Mengenal
ciri khas asal dari Kopi Kintamani
yang ditanam di ketinggian 900-1000 mdpl di dekat Gunung Batur.Untuk
produktivitas kopi Arabika Kintamani tentunya terjadi perubahan dari waktu ke
waktu karena beberapa faktor. Menurut sejarah yang berkembang, wilayah
penanaman kopi Arabika Kintamani Bali mengalami penyusutan akibat meletusnya
Gunung Batur sebanyak beberapa kali pada tahun 1917, 1948 dan 1977 serta
meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963 sehingga tingkat produktivitasnya juga
menurun. Sekitar tahun 1979 pada Dinas Perkebunan Provinsi Bali mulai berupaya
untuk meningkatkan produktivitas serta budidaya kopi di wilayah Kintamani.
Jenis Kopi arabika yang tumbuh di kawasan
wisata Kintamani, memiliki keunggulan yang diakui konsumennya mancanegara, di
antaranya citarasa yang khas, tahan hama penyakit, berbuah lebat serta
produktivitas tinggi. Gelondong merah dipetik secara manual dan dipilih dengan
cara seksama dengan persentase gelondong merahnya 95%. Kopi gelondong merah
selanjutnya diolah secara basah. Karakteristik Kopi Kintamani Bali (biji kopi
dan citarasa) telah diteliti secara mendalam sejak 2003. Pada tahun 2003-2004
dan 2006 telah diambil ratusan sample yang dianalisis oleh para ahli kopi
di-PPKKI (Jember) dan cirad (montpelllier, Perancis). (Sumber data: Berbagai
data Perkebunan dan Infomedia, data diolah FHKP). kopi Kintamani memiliki potensi tanam pada luas
wilayah 14.000 ha. Saat ini hanya dimanfaatkan sekitar 7.000 ha dan sekitar
3.000 sampai dengan 4.000 ha yang murni ditanani pohon kopi. Beberapa petani
beralih ke tanaman lain seperti jeruk ataupun sayur mayur, saat harga biji kopi
yang baru dipetik dengan harga relatif murah yaitu Rp, 5.000 sampai dengan Rp.
6.000 per kilogram. Namun, sebagai sebuah komoditi yang strategis. Potensi pasar ekspor kemasan modern dan berkualitas dari kopi arabika
Kintamani di kemas dengan baik. (Sumber: Data Disbun, media terkait, data
diolah F. Hero Purba)