Friday, August 28, 2015

Potensi dan Dayasaing Ekspor Komoditi Lada



Menurut data pada 2013, produksi komoditas penghasil bubuk merica itu menembus 59.000 ton, dibandingkan dengan angka konsumsi domestik yang hanya mencapai 16.600 ton. Pengembangan usaha budidaya lada saat ini diperlukan komitmen dalam memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap hasil panen petani terutama dalam penerapan teknologi yang secara otomatis memerlukan tambahan input dibanding dengan budidaya cara tradisional. Harga lada putih di pasaran berkisar antara Rp125.000-Rp165.000 per kg. Harga tersebut dinilai relatif tinggi, tapi sangat berbanding terbalik dengan hasil yang diperoleh oleh petani lada yang hanya sekitar Rp25.000-Rp30.000 per kg. Menurut data produsen lada terbesar di dunia saat ini “di pimpin” oleh  Vietnam, dengan produksi hampir 100.000 ton.  Kemudian disusul India (30-35.000 ton) dan Cina (20.000 ton).Pada tahun 2013, Vietnam mengekspor sekitar 134 ton lada dengan nilai 899 juta dolar AS, atau naik sekitar 15 persen dalam hal jumlah dan 13 persen dalam hal nilai berbanding dengan tahun 2012. Data International Pepper Community (IPC), ekspor lada hitam selama 2011 dari enam negara pengekspor utama (Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Sri Lanka) adalah 242.450 ton. Pada bulan Desember 2010, harga komposit lada hitam tercatat 4.572 dolar AS per metrik ton dan lada putih 7.025 dolar AS per metrik ton, lebih tinggi dari harga komposit pada 2009 yang berturut-turut 3.031 dolar AS per metrik ton dan 4.404 dolar As per metrik ton. Total produksi lada di Indonesia tahun 2011 sebesar 33.000 ton (18.000 ton lada hitam dan 15.000 ton lada putih). Jumlah tersebut lebih rendah daripada tahun 2010 yang mencapai 59.000 mt (terdiri dari 40.000 ton lada hitam dan 19.000 ton lada putih). Hingga Mei 2011, total ekspor dari Vietnam diperkirakan sekitar 50.000 mt, yang 9.000 mt rendah dari periode yang sama. Amerika Serikat dan Jerman adalah pasar utama untuk Lada. Vietnam, diikuti oleh Belanda, Uni Emirat Arab dan Mesir.Nilai ekspor lada hitam dan lada putih dalam tahun 2001 menunjukkan penurunan. Lada hitam, nilai ekspor tertinggi diperoleh tahun 2000 sebesar US $ 100,6 juta, dan tahun 2001 menurun menjadi US $ 39,9 juta. Sementara itu nilai ekspor lada putih pada tahun 1995 sebesar US $ 69,8 juta, dan angka ini meningkat menjadi US $ 140,7 juta pada tahun 1999. Setelah itu nilai ekspor ini menurun menjadi US $ 60,1 juta pada tahun 2001. Indonesia merupakan produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam dengan kontribusi 17 persen dari produksi lada dunia pada 2010. Terintegrasinya dalam harga eksportir dan harga dunia mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar internasional. Hal ini member petunjuk bahwa pengembangan komoditas lada seyogyanya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar dunia. Lada merupakan penyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi.
Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding negara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh.Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama lada, strateginya adalah mengembangkan lada yang sesuai, serta menerapkan eknologi rekomendasi dan efisiensi biayaproduksi. Dari sisi permintaan, impor lada ke Amerika Serikat selama periode Januari – November 2011 menunjukkan angka 64.276 ton yang terdiri dari 47.742 mt lada hitam, 5.331 mt lada putih dan 11.203 ton groud pepper. Impor sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan impor AS dari 63.274 ton pada periode yang sama tahun lalu. Indonesia tetap menjadi pemasok terbesar lada hitam keseluruhan untuk pasar AS, pengiriman 17.844 ton (37 persen), diikuti oleh Vietnam (12.424 ton), Brasil (11.427 ton) dan India (5285 mt). Daya saing lada Indonesia dipasar Internasional dapat ditingkatkanmelalui peningkatan produktivitas, mutu hasil dan diversifikasi produk bila produk utama harganya jatuh. Hal yang terpenting adalah sistem kelembagaan pada tingkat petani dan penerapan jaminan mutu dan teknologi pengolahannya dengan melihat kondisi cuaca dan efisiensi perhitungan pembiayaannya. Perlunya pembinaan petani melalui kelembagaan dalam upaya penerapan teknologi dan perbaikan mutu olahan produk lada harus secara berkelanjutan dilaksanakan bak oleh pemerintah maupun pihak swasta melalui CSR dan rogram pendukung lainnya agar lada dapat diperhatikan dengan potensi sentra wilayah pengembangannya.(Sumber: Data IPC, BPS, berbagai sumber terkait, data diolah F.Hero Purba.2015)

Friday, August 21, 2015

Harapan Pengolahan Hasil Pertanian Dalam Kompetisi Pemasaran Global




Penguatan untuk sektor pertanian khususnya disektor hilir tidak hanya meningkatkan perekonomian tetapi juga memberikan suatu dampak mutiefek bagi sektor hulu. Mewujudkan program untuk harapan pengolahan sektor pertanian. Semua pihak bersinergi bahu membahu dalam mewujudkan hasil produk olahan yang berdaya saing dipasar bebas, semoga tidak hanya sekedar wacana. Jika dibandingkan produk olahan impor yang akan masuk ke pasar domestic dengan kompetisi global. Harga impor produk olahan yang berdaya saing dibandingkan dengan produk domestic. Pengembangan pengolahan hasil-hasil pertanian serta menjadi wadah kemitraan untuk pengembangan agroindustri lokal. Transformasi pembangunan dibidang pertanian kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation and skill labor intensive. Aktivitas pengolahan hasil pertanian sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu. Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
Keunggulan kompetitif hasil olahan produk pertanian merupakan hasil interaksi dari tiga tingkatan pasar yaitu pasar internasional dari produk, pasar domestik dari produk, dan pasar sarana produksi. Dengan kata lain, keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian, merupakan hasil resultan dari rantai agribisnis secara vertikal mulai dari perolehan sarana produksi, usaha tani, pemasaran domestik, dan pemasaran internasional. Menurut data pada tahun 2010 konsumsi umbi-umbian secara nasional adalah   51,66  gram/kapita/hari,  terdiri dari :  Singkong: 35,32 gram/kapita/hari, Ubi jalar: 7,60 gram/kapita/hari,Kentang:5,59  gram/kapita/hari, Sagu: 1,43 gram/kapita/hari, Umbi lainnya: 1,72   gram/kapita/hari. Permasalahan terkait dengan upaya membangun usaha pengolahan diantaranya adalah: (a) Skala usaha kecil dan tersebar, sehingga berdampak kepada tingginya inefisiensi karena besarnya biaya pemasaran; (b) Masih rendahnya standar penanganan pasca panen dan pengolahan; (c) Kinerja teknologi pengolahan dinilai belum mampu menghasilkan produk olahan berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan kompetisi pasar yang semakin tinggi; (d) Mutu produk olahan dinilai masih rendah, kuantitas rendah, dan adanya inkontinuitas produk. Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian memang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membeli alatnya. Pemerintah pun melakukan dukungan dengan dikeluarkannya kebijakan kredit perbankan. Diharapkan prospek kedepan tidak hanya mimpi memperbaiki produk olahan yang berdaya saing dalam meningkatkan pemasaran Domestik dan Pemasaran Internasional yang berdayasaing.(Berbagai media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Friday, August 14, 2015

Pemanfaatan Bioenergi untuk Rakyat Dalam Pengembangan Bioenergi Bahan Bakar Nabati





Pemanfaatan dan pengembangan bioenergi ini dinilai kurang etis karena berkompetisi dengan bahan pangan dan pakan menjadi vegetable oil, biodiesel, bio-alcohol, biogas, solid biofuel, dan syngas. Pemanfaatan bahan diluar pangan dan pakan dimulai pada generasi kedua diantaranya menggunakan limbah, cellulose dan tanaman yang didedikasikan untuk pengembangan energi (dedicated energy crops), yang mengubah biomass menjadi liquid technology. Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar seperti panas bumi, matahari, angin dan air, energi ombak dan sebagainya. Pemanfaatan bioenergi ini merupakan langkah penting untuk mendukung langkah pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi terkait pemanfaatan biodiesel. Biodiesel ini dapat dimanfaatkan secara semaksimal dan seoptimal mungkin untuk bisa mendukung target pemerintah, yaitu mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari kelapa sawit telah mencapai 3,9 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi sumber energi.Konsumsi Bahan Bakar Minyak / BBM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya jumlah kendaraan di Indonesia.Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Namun, beberapa tahun terakhir ini, harga minyak dunia melambung tinggi yang menyebabkan harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah pun hanyasedikit membantu menutupi tingginya harga dunia saat ini. 
Biodiesel sudah mulai diproduksi semenjak 2005, dapat menjadi momentum lain yang ikut mendorong penggunaan biodiesel untuk domestik. Pemerintah sendiri memang sudah memiliki program dan sudah mendorong itu, hingga tahun kemarin juga sudah memproduksi sampai 2 juta ton biodiesel. Konsumsi dalam negeri yang digunakan sekitar 700 ribu ton sisanya diekspor. Kebijakan hilirisasi sawit sudah mulai berjalan dimana kebutuhan domestik biofuel terjadi kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan. Pada saat  ini, krisis ekonomi dapat menjadi momentum untuk pemakaian energi baru terbarukan dan harapannya energi ini cepat berkembang, bukan hanya biodiesel. Energi terbarukan lain seperti methane capture, biomass, bioetanol, dan energi dari sampah kota. Bioenergi merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang bersumber dari makhluk hidup(tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Bioenergi ini sangat prospektif untuk dikembangkankarena Indonesia kaya akan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi. Selain itu, bioenergi juga memeiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar fosil, yaitu dapat diperbaharui, bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan kontinuiatas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup sederhana,yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memelihara ternak. Banyak tanaman yang dapat dijadikan bahan baku bioenergi, seperti kelapa, kelapa sawit, sagu, singkong, jarak pagar, jagung dan tebu. Selain itu, dari kotoran hewan pun dapat dijadikan bahan baku bioenergi sepertibiogas yang dihasilkan dari kotoran sapi atau kerbau. Tantangan Indonesia ke depan mata adalah bagaimana meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, melalui peningkatan produksi dan produktivitas pangan. Pengembangan bioenergi, terutama yang berasal dari komoditas pertanian amat penting untuk segera dilakukan, melalui suatu langkah yang terintegrasi, dari penelitian pengembangan,perumusan kebijakan,implementasi kebijakan dan monitoring evaluasi pelaksanaan kebijakan yang selama ini dilakukan.(Sumber: Media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Thursday, August 13, 2015

Pengembangan Potensi Olahan Ubi Kayu dan Akses Pemasaran



Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain.Komoditas Ubi kayu (singkong) adalah salah satu sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk menggantikan premium. Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Meksiko ke Philipina. Indonesia merupakan negara yang melimpah sumber daya alamnya, yang masih luas lahan–lahan yang tidak produktif, menunggu sentuhan program yang nyata, khususnya pembangunan ekonomi yang pro rakyat. Ubi kayu mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Sumber energi yang dihasilkan ubi kayu lebih tinggi dibandingkan padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum. Ubi kayu dapat diolah menjadi bioetanol sebagai pengganti premium. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pati senyawa karbohidrat kompleks (Soerawidjaja,Tatang H, 2007). Mengingatkan kita akan lagunya Koes Plus, “kata orang tanah kita tanah surga, tongkat kayu pun menjadi tanaman”. Tanaman singkong tumbuh subur di Negara Kita. Dengan kata lain, stok singkong di negeri ini melimpah ruah. Kita merasa terkejut, ternyata negeri ini malah mengimpor singkong dari Cina, Vietnam hingga Italia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Januari hingga Juni 2011, Indonesia mengimpor ubi kayu dengan total 4,73 ton dengan nilai 21,9 ribu dolar AS. Negara Italia merupakan negara dengan nilai terbesar yaitu 20,64 ribu dolar AS dengan berat 1,78 ton. Sedangkan Cina merupakan negara pensupply ubi kayu impor terbesar yaitu 2,96 ton dengan nilai 1.273 dolar AS. Data BPS pada bulan April dan Mei 2012, sebanyak 5.057 ton singkong asal China dengan nilai US$ 1,3 juta masuk ke Tanah Air. Pada Mei impor singkong (manihot utilissima) dilakukan dari negara Vietnam. Sebanyak 1.342 ton singkong dengan nilai US$ 340 ribu masuk ke Indonesia.

Untuk budidaya singkong relatif mudah dan banyak dilakukan oleh para petani, karena tanaman singkong dapat tumbuh disemua tipe tanah (dataran tinggi, dataran rendah) dan tanaman singkong tidak banyak penyakitnya. Untuk komoditi Singkong dan produk-produk berbahan baku singkong sangat dikenal masyarakat luas dan telah menghidupi keluarga petani dalam jumlah besar. Singkong sebagai bahan baku pangan non beras dan non gandum adalah salah satu komoditas penting pendukung diversifikasi pangan. Adapun manfaat dan khasiat singkong singkong juga dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit  yaitu: 1. Meningkatkan Stamina; Untuk meningkatkan stamina, campurkan 100 gram singkong, 5 butir angco (sejenis kurma Tiongkok), dan air. Untuk menghindari rasa pahit, tambahkan sedikit madu.2. Demam.;Rebus 60 gram batang singkong dan 300 gram daun singkong dengan 800 cc air. Biarkan rebusan menyusut sampai 400 cc, saring dan minum. Untuk hasil maksimal, harus meminumnya dua kali sehari. 3. Luka; Singkong juga dapat digunakan untuk mengobati luka yang telah memasuki tahap infeksi. Caranya: Tumbuk batang singkong yang masih segar, lalu boreh di daerah yang luka. Boleh juga dibalut lagi dengan perban. Untuk luka yang disebabkan oleh benda panas, singkong dapat diparut dan diperas. Kemudian olesi di daerah luka. Lakukan hingga luka mengering. 4. Sakit Kepala.;Minum obat sakit kepala terlalu banyak juga tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu, sebaiknya coba cara alami dengan menumbuk daun singkong sampai halus, lalu menaruhnya di atas kepala untuk kompres.5. Diare.;Untuk mengobati diare atau sakit perut, coba deh gunakan daun singkong. Caranya dengan merebus tujuh lembar daun singkong, dengan 800 cc air, biarkan hingga menyusut 400 cc, saring dan minum.;6. Rematik.; Untuk mengobati rematik, pengobatan dengan singkong bisa dari dalam maupun luar. Pada pemakaian luar, gunakan daun singkong lima lembar ditambah 15 gram jahe. Lalu aduk dan oleskan pada tubuh. Untuk pengobatan dari dalam, gunakan 100 gram batang singkong, serai, garam, jahe 15 gram. Semua bahan tersebut direbus dengan 1000cc air hingga menjadi 400 cc, saring. Minum sebanyak 200cc sekali dalam sehari. Lakukan selama dua hari. 7. Beri-beri.;Beruntung bagi mereka yang gemar menyantap daun singkong, karena akan terhindar dari penyakit ini. Namun, bagi yang sudah terkena penyakit beri-beri, harus mengonsumsi 200 gram daun singkong rebus seperti sayuran segar.Pengembangan agroindustri untuk ditingkat petani perlu adanya Klastering Agroindustri Singkong. Karena manfaat singkong dalam diversifikasi pangan dimana mulai dari raw material singkong segar dapat dibuat menjadi produk olahan langsung dan produk awetan. Produk olahan langsung terdiri dari produk olahan kering (misalnya keripik singkong dan kerupuk singkong) dan produk olahan semi basah (contohnya tape, getuk dan makanan tradisional lainnya). Untuk produk awetan olahan singkong dapat dijadikan produk tapioka dan turunanya, gaplek dengan produk turunannya (antara lain tiwul, nasi rasi (beras singkong), serta tepung singkong sebagai bahan baku untuk tiwul instan dan juga berbagai aneka kue. Nilai ekonomi dari agroindustri singkong dan suatu produk di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi inovasi terhadap poroduk dan pengembangaanya. Diharapkan singkong dapat lebih baik lagi di kembangkan dan tidak menjadi barang impor dan pengembangan dalam negeri lebih aktif dikembangkan dan dilestarikan untuk pangan rakyat. (Berbagai sumber media terkait, dan peluang usaha, majalah kesehatan, wikipedia, data diolah F. Hero K. Purba).

Wednesday, August 12, 2015

Peluang Potensi Biofarmaka di Indonesia Hasil Olahan Produk Pertanian



Pemanfaatan bahan alam sebagai obat (biofarmaka) cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat-obatan dari bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan.Peluang pengembangan Biofarmaka besar, baik untuk pasar domestik maupun untuk ekspor. Tanaman biofarmaka sebagai pangan fungsional yang potensi pengembangannya cukup besar adalah: temulawak, jahe, kencur dan kunyit, terutama untuk bahan minuman dan obat-obatan. Pelaku agrobisnis biofarmaka untuk lebih berupaya lagi didalam mewujudkan potensi biofarmaka menjadi salah satu penggerak pembangunan pertanian melalui mutu dan kontinuitas penyediaan bahan baku. Sebagai contoh produk jamu Indonesia seperti Jamu Nyonya Meneer, Jamu Jago, Jamu Sido Muncul dan sebagainya baik digunakan dan diekspor ke luar negeri dan tidak kalah bersaing dengan produk China dan India. Dalam kesempatan ini peluang prospek bisnis tanaman berbasis biofarmaka masih memiliki peluang yang cerah untuk memenuhi potensi pasar. Sebagai dasar bahan konsumsi obat-obatan untuk pasokan pabrik obat/medicinal factory tentunya memerlukan jumlah untuk bahan baku yang cukup sesuai dengan mutu dan standardisasinya. 
Indonesia adalah  negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman termasuk tanaman obat. Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Teknologi pasca panen, terutama diversifikasi produk, yang sangat penting pada saat harga produk segar tanaman obat atau simplisia rendah diwaktu terlalu banyak pasokan, masih sangat terbatas. Untuk peningkatan dan pengembangan hasil olahan biofarmaka perlunya keseriusan dalam pengolahan hasil yang berkelanjutan dengan melihat seberapa besar potensi tersebut dari segi kuantitas, kapasitas dan kualitas dalam rantai pasok bahan biofarmaka di pasar lokal maupun pasar ekspor. (Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).