Telur Asin Dalam Akses Pemasaran




Potensi produk utama ternak dalam olahan hasil ternak yakni daging, susu dan telur merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Potensi ternak berperan penting dalam program ketahanan pangan rumah tangga petani, terutama untuk petani ternak di pedesaan. Pengembangan Inovasi baru pengolahan telur asin aneka rasa akan menjadi sebuah peluang usaha baru. Usaha telur asin aneka rasa ini perlu dibuat, selain untuk menambah variasi baru, telur asin yang beraneka ragam ini juga untuk memenuhi asupan gizi, terutama bagi orang yang tidak menyukai telur dengan rasa asin. Telur asin yang ada di pasaran saat ini terkadang kadar keasinannya tidak tentu, sehingga kadang konsumen merasa enggan untuk membeli telur asin. Usaha produksi telur asin sangat menjanjikan karena peminatnya cukup besar. Produk telur asin masih bisa dikembangkan dalam berbagai rasa dan aroma, seperti rasa bawang, rasa coklat, dan rasa udang. Aneka rasa telur asin bisa menambah keanekaragaman makanan khas yang bisa diproduksi sesuai permintaan pasar

Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia pada umumnya berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam, itik (bebek), dan puyuh. Telur penyu, kalkun, angsa, merpati, dan telur unggas peliharaan lainnya belum maksimal dimanfaatkan karena produksinya sedikit.Pengembangan usaha Kelompok ternak telur asin didaerah Warak 06/08 Sumberadi Mlati, Sleman, DI Yogyakarta yang merupakan salah satu kelompok usaha ternak telur asin. Dalam proses tahap awal, produk ini dijual ke: kantin mahasiswa kampus, pasar, toko kelontong, toko-toko makanan dan oleh-oleh. Potensi pemasaran telur asin aneka rasa ini akan kita distribusikan diseluruh DI. Yogyakarta yang meliputi 5 Kabupaten, yaitu Yogyakarta, Kulon Progo, Sleman, Gunungkidul, dan Bantul. Untuk pengembangan olahan telur asin yang merupakan hasil ternak ini perlu memperhatikan a. Ketersediaan bahan pakan, b. Tradisi penduduk setempat, c. Dekat dengan daerah pemasaran. Dalam pemasaran telur biasanya ada pedagang penampung sehingga memudahkan para peternak memasarkan produk yang dihasilkan. Kelompok Peternak yang membuat usaha telur asin sebaiknya memanfaatkan limbah hasil pertanian untuk membuat telur asin dan menjadikanya sumber gizi dan bisnis baru yang prospektif. Diharapkan dengan pengembangan olahan telur asin ini dapat memberikan nilai tambah dari hasil olahan ternak untuk kesejahteraan peternak dan dapat lebih berkesinambungan dan berkelanjutan didalam usahanya. (Sumber: data Litbang, data diolah hero13)

Wednesday, June 10, 2015

Pertanian Berkelanjutan Dalam Persaingan Global menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN



Pertanian yang senantiasa memikirkan rakyat perlu diperhatikan dengan melihat potensi yang ada dalam setiap wilayah potensi. Globalisasi ekonomi terutama bidang agribsinis dan tantangan ekonomi dalam supply dan demand merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Misalnya, pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh negara dalam aspek tertentu semakin mengarah kepada preferensi yang bersifat universal akibat globalisasi informasi.Sistem dalam pertanian berkelanjutan dipandang sebagai suatu paradigma ilmu. Sistem pertanian berkelanjutan sebagai paradigma ilmu membuat khalayak yang mempercayainya hendaknya (a) mengetahui apa yang harus dipelajarinya, (b) apa saja pernyataan-pernyataan yang harus diungkapkan, dan (c) kaidah-kaidah apa saja yang harus dipakai dalam menafsirkan semua jawaban atas fenomena pertanian berkelanjutan.Pembangunan pertanian tidak dapat dilaksanakan hanya oleh petani sendiri. Pertanian tidak dapat berkembang tanpa adanya perkembangan yang sesuai pada bidang kehidupan lain. Ada 5 macam fasilitas yang harus ada bagi petani jika pertanian hendak dimajukan (syarat pokoknya) :1. Pasar untuk hasil usahatani;2. Teknologi yang slalu berubah;3. Tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal; 4. Perangsang produksi bagi petani; 5. PengangkutanPembangunan pertanian adalah meningkatakan hasil produksi usahatani.
Untuk hasil-hasil ini perlu adanya pasar serta harga yang cukup tinggi guna membayar kembali biaya-biaya dan pengorbanan sewaktu memproduksi. Agar pembagunan pertanian dapat berjalan terus haruslah selelu terjadi perubahan, bila perubahan ini terhenti maka pembagunan itupun terhenti.Faktor Pelancar pembagunan pertanian: 1. Pendidikan pembangunan;2. Kredit Produksi;3. Kegiatan bersama oleh petani;4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian;5. Perencanaan nasional pembagunan.
Menurut data Indonesia saat ini hanya menempati posisi ke-6 dalam peringkat kesiapan negara-negara ASEAN dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015 mendatang. Dalam matrik penilaian yang dirilis Sekretariat ASEAN, skor yang berhasil dikumpulkan Indonesia baru mencapai 81,3 persen, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara pesaing lainnya seperti Thailand, Malaysia, Laos, Singapura, dan Kamboja. Pada penilaian tahap ke-3 (2012-2013), Thailand menjadi negara yang paling siap dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015, dengan tingkat kesiapan 84,6 persen, disusul Malaysia dan Laos yang telah mengumpulkan poin 84,3 persen. Posisi selanjutnya ditempati Singapura dengan 84 persen, dan Kamboja dengan 82 persen. Meski hanya menempati posisi ke-6, namun secara proses, peringkat Indonesia terus menunjukan positif di mana pada tahap ke-1 (2008-2009), Indonesia menempati posisi ke-9 dari 10 negara ASEAN. Pada penilaian tahap ke-2 (2010-2011), bergerak ke posisi 8. Negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan kondisi terkini pada pasar pangan dan produk pertanian. Dari sisi suplai, kenaikan tajam biaya produksi pertanian karena kenaikan harga minyak (bensin dan solar) dan pupuk, jatuhnya produksi karena pola iklim yang tidak beraturan, dan lebih tingginya biaya penyimpanan komoditi yang mudah rusak seperti bahan pangan, termasuk beberapa faktor  penyebab kenaikan harga-harga pangan. pertanian. permasalahan yang terjadi di sektor pertanian, seperti peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan, swasembada pangan, kepemilikan lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan problem pertanian di negeri ini, memerlukan kecerdikan untuk menghadapi masalah-masalah itu dan solusi yang tepat. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data media, data diolah F. Hero K. Purba).