Agrobisnis
biofarmaka untuk lebih berupaya lagi didalam mewujudkan potensi biofarmaka
menjadi salah satu penggerak pembangunan pertanian melalui mutu dan kontinuitas
penyediaan bahan baku. Perkembangan
ekspor biofarmaka terus meningkat. Pada tahun 1991 sebesar Rp 95,5 miliar, 1999
menjadi Rp 600 miliar, dan 2005 mencapai Rp 4 triliun.Pelaku usaha agrobisnis biofarmaka untuk lebih
berupaya lagi didalam mewujudkan potensi biofarmaka menjadi salah satu
penggerak pembangunan pertanian melalui mutu dan kontinuitas penyediaan bahan
baku. Potensi bisnis biofarmaka memiliki prospek bisnis yang cerah untuk
peluang pemasaran domestik dan luar negeri.Sebagai contoh produk jamu Indonesia
seperti Jamu Nyonya Meneer, Jamu Jago, Jamu Sido Muncul dan sebagainya baik
digunakan dan diekspor ke luar negeri dan tidak kalah bersaing dengan produk
China dan India. Dalam kesempatan ini peluang prospek bisnis tanaman berbasis
biofarmaka masih memiliki peluang yang cerah untuk memenuhi potensi pasar.
Sebagai dasar bahan konsumsi obat-obatan untuk pasokan pabrik obat/medicinal factory tentunya memerlukan
jumlah untuk bahan baku yang cukup sesuai dengan mutu dan standardisasinya.
(Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Indonesia merupakan negara kedua
terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Untuk tanaman biofarmaka terdapat
sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies
diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun
mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals,
baik untuk manusia, hewan maupun tanaman termasuk tanaman obat. Dengan kekayaan
tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar
dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku
tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Salah satu alternatif
pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat,
sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika
Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan
yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan
petani. Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan
bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak
terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Dalam Teknologi pasca panen,
terutama diversifikasi produk, yang sangat penting pada saat harga produk segar
tanaman obat atau simplisia rendah diwaktu terlalu banyak pasokan, masih sangat
terbatas. Budidaya tanaman obat / biofarmaka yang disesuaikan dengan keadaan tanah
dan iklim akan menghasilkan kandungan zat berkhasiat secara maksimal. Peningkatan dan pengembangan hasil olahan biofarmaka
perlunya keseriusan dalam pengolahan hasil yang berkelanjutan dengan melihat
seberapa besar potensi tersebut dari segi kuantitas, kapasitas dan kualitas
dalam rantai pasok bahan biofarmaka/ tanaman obat di pasar domestik maupun
pasar ekspor.