Pengawasan dan pengendalian untuk komoditas diperlukan
yang bergerak di bidang
produksi pangan, apabila ingin memiliki keunggulan dalam skala global
terutama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, untuk itu harus mampu melakukan setiap
pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas
tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahan
atau industri pangan mampu bersaing secara global diperlukan kemampuan
mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat
dan bermanfaat bagi konsumen. Keterbukaaan dan integrasi dari pemberlakuan MEA 2015
juga akan menjadi tantangan maupun peluang bagi penduduk Indonesia yang sangat besar, tentunya
akan menjadi tujuan pasar bagi produk-produk Negara ASEAN, dimana Pemberlakuan
MEA dimulai 31 Desember 2015. Menurut data BPS, nilai ekspor Indonesia pada Mei
2014 mencapai 14,83 miliar dolar AS atau mengalami peningkatan 3,73 persen
dibandingkan April 2014 sebesar 14,30 miliar dolar AS. Peningkatan nilai ekspor
Mei 2014 disebabkan oleh meningkatnya ekspor non-migas sebesar 12,45 miliar
dolar AS atau naik 6,95 persen dibandingkan April 2014 sebesar 11,64 miliar
dolar AS. Beberapa
produk nonmigas yang mengalami peningkatan ekspor, antara lain: produk kimia
sebesar 104,1 juta dolar AS atau 96,56 persen, alas kaki sebesar 31,2 juta
dolar AS atau 8,70 persen, dan kertas/karton sebesar 3,8 juta dolar AS atau
1,17 persen. Dari sisi volume, ekspor Indonesia pada Mei 2014 mengalami
peningkatan 4,12 persen dibandingkan April 2014, yang disebabkan peningkatan
volume ekspor nonmigas sebesar 4,99 persen.
Persiapan Indonesia dalam Masyarakat
Ekonomi Asean ( MEA) akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Dalam
hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan
meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia
berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, seperti komoditas pertanian. Pelaksanaan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang
memiliki total penduduk 600 juta jiwa dimana 43 persen jumlah penduduk itu
berada di Indonesia. Fenomena dalam globalisasi yang menciptakan regionalisasi
dan liberalisasi di berbagai sektor berdampak langsung terhadap sistem
perekonomian dunia, dengan memasuki era globalisasi, AFTA merupakan integrasi
perdagangan yang tidak dapat dielakkan lagi bagi Indonesia. Berbagai Industri
perdagangan baik berupa barang maupun jasa di negara – negara ASEAN lainnya
semakin berkembang dan kompetitif, apalagi pasar Indonesia menjadi sasaran yang
asangat diminati oleh negara lain, khususnya negara – negara di kawasan Asia
Tenggara. Dengan demikian Industri dalam negeri memiliki kompetitor –
kompetitor yang semakin sengit dalam bersaing. Kesepakatan perdagangan antara
lain dilakukan dengan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan baik hambatan
tarif maupun bukan tarif. Selain itu, hambatan-hambatan perdagangan lain
seperti subsidi atau proteksi lainnya juga mulai dihilangkan secara bertahap.
Untuk keamanan pangan yang merupakan masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu
industri pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri
dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan
implementasi sistem mutu pangan
dalam persaingan pemasaran global. Karena dalam era pasar bebas ini industri pangan
Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk
produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Pada saat ini Indonesia hanya menempati posisi ke-6 dalam peringkat
kesiapan negara-negara ASEAN dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN
2015 mendatang. Dalam matrik penilaian yang dirilis Sekretariat ASEAN, skor
yang berhasil dikumpulkan Indonesia baru mencapai 81,3 persen, jauh tertinggal
dibandingkan negara-negara pesaing lainnya seperti Thailand, Malaysia, Laos,
Singapura, dan Kamboja. Pada penilaian tahap ke-3 (2012-2013), Thailand menjadi
negara yang paling siap dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015,
dengan tingkat kesiapan 84,6 persen, disusul Malaysia dan Laos yang telah
mengumpulkan poin 84,3 persen. Posisi selanjutnya ditempati Singapura dengan 84
persen, dan Kamboja dengan 82 persen. Meski hanya menempati posisi ke-6, namun
secara proses, peringkat Indonesia terus menunjukan positif di mana pada tahap ke-1
(2008-2009), Indonesia menempati posisi ke-9 dari 10 negara ASEAN. Pada
penilaian tahap ke-2 (2010-2011), bergerak ke posisi 8. Negara-negara anggota
ASEAN menyadari bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan kondisi terkini
pada pasar pangan dan produk pertanian. Dari sisi suplai, kenaikan tajam biaya
produksi pertanian karena kenaikan harga minyak (bensin dan solar) dan pupuk,
jatuhnya produksi karena pola iklim yang tidak beraturan, dan lebih tingginya
biaya penyimpanan komoditi yang mudah rusak seperti bahan pangan, termasuk
beberapa faktor penyebab kenaikan
harga-harga pangan.
Implementasinya
memerlukan teknologi pertanian terkait, baik yang bersifat padat karya, semi
padat karya atau semi padat modal dan padat modal. Hal yang perlu diperhatikan
berupa penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, terutama masyarakat
miskin, namun tentunya harus dilakukan secara bertahap seiring dengan
peningkatan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menjalankan kegiatan
usaha atau menemukembangkan usaha baru, baik di bidang pertanian maupun di luar
bidang pertanian. Adapun berbagai permasalahan yang terjadi
di sektor pertanian, seperti peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan,
swasembada pangan, kepemilikan lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan
problem pertanian di negeri ini, memerlukan kecerdikan untuk menghadapi
masalah-masalah itu. Keberanian membuat keputusan pengaturan impor bahan pangan Pertanian dengan
mempertimbangkan segala aspek dan dampak dalam mengatasi masalah dan tantangan
di masa mendatang. Pembentukan pasar tunggal
yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya
memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara
lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Dalam hal ini
bukan hanya dari segi komoditas yang dipersiapkan tetapi juga tenaga ahli /
expert. Untuk sektor komoditas yang berdaya saing juga dipersipakan tenaga ahli
yang bersertifikat untuk dapat bersaing secara global dan berdayasaing untuk
mendorong adanya peningkatan kualitas SDM (Sources: Berbagai
sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
No comments:
Post a Comment