Akhir-akhir ini sering kita dengar adanya suatu teori yang menjadi topic hangat dalam menjelang pemilihan calon Kepala Negara mengenai teori Neoliberalis dan Ekonomi Kerakyatan. Hal ini perlu disadari pengertian yang sesungguhnya dan dipahami. Sesungguhnya Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi. (wikipedia)
Bagaimana dengan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan atau demokrasi ekonomi harus dilakukan secara demokratis pula?, hal itu secara tidak langsung mengungkapkan pandangan dialektik para bapak pendiri bangsa mengenai hubungan antara transfonnasi politik dan transformasi ekonomi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Secara politik, penjajahan harus segera dihapuskan dari muka bumi. Namun secara ekonomi, transformasi ekonomi harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perangkat hukum yang tersedia, adalah tugas pemerintah Indonesia untuk secara berangsur-angsur memperbaharui perangkat hukum yang mendasari penyelenggaraan sistem perekonomian
Indonesia. Walaupun memiliki akar jauh sebelum Indonesia merdeka, perjalanan ekonomi kerakyatan dalam pentas pemikiran ekonomi Indonesia ternyata bukanlah sebuah perjalanan yang mudah. Dalam era 1945 - 1958, gagasan ekonomi kerakyatan cenderung mengalami proses pasang surut. Sebagaimana diketahui, sampai dengan 1949kaum penjajah belum sepenuhnya rela meninggalkan Indonesia, Sementara antara 1950 -1958, walaupun Pemilu 1955 berlangsung dengan sukses, Indonesia terlanjui' terjebak kedalam kancah pergulatan politik internal yang hampir tiada hentinya. Sedangkan antara 1959-1965, yang dikenal sebagai era ekonomi dan demokrasi terpimpin itu, di tengah-tengah situasi perekonomian Indonesia yang teras memburuk, semangat ekonomi kerakyatan cenderung mengalami politisasi secara besar-besaran. Puncaknya adalah pada terjadinya kudeta 30 September 1965, yaitu yang memicu terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto pada 11 Maret 1966. Inilah yang merupakan historical perkembangan dari rentetan peristiwa.
Dalam hal ini menjadi titik awal kebangkitan kesadaran, kejujuran dan ketulusan bagi wakil rakyat terpilih dikalangan elite politik yang benar-benar memperhatikan betul rakyat Indonesia, tidak hanya sekedar teoritis tetapi realita yang diharapkan dari ekonomi kerakyatan yang tentunya menentukan nasib rakyat. Semoga hal ini membuahkan hasil yang baik untuk semuanya. (berbagai sumber referensi terkait).
Bagaimana dengan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan atau demokrasi ekonomi harus dilakukan secara demokratis pula?, hal itu secara tidak langsung mengungkapkan pandangan dialektik para bapak pendiri bangsa mengenai hubungan antara transfonnasi politik dan transformasi ekonomi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Secara politik, penjajahan harus segera dihapuskan dari muka bumi. Namun secara ekonomi, transformasi ekonomi harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perangkat hukum yang tersedia, adalah tugas pemerintah Indonesia untuk secara berangsur-angsur memperbaharui perangkat hukum yang mendasari penyelenggaraan sistem perekonomian
Indonesia. Walaupun memiliki akar jauh sebelum Indonesia merdeka, perjalanan ekonomi kerakyatan dalam pentas pemikiran ekonomi Indonesia ternyata bukanlah sebuah perjalanan yang mudah. Dalam era 1945 - 1958, gagasan ekonomi kerakyatan cenderung mengalami proses pasang surut. Sebagaimana diketahui, sampai dengan 1949kaum penjajah belum sepenuhnya rela meninggalkan Indonesia, Sementara antara 1950 -1958, walaupun Pemilu 1955 berlangsung dengan sukses, Indonesia terlanjui' terjebak kedalam kancah pergulatan politik internal yang hampir tiada hentinya. Sedangkan antara 1959-1965, yang dikenal sebagai era ekonomi dan demokrasi terpimpin itu, di tengah-tengah situasi perekonomian Indonesia yang teras memburuk, semangat ekonomi kerakyatan cenderung mengalami politisasi secara besar-besaran. Puncaknya adalah pada terjadinya kudeta 30 September 1965, yaitu yang memicu terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto pada 11 Maret 1966. Inilah yang merupakan historical perkembangan dari rentetan peristiwa.
Dalam hal ini menjadi titik awal kebangkitan kesadaran, kejujuran dan ketulusan bagi wakil rakyat terpilih dikalangan elite politik yang benar-benar memperhatikan betul rakyat Indonesia, tidak hanya sekedar teoritis tetapi realita yang diharapkan dari ekonomi kerakyatan yang tentunya menentukan nasib rakyat. Semoga hal ini membuahkan hasil yang baik untuk semuanya. (berbagai sumber referensi terkait).