Persiapan
Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA) akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Dalam hal
tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan
meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia
berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, seperti komoditas pertanian. Pelaksanaan Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) yang diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang memiliki
total penduduk 600 juta jiwa dimana 43 persen jumlah penduduk itu berada di
Indonesia. Fenomena dalam globalisasi yang menciptakan regionalisasi dan
liberalisasi di berbagai sektor berdampak langsung terhadap sistem perekonomian
dunia, dengan memasuki era globalisasi, AFTA merupakan integrasi perdagangan
yang tidak dapat dielakkan lagi bagi Indonesia. Berbagai Industri perdagangan
baik berupa barang maupun jasa di negara – negara ASEAN lainnya semakin
berkembang dan kompetitif, apalagi pasar Indonesia menjadi sasaran yang asangat
diminati oleh negara lain, khususnya negara – negara di kawasan Asia Tenggara.
Dengan demikian Industri dalam negeri memiliki kompetitor – kompetitor yang
semakin sengit dalam bersaing. Kesepakatan perdagangan antara lain dilakukan
dengan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun
bukan tarif. Selain itu, hambatan-hambatan perdagangan lain seperti subsidi atau
proteksi lainnya juga mulai dihilangkan secara bertahap.
Indonesia saat ini
hanya menempati posisi ke-6 dalam peringkat kesiapan negara-negara ASEAN dalam
menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015 mendatang. Dalam matrik
penilaian yang dirilis Sekretariat ASEAN, skor yang berhasil dikumpulkan
Indonesia baru mencapai 81,3 persen, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara
pesaing lainnya seperti Thailand, Malaysia, Laos, Singapura, dan Kamboja. Pada
penilaian tahap ke-3 (2012-2013), Thailand menjadi negara yang paling siap
dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015, dengan tingkat kesiapan
84,6 persen, disusul Malaysia dan Laos yang telah mengumpulkan poin 84,3
persen. Posisi selanjutnya ditempati Singapura dengan 84 persen, dan Kamboja
dengan 82 persen. Meski hanya menempati posisi ke-6, namun secara proses,
peringkat Indonesia terus menunjukan positif di mana pada tahap ke-1
(2008-2009), Indonesia menempati posisi ke-9 dari 10 negara ASEAN. Pada
penilaian tahap ke-2 (2010-2011), bergerak ke posisi 8.
Negara-negara anggota
ASEAN menyadari bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan kondisi terkini
pada pasar pangan dan produk pertanian. Dari sisi suplai, kenaikan tajam biaya
produksi pertanian karena kenaikan harga minyak (bensin dan solar) dan pupuk,
jatuhnya produksi karena pola iklim yang tidak beraturan, dan lebih tingginya
biaya penyimpanan komoditi yang mudah rusak seperti bahan pangan, termasuk
beberapa faktor penyebab kenaikan
harga-harga pangan.
Implementasinya
memerlukan teknologi pertanian terkait, baik yang bersifat padat karya, semi
padat karya atau semi padat modal dan padat modal. Hal yang perlu diperhatikan
berupa penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, terutama masyarakat
miskin, namun tentunya harus dilakukan secara bertahap seiring dengan
peningkatan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menjalankan kegiatan
usaha atau menemukembangkan usaha baru, baik di bidang pertanian maupun di luar
bidang pertanian.
Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor pertanian, seperti
peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan, swasembada pangan, kepemilikan
lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan problem pertanian di negeri ini,
memerlukan kecerdikan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Keberanian
membuat keputusan pengaturan impor bahan pangan Pertanian dengan
mempertimbangkan segala aspek dan dampak dalam mengatasi masalah dan tantangan
di masa mendatang. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K.
Purba).