
Berdasarkan
data bahwa harga cabe di pasar domestik pada bulan Agustus 2012 turun sebesar 9
% dibandingkan bulan Juli 2012. Harga cabe di pasar domestik pada bulan Agustus
2012 naik sebesar 53 % dibandingkan bulan Agustus 2011. Harga cabe secara
nasional cenderung berfluktuasi dengan koefisien keragaman harga bulan Agustus
2011 sampai dengan bulan Agustus 2012 sebesar 16 %.
Untuk disparitas harga cabe antar wilayah
pada bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Agustus 2012 cukup tinggi dengan
koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 33%. Konsumen pembeli Cabe saat
ini banyak beralih membeli cabe impor karena harga cabe lokal masih sangat
tinggi selain itu rasanya pun tak kalah pedas, dibanding cabe lokal. Banyaknya
pasokan cabe impor dikeluhkan pedagang yang biasa menjual cabai lokal. Masuknya
cabe impor ke dikhawatirkan di Indonesia pasaran cabe lokal dan ini sangat merugikan
pedagang cabai lokal maupun para petani.
Berdasarkan survey tahun 2011 dengan produksi cabai mencapai 1,3-1,9 juta ton/ tahun
membuat Indonesia menjadi negara ke-Empat penghasil cabai terbesar di Dunia.
Berikut tabel 6 besar negara penghasil cabai terbesar di Dunia. Untuk peringkat pertama dunia
produksi Cabai negara China dengan jumlah produksi 13.189.303 ton/tahun, ke 2 Mexico dengan jumlah
produksi 2.335.560 ton/tahun, ke 3 Turki dengan jumlah produksi 1.986.700
ton/tahun dan yang ke 4 Indonesia dengan jumlah produksi 1.332.360 ton/tahun. Produksi cabai Indonesia menempati posisi ke-empat
tetap saja tidak dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional karena produksi yang masih
tergolong rendah kalah telak dari China yang mencapat lebih dari 13,18 juta
ton/ tahun dan memang karena jumlah penduduk yang tinggi mengakibatkan
permintaan akan cabai juga sangat besar. Dengan jumah permintaan cabai mencapau
1,12 juta ton/ tahun membuat Indonesia melakukan impor cabai segar terutama
dari Vietnam.
Berdasakan data Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,5 persen pada Mei 2015. Cabai
merah menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar yakni 0,1
persen.Beberapa langkah yang dilakukan oleh para petani juga
pedagang mengatasi rendahnya cabai merah belum ada solusinya karena cabai merah
tidak tahan lama, kurang dari sepekan kualitas sudah berubah menunggu dua pekan
membusuk paling dimanfaatkan oleh pedagang bumbu sebagai bahan cabai merah
kering. Harga cabai
merah sebelumnya sempat dikeluhkan oelh konsumen karena para pedagang menjual
dengan harga sekitar Rp 65 ribu-Rp 70 ribu per kg bahkan sampai Rp. 100 ribu.
Kenaikan harga cabai merah ketika itu disebabkan harga bahan bakar minyak (BBM)
naik. (Sources data media terkait, data diolah F. Hero K. Purba). Sebagai
contoh Cabe bubuk merupakan olahan lanjut dari cabe merah
kering. Pada jenis olahan ini, setelah kering cabe selanjutnya mengalami proses
penggilingan hingga menjadi bubuk cabe. Bubuk cabe banyak dimanfaatkan sebagai
bahan baku industry macaroni, bihun, industry mie instant dan ikan kaleng, mie,
kecap, kerupk, emping, bumbu masak, pati, dan industry pelumatan buah-buahan
serta sayuran. Bubuk cabai merah dibuat dari cabai merah yang telah
dikeringkan.
Pasar-pasar
tradisional di Jakarta membutuhkan cabe merah setiap harinya sebanyak 75 ton,
dan di pasar tradisional Bandung membutuhkan 32 ton per hari, yang semuanya
berasal dari Brebes. Dalam usahatani komoditi cabe merah pada akhirnya untuk
memperoleh pendapatan dan tingkat keuntungan yang layak dari usahataninya.
Kegairahan petani untuk meningkatkan kualitas produksinya akan terjadi selama
harga produk berada di atas biaya produksi. Komoditi cabai merah selain harga
juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Untuk pemanfaatannya sebagai bumbu masak
atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan
membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan sebagai usaha agribisnis
yang memiliki prospek.
No comments:
Post a Comment