Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS), populasi ternak sapi tahun 2017 sebanyak 16,599,247 ekor,
dimana mengalami kenaikan 3,59 % dari tahun 2016. Namun kebutuhan daging sapi
dalam negeri tahun 2018 mencapai 662,54 ton dengan asumsi rata-rata konsumsi
nasional sebesar 2,5 kg/kapita/tahun, sehingga untuk memenuhi permintaan
tersebut pemerintah berupaya untuk dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri,
sedangkan impor dilakukan untuk memenuhi kekurangannya.Kementerian Pertanian menunjukkan, realisasi
Impor daging pada tahun 2016 sebanyak 147.851 ton, sementara pada 2017 turun
menjadi sebanyak 120.789 ton. Sementara, impor daging pada 2018 hingga 30 Juni
realisasi baru mencapai 69.168 ton atau baru mencapai 61 persen dari prognosa
impor daging tahun 2018 sebesar 113.510 ton. Perkembangan pada harga daging sapi di pasar
tradisional terus mengalami kenaikan. Pada iJuli 2014
harganya sudah menyentuh Rp 125 ribu per kilo.Pertumbuhan produksi daging sapi pada tahun 2014 sebesar 23
persen. Tahun 2013 produksi daging sapi sebesar 430.000 ton, dan tahun depan
produksinya ditargetkan 530.000 ton. Tahun 2012, pemerintah
Indonesia menghitung kebutuhan daging sebesar 484 ribu ton. ketersediaan daging
sapi hanya mampu memenuhi 399 ribu ton, sisanya 85 ribu ton dipenuhi dari
impor. Untuk jumlah impor tahun 2012 terbagi atas daging sapi sebesar 34 ribu
ton, dan sapi bakalan 283 ribu ekor. Harga daging
sapi impor berpengaruh negatif terhadap jumlah impor daging sapi, namun
pengaruhnya tidak nyata. Pada umumnya, konsumen daging sapi impor mempunyai
pendapatan yang relatif tinggi, maka kenaikan harga daging sapi impor tidak
memberikan pengaruh berarti terhadap volume impor. Sedangkan tahun lalu,
pemerintah Indonesia memberikan kuota impor daging sapi sekitar 90 ribu ton,
dan sapi bakalan 600 ribu ekor. Untuk tingkat konsumsi protein hewani di
Indonesia pada tahun 2011 hanya 4,7 gram per orang per hari. Angkat ini sangat
rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina yang rata-rata
10 gr/orang/hari. Sementara Korea, Brasil, dan China sekitar 20-40
gram/orang/hari. negara-negara maju seperti Amerika Serikat, prancis, Jepang,
Kanada, dan Inggris mencapai 50-80 gr/kapita/hari. Indonesia
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak sendiri dan malahan
berpotensi menjadi negara pengekspor produk peternakan. Hal tersebut sangat
mungkin diwujudkan karena ketersediaan sumber daya lahan dengan berbagai jenis
tanaman pakan dan keberadaan SDM yang cukup mendukung.Untuk tingkat konsumsi
yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat
ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya dan tingkat pendapatan
rumahtangga (purchasing Berdasarkan data BPS,
provinsi yang memiliki populasi sapi potong lebih dari 0,5 juta ekor berturut
turut adalah Provinsi Jawa Timur 4,7 juta ekor; Jawa Tengah 1,9 juta;
Sulawesi Selatan 984 ribu ekor; Provinsi NTT 778,2 ribu ekor; Lampung 742,8
ribu ekor; NTB 685,8 ribu ekor; Bali 637,5 ribu ekor; dan Sumatera Utara 541,7
ribu ekor. Sementara itu
untuk sapi perah populasi terbanyak di Jawa Timur 296,3 ribu ekor sedangkan
kerbau di NTT sebanyak 150 ribu ekor. Peterrnak merupakan hewan peliharaan yang
produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa,
dan atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Dalam kegiatan ini,
ternak yang dimaksudkan adalah Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau. Segala
urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan atau bakalan,
pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen,
pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
Untuk wilayah
yang merupakan sumber utama ternak sapi potong adalah Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, NAD, Sumatera Barat, Bali, NTT, Sumsel, NTB, dan Lampung.
Kemudian wilayah yang mempunyai potensi cukup besar untuk ternak kambing dan
domba adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Sumut, NAD, Banten,
dan Sulsel. Sedangkan wilayah yang potensial untuk perkembangan ternak domba
adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Untuk itu , Peternak
berskala kecil dan menengah diberi prioritas untuk melakukan usaha budidaya dan
pengembangbiakan ternak Indonesia yang kehidupannya masih alami dan belum
tersentuh teknologi namun berpotensi ekonomi, misalnya ternak ayam Indonesia
(baik asli maupun lokal).
Praktisi bidang
peternakan, maupun masyarakat luas harus difasilitasi dan dibina dalam upaya
meningkatkan mutu genetik ternaknya melalui program persilangan yang secara
ekonomis memang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternaknya. Indonesia, dengan penduduk yang hampir mencapai
237 juta jiwa ternyata mengkonsumsi telur dan daging ayam yang relatif rendah
dibanding di negara-negara tetangga. Rata rata konsumsi telur nasional 87
butir/ kapita/tahun dan daging ayam 7 kg/kapita/tahun, bandingkan dengan
konsumsi telur di Malaysia yang mencapai 311 butir/kapita/tahun (hampir 1
butir/kapita/hari) dan daging ayam mencapai 36 kg/kapita/tahun. Dalam hal ini
perlu upaya serius harus dilakukan oleh berbagai pihak dalam meningkatkan
konsumsi protein hewani tersebut. (Berbagai sumber terkait, data BPS,
DitjenNak,Kementan, data diolah F. Hero K. Purba)