Apakah rasa garam di Indonesia, mengapa mesti impor, tetapi ternyata masih layak untuk pengembangannya? Pastinya membuat Indonesia menjadi salah satu surga garam. Indonesia yang lautannya luas dan memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km atau terpanjang keempat di dunia, terpaksa harus terus menerus mengimpor garam setiap tahun.Indonesia pada saat ini baru memproduksi garam untuk kebutuhan konsumsi 1,5 juta ton per tahun. Dengan situasi Indonesia yang memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi produksi garam yang tinggi, namun Indonesia masih tergantung impor garam untuk kebutuhan industri. Melimpahnya produksi garam ini tentu saja cukup menggembirakan para petani, meski melimpahnya produksi tidak diimbangi dengan stabilnya harga garam. Harga garam saat ini merosot dari harga sebelumnya sebesar Rp 400 per kilogramnya menjadi Rp 250 per kilogram. Diperkirakan produksi garam pada 2012 hanya 800.000 ton dari total kebutuhan yang diprediksi lebih dari 3 juta ton, sekitar 1,4 juta ton di antaranya merupakan ga ram konsumsi.
Berdasarkan data bahwa total produksi garam dunia sekitar 240 juta ton per tahun, Indonesia hanya mampu menghasilkan 1,2 juta ton. Produsen terbesar garam di dunia dipegang China dengan produksi 48 juta ton per tahun, diikuti India (16 juta ton), Australia (12 juta ton), Thailand (3 juta Ton) dan Jepang (1,4 juta ton). Menurut analisa bahwa kurangnya strategi pemanfaatan produksi garam, serta lamanya waktu pengeringan garam, membuat petani garam tergesa-gesa memanen garam yang mereka jemur. Sehingga mutu garam jadi menurun. Panen dini ini dilakukan sebab selisih harga garam dengan kualitas baik dan buruk tidak terlalu tinggi. Untuk tahun 2012 ini menurut data Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) memperkirakan produksi garam nasional tahun ini bakal menembus angka 1,4 juta ton, naik sekitar 27 persen dibanding produksi tahun lalu yang hanya 1,1 juta ton. (sources: media terkait, data artikel, data diolah F. Hero K. Purba).
Dengan potensi kekayaan alam yang begitu besar, melainkan teknis pemanfaatannya di mana mayoritas pembuatan garam di Indonesia harus diakui masih menggunakan cara tradisional, yaitu proses evaporasi atau penguapan air laut di dalam kolam penampungan. Produksi secara massal sangat terhambat akibat ketergantungan terhadap iklim sangat tinggi. Metode semacam ini hanya menghasilkan garam untuk dapur dan meja makan, bukan untuk keperluan industri. Hal ini harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai jalan menuju swasembada garam nasional dengan berbagai macam teknologi sehingga masa depan garam tidak menjadi asin bagi kehidupan petani garam.
No comments:
Post a Comment