Perkembangan
ekspor Indonesia periode Januari-April 2011, nilai ekspor Indonesia ke
Singapura mencapai US$3,64 miliar atau tumbuh 17,8 persen dibanding periode
sama 2010 senilai US$3,09 miliar. Ekspor ke Singapura ini lebih tinggi
dibanding ke Malaysia sebesar US$3,19 miliar dan Thailand US$2,18 miliar. Berdasarkan data
dari Asosiasi Importir dan Eksportir Sayur dan Buah Singapura (SFVIEA) mencatat
bahwa impor sayur dan buah tahun 2011 mencapai 490.000 ton, atau meningkat
20.000 ton dibandingkan impor tahun 2010 yaitu sekitar 470.000 ton.Potensi dan peluang
pasar produk agribisnis dimana Indonesia sebagai produsen komoditi strategis
pangsa pasar negara Singapura. Pangsa pasar dari produk pertanian seperti sayuran
dan buah-buahan adalah negara-negara yang tidak memilik lahan pertanian yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti Singapura, Jepang, dan
HongKong. Singapura adalah mitra dagang utama Indonesia, investor asing
terbesar, dan asal wisatawan asing terbesar bagi Indonesia. Pengembangan
hubungan ekonomi dengan memanfaatkan posisi strategis Singapura sebagai pusat
jasa di kawasan (Pertanian, Perdagangan dan Telekomunikasi, Jasa keuangan).
Dari data statistik pilihan teratas impor sayuran Singapura, terlihat bahwa
mayoritas produk ekspor Indonesia ke Singapura adalah kentang dengan pangsa
pasar 53.3 %, kubis 34.8 % dan tomat 17.6 %. Indonesia adalah supplier sayuran
segar kelima terbesar untuk Singapura setelah Malaysia, Cina, Australia, dan
India. Berdasarkan informasi dari KBRI Singapura, Singapura membutuhkan 1.000
ton untuk sayuran dan buah-buahan per bulannya. Pasar ini baru dilirik Malaysia
yang menguasai 40 %, China 20 % dan Indonesia hanya sebesar 5 %.
Ada beberapa faktor yang mendorong kepada semua negara di dunia
untuk melakukan perdagangan internasional seperti :
a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan didalam negeri
b. Mengimpor teknologi yang lebih moderen dari negara lain
c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri
d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
Dalam teori perdagangan internasional yang
dinyatakan dalam memperoleh keuntungan dari spesialisasi dipandang sebagai
alasan yang penting untuk menggalakan perdagangan internasional diantara
berbagai negara, tetapi faktor yang lebih penting adalah kemampuan dari negara
tersebut memproduksikan barang-barang yang dapat bersaing dipasaran luar
negeri. (Sadono Sukirno, 1994 : 383)
Indonesia dengan ekonomi terbuka, dimana
program ekspor non migas merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional
dan penciptaan lapangan kerja dan dituntut untuk lebih siap untuk dapat
mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang dihasilkan oleh WTO.
Peluang dan manfaat dari keanggotaan Indonesia di WTO hanya dapat diperoleh
apabila kita menguasai semua persetujuan WTO dan menerapkannya sesuai dengan
kepentingan nasional.Kerjasama Ekonomi APEC adalah forum kerjasama ekonomi yang
terbuka, informal, tidak mengikat dan tetap berada dalam koridor disiplin WTO
dan berbagai perjanjian internasional, adapun visi kerjasama ekonomi APEC
adalah Mewujudkan komunitas ekonomi Asia-Pasifik yang berdasarkan pada semangat
keterbukaan dan kemitraan, serta upaya kerjasama untuk menghadapi tantangan
perubahan, pertukaran barang, jasa dan investasi secara bebas, pertumbuhan
ekonomi yang luas serta standar kehidupan dan pendidikan yang lebih tinggi dan
pertumbuhan yang berkesinambungan memperhatikan aspek-aspek
lingkungan.Kerjasama spesifik yang dilaksanakan oleh APEC adalah bidang-bidang
Tarip, kebijaksanaan non tarip, perdagangan jasa investasi, standard dan
kesesuaian, prosedur kepabeanan, hak kekayaan intelektual, kebijaksanaan
persaingan, deregulasi, pengadaan pemerintah, mediasi sengketa, mobilitas
pelaku bisnis, ketentuan asal barang, pelaksanaan putaran uruguay, pengumpulan
dan analisa informasi. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan
pasar regional bagi 500 juta penduduknya. ASEAN Free Trade Area (AFTA)
adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea
masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui
skema CEPT-AFTA. Adapun tujuan dari pembentukan AFTA adalah meningkatkan daya
saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar
anggota ASEAN. Sedangkan AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6
sejak 1 Januari 2002 dengan fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu
tarifnya masih diperkenankan lebih dari 0-5%). Target tersebut diterapkan untuk
negara ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru sbb : Vietnam (2006); Laos dan
Myanmar (2008); dan Cambodia (2010).
Perkembangan terakhir yang terkait dengan
AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang
bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines,
Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun
2015. Hubungan Bilateral Indonesia – Singapura menjelaskan bahwa hubungan kedua
negara ini telah mengalami berbagai perkembangan. Dalam masa Presiden Soekarno
Indonesia dipersepsikan dan mememang sering menunjukkan sikapnya sebagai big
bully (pemarah besar).Pada masa Orde Baru yang panjang itu hubungan
kedua negara dimulai dengan saling curiga karena warisan lama dan ketakutan
Indonesia untuk ‘diakali’ oleh Singapura. Akan tetapi setelah lebih dari dua
puluh lima tahun Indonesia membangun akhirnya tumbuh hubungan yang didasakan
atas kesadaran kedua belah pihak adanya sifat saling membutuhkan yang nampak
dari banyaknya pembangunan proyek bersama dan besarnya investasi Singapura di
Indonesia. Singapura adalah negara tetangga terdekat, Indonesia dan Singapura
harus menjalin hubungan erat, harmonis, dan produktif, dalam arti saling
membantu, baik secara bilateral maupun dalam kerangka ASEAN. Indonesia tentu mengharapkan
kepemimpinan Perdana Menteri yang baru yaitu, Lee Hsien Loong nanti bisa
meningkatkan hubungan yang harmonis dan produktif, dalam arti saling
menguntungkan. Persiapannya selama belasan tahun di kabinet Singapura tentu
membuat Lee diharapkan matang dalam menangani hubungan internasionalnya untuk
mewujudkan kesepakatan ASEAN guna membangun Komunitas ASEAN 2020, yang mencakup
komunitas keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya. Hubungan itu bisa berlangsung
harmonis dan produktif bila kedua negara bisa memaksimalkan dan mempertahankan
hubungan yang sudah baik, dan meminimalkan atau menghilangkan ganjalan yang
masih ada.
Hubungan bilateral antar kedua negara tersebut Indonesia maupun
Singapura baik transaksi barang dan jasa, dan pola perdagangan antara keduanya
sangatlah berbeda. Komoditas eksport import juga dibedakan berdasarkan mitra
dagangnya. Dimana masing-masing negara memiliki komoditas keunggulan dari
ekspor dan import kedua Negara tersebut. Komoditi ekspor utama
Indonesia-Singapura adalah barang-barang industri, bahan-bahan mentah, dan
bahan pertanian sedangkan komoditi impor utama Indonesia-Singapura mengenai
barang-barang industri saja. Perbedaan-perbedaan dalam pola perdagangan dengan
mitra-mitra dagang yang penting, menimbulkan perbedaan dalam neraca perdagangan
yang telah meningkat. Menurut data Indonesia
mengekspor sekitar 10 persen sayuran ke pasar Singapura. Dalam beberapa tahun
terakhir ekspor Indonesia cenderung menurun menjadi enam persen saja. Pada
tahun 2014, Indonesia menargetkan bisa mengisi 30 persen pasar sayur dan buah
di Singapura. Untuk harga sayuran di Singapura
memiliki harga yang cukup tinggi mengingat kelangkaan komoditas ini. Harga
sayuran di pasar Singapura saat ini rata-rata dihargai S$ 1 per kilogramnya. Diharapkan potensi dan peluang pasar ini dapat di
manfaatkan dengan menjaga kualitas dan kuantitas serta supply pasokan yang
berkelanjutan untuk memberikan peluang yang berharga dalam peningkatan ekspor
produk-produk pertanian Indonesia. (Berbagai sumber media terkait, news, data
diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment