Sejarah perkopian berawal
pada tahun 1696, ketika untuk kali pertama kopi berjenis Arabika. Salah satu
propinsi di Indonesia yakni, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Khususnya Kabupaten
Ngada dan Kab. Manggarai dan Manggarai Timur memiliki potensi wilayah yang
besar dalam pengembangan agribisnis dan ketahanan pangan terutama untuk
komoditi tanaman perkebunan. Kabupaten Ngada dan Kab. Manggarai serta Manggarai
Timur, Nusa Tenggara Timur yang terdapat di Kepulauan Flores merupakan salah
satu daerah yang dikunjungi pada kesempatan ini dimana Komoditi unggulan
seperti Kopi Bajawa Flores dan Manggarai merupakan Kopi Specialty Indonesia
serta pelaku usaha kopi yang ingin bermitra dengan pelaku usaha agribisnis kopi
Indonesia khususnya dalam menjalin pengembangan pangsa ekspor Indonesia ke
wilayah Asia, Eropa dan Amerika.
Unit Usaha Kopi pengolahan Hasil (UPH) di Bajawa, Kab. Ngada
telah menunjukkan hasil yang signifikan dari binaan UPH oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten Ngada. Pada tanggal 13 Juli 2009 yang lalu
Direktur Coffee Amerika Serikat, Nicholous Fullmer dengan eksportir asal
Indonesia PT. Indokom Citra Persada, Asnawi melakukan
kemitraan dalam pengembangan pangsa pasar ekspor kopi Bajawa Flores ke Amerika.
Dengan adanya pembentukan suatu Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis
untuk memproteksi dan mempromosikan suatu hak paten dari wilayah tertentu. Pata
tanggal 26 Mei 2009 yang lalu telah dirancang dalam pembentukan Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Peternakan, Kabupaten Ngada dari 12 UPH Kopi Arabica. Adapun beberapa UPH aktif
yang merupaka unggulan untuk pengembangan Kopi Arabica Bajawa Flores: UPH Wongo
Wali, UPH Lobo Wutu di Wawohae, UPH Famasa di Beiwali, UPH Papataki di Langa,
UPH Sukamaju di Ubedomulo. Untuk areal Kopi Arabica di Bajawa dengan luas
kurang lebih 6000 Ha. Tahun 2009 yang lalu sebanyak 50 Ton Arabica Bajawa
Flores di kirim ke Amerika. Dan 12 Unit UPH ini
memproduksi 150 ton/ tahun. Arabica Bajawa Higland original dari Flores pada
tahun 2009 dengan harga ekspor kopi yakni Rp. 26.800,/kg. Tahun 2011 harga
gelondong merah (buah kopi masak dipetik dari pohon) yang dijual petani ke UPH
sekitar Rp 6.000 per kg, dan kopi biji kering yang dijual ke eksportir Rp
51.000 per kg.
Kopi Bajawa yang produksinya secara keseluruhan dibuat secara
tradisional dan sederhana, mulai dari pengeringan, penggilingan, hingga cara
memasukkan ke dalam kemasan. Selain itu Kabupaten
Manggarai Propivinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki Unit Pengolahan Hasil
(UPH) salah satunya Pocoranaka merupakan UPH percontohan demikian juga UPH Wela
Waso, Kelurahan Waso, Kec. Langke Lembong dan UPH Kopi Lo’o poco, desa Cumbi,
Kec. Ruteng, Kabupaten Manggarai, dengan luas Hektaran kurang lebih 12.000 Ha.
Untuk daerah Kabupaten Manggarai produksi per tahun 486 Ton dari UPH Lleda, P.
Ranaka, Borong, K.Komba, Elar, S. Rampas. Indikasi Geografis (IG) untuk Kopi
Bajawa akan membantu Kelompok Tani, Pelaku Usaha adalah nama suatu daerah atau
kekhasan lokal tertentu, dan mencirikan suatu produk yang dihasilkan dari
daerah tersebut atau kekhasan lokal tertentu. IG dapat memberikan
nilai tambah dan memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang telah diadopsi
oleh para produsen dalam hal persyaratan yang diperlukan dan pendekatan yang
telah ditentukan. Mereka dapat memberikan informasi yang lebih rinci kepada
para konsumen mengenai hal ihwal asal dan mutu produk (tempat, proses,
pelaksanaan verifikasi, dll). Untuk pasar global sekarang ini peran
Perlindungan Indikasi Geografis dirasa begitu penting, dimana masyarakat
produser lokal membutuhkan perlindungan hukum terhadap nama asal produk agar
tidak dipergunakan oleh pihak lain untuk melakukan persaingan curang, selain
itu Indikasi Geografis memegang peranan penting dalam memberikan daya tarik
kepada para konsumen nasional maupun Internasional. Mereka menjamin bahwa
produk dapat dirunut asal muasalnya (traceability). Kegiatan
pengembangan industri kopi dengan latar indikasi geografis sangat bermanfaat
bagi kelompok tani di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai untuk mempatenkan
produk suatu daerah yang nantinya juga sangat bermanfaat dalam suatu brand
image suatu daerah. Petani masih membutuhkan bantuan untuk mesin pengolahan
kopi dan bantuan penguatan modal. Petani juga perlu informasi untuk harga
pasaran kopi domestik dan luar negeri tentunya untuk menjaga kestabilan harga
dipasaran serta juga untuk lebih meningkatkan mutu kopi olahan yang dihasilkan.
Diharapkan potensi pengembangan kopi daerah ini dapat dikembangkan dengan
kerjasama diberbagai pihak didalam pengembangannya. Diharapkan dan dianjurkan
kerjasama instasi setempat terus membina petani / kelompok tani dan
memanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan petani kopi. (Sumber: sumber
terkait data Disbun NTT hasil survey lapangan, data diolah FHero Purba)