Potensi Kopi arabika Flores berasal dari dataran tinggi kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Komoditas Kopi AFB (Arabika from Bajawa) makin diminati oleh para konsumen di beberapa negara di Amerika dan Eropa. Kopi arabika ini berasal dari Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai serta Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur yang terdapat di Kepulauan Flores merupakan salah satu daerah penghasil kopi yang dikunjungi dimana Komoditi unggulan yaitu Kopi Bajawa Flores dan Manggarai merupakan Kopi Specialty Indonesia serta pelaku usaha kopi yang ingin bermitra dengan pelaku usaha agribisnis kopi Indonesia khususnya dalam menjalin pengembangan pangsa ekspor Indonesia ke wilayah Asia, Eropa dan Amerika.
Berdasarkan perkebunan
kopi di Bajawa adalah perkebunan kopi rakyat yang diusahakan secara
turun-temurun oleh sekitar 9.063 petani. Data nilai ekspor kopi AFB pada 2015 mencapai Rp8,2
miliar dan meningkat menjadi Rp10,5 miliar pada 2016. Didaerah ini Unit Usaha Kopi Pengolahan Hasil (UPH) di Bajawa, Kab. Ngada telah
menunjukkan hasil yang signifikan dari binaan UPH oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten Ngada. Pada tanggal 13 Juli 2009 yang lalu
Direktur Coffee Amerika Serikat, Nicholous Fullmer dengan eksportir asal
Indonesia PT. Indokom Citra Persada, Asnawi melakukan
kemitraan dalam pengembangan pangsa pasar ekspor Kopi Bajawa Flores ke Amerika.
Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan hasil perkebunan Indonesia memiliki
cita rasa yang khas yang tidak dimiliki oleh negara lain, meskipun volume
ekspor kopi Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Brazil, Vietnam, dan
Colombia, masih banyak peluang untuk meningkatkannya, karena tidak ada negara
yang memiliki varian produk unggulan sebanyak negeri ini.
Sejarah perkopian berawal pada tahun 1696, ketika untuk kali pertama kopi
berjenis Arabika. Salah satu propinsi di Indonesia yakni, Propinsi Nusa
Tenggara Timur, Khususnya Kabupaten Ngada dan Kab. Manggarai
dan Manggarai Timur memiliki potensi wilayah yang besar dalam pengembangan
agribisnis dan ketahanan pangan terutama untuk komoditi tanaman perkebunan.
Kabupaten Ngada dan Kab. Manggarai serta Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur
yang terdapat di Kepulauan Flores merupakan salah satu daerah yang dikunjungi
pada kesempatan ini dimana Komoditi unggulan seperti Kopi Bajawa Flores dan
Manggarai merupakan Kopi Specialty Indonesia serta pelaku usaha kopi yang ingin
bermitra dengan pelaku usaha agribisnis kopi Indonesia khususnya dalam menjalin
pengembangan pangsa ekspor Indonesia ke wilayah Asia, Eropa dan Amerika.
Unit Usaha
Kopi pengolahan Hasil (UPH) di Bajawa, Kab. Ngada telah menunjukkan hasil yang
signifikan dari binaan UPH oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten
Ngada. Pada tanggal 13 Juli 2009 yang lalu Direktur Coffee Amerika Serikat,
Nicholous Fullmer dengan eksportir asal Indonesia PT. Indokom Citra Persada, Asnawi melakukan kemitraan dalam pengembangan
pangsa pasar ekspor kopi Bajawa Flores ke Amerika. Dengan adanya pembentukan
suatu Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis untuk memproteksi dan
mempromosikan suatu hak paten dari wilayah tertentu. Pata tanggal 26 Mei 2009
yang lalu telah dirancang dalam pembentukan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis
(MPIG) oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten Ngada dari 12
UPH Kopi Arabica. Adapun beberapa UPH aktif yang merupaka unggulan untuk
pengembangan Kopi Arabica Bajawa Flores: UPH Wongo Wali, UPH Lobo Wutu di
Wawohae, UPH Famasa di Beiwali, UPH Papataki di Langa, UPH Sukamaju di
Ubedomulo. Untuk areal Kopi Arabica di Bajawa dengan luas kurang lebih 6000 Ha.
Tahun 2009 yang lalu sebanyak 50 Ton Arabica Bajawa Flores di kirim ke
Amerika. Dan 12 Unit UPH ini memproduksi 150 ton/ tahun.
Arabica Bajawa Higland original dari Flores pada tahun 2009 dengan harga ekspor
kopi yakni Rp. 26.800,/kg. Tahun 2011 harga gelondong merah (buah kopi masak
dipetik dari pohon) yang dijual petani ke UPH sekitar Rp 6.000 per kg, dan kopi
biji kering yang dijual ke eksportir Rp 51.000 per kg.
Kopi Bajawa
yang produksinya secara keseluruhan dibuat secara tradisional dan sederhana,
mulai dari pengeringan, penggilingan, hingga cara memasukkan ke dalam
kemasan. Selain itu Kabupaten Manggarai Propivinsi Nusa
Tenggara Timur yang memiliki Unit Pengolahan Hasil (UPH) salah satunya
Pocoranaka merupakan UPH percontohan demikian juga UPH Wela Waso, Kelurahan
Waso, Kec. Langke Lembong dan UPH Kopi Lo’o poco, desa Cumbi, Kec. Ruteng,
Kabupaten Manggarai, dengan luas Hektaran kurang lebih 12.000 Ha. Untuk daerah
Kabupaten Manggarai produksi per tahun 486 Ton dari UPH Lleda, P. Ranaka,
Borong, K.Komba, Elar, S. Rampas. Indikasi Geografis (IG) untuk Kopi Bajawa
akan membantu Kelompok Tani, Pelaku Usaha adalah nama suatu daerah atau
kekhasan lokal tertentu, dan mencirikan suatu produk yang dihasilkan dari
daerah tersebut atau kekhasan lokal tertentu. IG dapat memberikan
nilai tambah dan memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang telah diadopsi
oleh para produsen dalam hal persyaratan yang diperlukan dan pendekatan yang
telah ditentukan. Mereka dapat memberikan informasi yang lebih rinci kepada
para konsumen mengenai hal ihwal asal dan mutu produk (tempat, proses,
pelaksanaan verifikasi, dll). Untuk pasar global sekarang ini peran
Perlindungan Indikasi Geografis dirasa begitu penting, dimana masyarakat
produser lokal membutuhkan perlindungan hukum terhadap nama asal produk agar
tidak dipergunakan oleh pihak lain untuk melakukan persaingan curang, selain
itu Indikasi Geografis memegang peranan penting dalam memberikan daya tarik
kepada para konsumen nasional maupun Internasional. Mereka menjamin bahwa
produk dapat dirunut asal muasalnya (traceability). Kegiatan
pengembangan industri kopi dengan latar indikasi geografis sangat bermanfaat
bagi kelompok tani di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai untuk mempatenkan
produk suatu daerah yang nantinya juga sangat bermanfaat dalam suatu brand
image suatu daerah. Petani masih membutuhkan bantuan untuk mesin pengolahan
kopi dan bantuan penguatan modal. Petani juga perlu informasi untuk harga
pasaran kopi domestik dan luar negeri tentunya untuk menjaga kestabilan harga
dipasaran serta juga untuk lebih meningkatkan mutu kopi olahan yang dihasilkan.
Diharapkan potensi pengembangan kopi daerah ini dapat dikembangkan dengan
kerjasama diberbagai pihak didalam pengembangannya. Diharapkan dan dianjurkan
kerjasama instasi setempat terus membina petani / kelompok tani dan
memanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan petani kopi. (Sumber: sumber
terkait data Disbun NTT hasil survey lapangan, data diolah FHero Purba)