Indonesia
yang merupakan negara agraris yang mana negara agraris adalah negara yang
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian.Lalu mengapa
sektor pertanian di Indonesia hanya memberikan kontribusi sebesar 14% saja
untuk perekonomian Indonesia? Membangun perekonomian suatu bangsa dan negara besar
dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, kita sudah sepakat bahwa
pembangunan nasional harus mampu memanfaatkan sumber daya yang kita miliki
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan harus dapat
mewujudkan perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan yang tercermin pada
peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Perekonomian yang berjalan tanpa
pertumbuhan, atau dengan pertumbuhan tetapi hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil masyarakat, dapat mengakibatkan memburuknya kesejahteraan masyarakat,
yang kemudian dapat memicu terjadinya kekacauan sosial. Pengembangan untuk
industrialisasi di bidang pertanian non-pangan masih sangat terbatas. Masalah
utama adalah pasokan input dari sektor pertanian primer masih sangat terbatas,
baik kualitas dan jumlah pasokan yang masih belum konsisten, kontinyuitas
pasokan, serta ketepatan waktu. Dengan
kebutuhan dan persyaratan industri semacam itu, sektor pertanian primer masih
belum dapat menyelaraskan dengan dinamika industri pengolahan. Sektor
pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
nasional dalam 4 bentuk yaitu: a.Kontribusi
Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan baku untuk
industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan dan
minuman. b. Kontribusi Pasar,
Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi. c.Kontribusi Faktor Produksi,
Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer
surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain. d.Kontribusi Devisa, Pertanian sebagai
sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk
pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Pengembangan
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development ) di sektor
pertanian. Konsep pembangunan berkelanjutan dimulai akhir tahun 1980 an sebagai
respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan
pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kualitas
lingkungan hidup. Transformasi pembangunan dibidang pertanian kepada
pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi.
Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian
Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian
berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif
dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat
Innovation and skill labor intensive. Aktivitas pengolahan hasil pertanian
sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari
penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan
dengan maksud untuk menambah value
added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian
proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan,
pengeringan, dan peningkatan mutu. Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran
hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar
dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
Keunggulan
kompetitif hasil olahan produk pertanian merupakan hasil interaksi dari tiga
tingkatan pasar yaitu pasar internasional dari produk, pasar domestik dari
produk, dan pasar sarana produksi. Dengan kata lain, keunggulan kompetitif
suatu komoditas pertanian, merupakan hasil resultan dari rantai agribisnis
secara vertikal mulai dari perolehan sarana produksi, usaha tani, pemasaran
domestik, dan pemasaran internasional. Menurut data pada tahun 2010 konsumsi
umbi-umbian secara nasional adalah
51,66 gram/kapita/hari, terdiri dari : Singkong: 35,32 gram/kapita/hari, Ubi jalar: 7,60
gram/kapita/hari,Kentang:5,59
gram/kapita/hari, Sagu: 1,43 gram/kapita/hari, Umbi lainnya: 1,72 gram/kapita/hari. Permasalahan
terkait dengan upaya membangun usaha pengolahan diantaranya adalah: (a) Skala usaha
kecil dan tersebar, sehingga berdampak kepada tingginya inefisiensi karena
besarnya biaya pemasaran; (b) Masih rendahnya standar penanganan pasca panen
dan pengolahan; (c) Kinerja teknologi pengolahan dinilai belum mampu
menghasilkan produk olahan berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan
kompetisi pasar yang semakin tinggi; (d) Mutu produk olahan dinilai masih
rendah, kuantitas rendah, dan adanya inkontinuitas produk. Penerapan teknologi pengolahan
hasil pertanian memang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membeli
alatnya. Pemerintah pun melakukan dukungan dengan dikeluarkannya kebijakan kredit perbankan. Diharapkan prospek kedepan
tidak hanya mimpi memperbaiki produk olahan yang berdaya saing dalam
meningkatkan pemasaran Domestik dan Pemasaran Internasional yang berdayasaing.(Berbagai
media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment