Volume impor kedelai sepanjang Januari-Agustus 2010 naik sebesar 33,96% dari periode yang sama tahun 2009, yaitu dari 928.200 ton menjadi 1.243.400 ton. Kenaikan volume impor tersebut juga terjadi saat harga kedelai dunia bertengger di harga tinggi. Pelaku usaha makanan yang berbasis kedelai, seperti pembuat tahu dan tempe, mengeluh. Penurunan permintaan kedelai untuk bahan baku industri pada periode 1991 – 2000 terutama terjadi pada saat krisis dan meningkat kembali pada periode 2001 hingga sekarang.
Kondisi yang perlu dicermati adalah tidak tercatatnya stok kedelai yang kemungkinan memang tidak ada lembaga yang melaksanakannya atau tidak tercatat adanya stok kedelai. Apabila tidak ada lembaga yang melakukan stok maka dapat diperkirakan bahwa pasar domestik akan terpengaruh langsung oleh fluktuasi kondisi pasar internasional. Untuk harga kedelai untuk kontrak pengiriman Juli 2011 di Chicago Board of Trade hari ini (12/5) berada di level US$ 13,3650 per bushel. Harga itu telah turun 9% dari level tertingginya dalam setahun ini yang berada di posisi US$ 14,7025 per bushel pada 9 Februari 2011.
Kualitas kedelai lokal bisa lebih baik dibandingkan dengan kedelai impor dengan metode pengelolaan benih yang lebih baik. Biaya tanam juga bisa ditekan dengan pola tanam organik yang tidak tergantung kepada pupuk kimia tentu menjadi modal bagi petani dalam peningkatan produksi kedelai nasional.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kedelai nasional tahun 2010 sebanyak 908,11 ribu ton dan impor kedelai sepanjang tahun 2010 sebanyak 1,7 juta ton. Data dari Dewan Kedelai Nasional menyebutkan kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri tahun 2011 sebanyak 2,4 juta ton sedangkan sasaran produksi kedelai tahun 2011 hanya 1,44 juta ton. Masih terdapat kekurangan pasokan (defisit) sebanyak satu juta ton kedelai. Dalam proses perkebunan, lahan yang telah ditanami dengan kedelai dapat menghasilkan dua kali lebih banyak protein dibandingkan jika ditanami tanaman lain. Kedelai yang matang akan menjadi keras dan kering. Meskipun sebagian besar kedelai berwarna kuning, ada juga varietas lain berwarna hitam, coklat atau hijau.
Di Indonesia, Saat ini, kedelai menjadi bagian tidak terpisahkan dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak hanya diolah menjadi susu dan minyak kedelai, hasil olahan lain kedelai seperti tepung kedelai, tauco, tempe, tahu dan kecap sangat mendominasi santapan di Indonesia. Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi
oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti tempe, tahu, kecap dan kripik tempe. Untuk mendongkrak produksi kedelai memang berat mengingat ada sekitar 70 % kebutuhan kedelai dipenuhi dari impor. Terus membanjirnya impor kedelai tahun 2000 memiliki dampak yang tragis bagi petani kedelai dan untuk dapat mencapai imbangan impor harus ada perlakuan khusus dengan mengembalikan kepercayaan petani kembali bertanam kedelai. Upaya perimbangan impor dan pertumbuhan produksi kedelai jika produksi dapat terus ditingkatkan secara linear dari 13 % di tahun 2003 terus tumbuh meningkat hingga 20 % pada tahun 2010. Selama dasawarsa ke depan (2003 – 2013), yang rasional dilakukan adalah menekan impor dengan substitusi dari produksi dalam negeri sampai tinggal 10 – 20 % impor. Hal ini relevan dengan kondisi saat ini dan dapat terjadi jika ada pengaturan tata niaga untuk kepastian harga yang layak saat petani panen raya dan menciptakan produktivitas kedelai yang tinggi sehingga menurunkan biaya produksinya per satuan hasil. (Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)