Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati.
Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950
spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan,
hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan,
nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman termasuk tanaman obat.
Berbagai bahan alam sebagai obat (biofarmaka) cenderung
mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan
krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap
obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat-obatan dari bahan alam
juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan.Peluang
pengembangan Biofarmaka besar, baik untuk pasar domestik maupun untuk ekspor.
Tanaman biofarmaka sebagai pangan fungsional yang potensi pengembangannya cukup
besar adalah: temulawak, jahe, kencur dan kunyit, terutama untuk bahan minuman
dan obat-obatan. Pelaku agrobisnis biofarmaka untuk lebih berupaya lagi
didalam mewujudkan potensi biofarmaka menjadi salah satu penggerak pembangunan
pertanian melalui mutu dan kontinuitas penyediaan bahan baku. Sebagai contoh
produk jamu Indonesia seperti Jamu Nyonya Meneer, Jamu Jago, Jamu Sido Muncul
dan sebagainya baik digunakan dan diekspor ke luar negeri dan tidak kalah
bersaing dengan produk China dan India. Dalam kesempatan ini peluang prospek
bisnis tanaman berbasis biofarmaka masih memiliki peluang yang cerah untuk
memenuhi potensi pasar. Sebagai dasar bahan konsumsi obat-obatan untuk pasokan
pabrik obat/medicinal factory tentunya memerlukan jumlah untuk
bahan baku yang cukup sesuai dengan mutu dan standardisasinya.
Dengan
kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara
terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku
tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Salah satu alternatif
pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat,
sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika
Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah
dibudidayakan petani. Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum
menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan
kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Teknologi pasca
panen, terutama diversifikasi produk, yang sangat penting pada saat harga
produk segar tanaman obat atau simplisia rendah diwaktu terlalu banyak pasokan,
masih sangat terbatas. Untuk peningkatan dan pengembangan hasil olahan
biofarmaka perlunya keseriusan dalam pengolahan hasil yang berkelanjutan dengan
melihat seberapa besar potensi tersebut dari segi kuantitas, kapasitas dan
kualitas dalam rantai pasok bahan biofarmaka di pasar lokal maupun pasar ekspor.
(Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).