Sagu sangat potensial dalam pengembangannya karena
memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta dimanfaatkan secara optimal dalam
menerobos pangsa pasar lokal dan Internasional. Sagu merupakan anugerah kekayaan alam
Indonesia yang paling luas di dunia. Diperkirakan luas lahan sagu dunia
mencapai 2,2 juta hektar (ha), sekitar 50% berada di Indonesia. Areal penanaman
sagu di Indonesia tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Selatan, Jambi, Riau dan Kepulauan
Riau.Pengembangan
Komoditi tanaman sagu di Papua yang sangat luas, peluang pengembangan industri
rumah tangga hasil olahan sagu sangat besar. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan keterampilan masyarakat Papua dapat menopang keberhasilan
pengembangan industri rumah tangga berbasis sagu. Pemanfaatan Sagu (Metroxylon sp.) Untuk potensi usaha
lokal di masyarakat. Berdasarkan data bahwa luas hutan sagu di Indonesia
mencapai 1.250.000 ha dan budidaya sagu sekitar 148.000 ha. Di wilayah Papua sendiri,
terdapat areal sagu sekitar 1.200.000 ha. Dalam skala dunia, Indonesia memiliki
areal sagu alam sebesar 96%, dan Papua menyumbang 53% dari total luas lahan
sagu dunia yang mencapai 2.250,000 ha. Potensi sagu di Indonesia dari sisi luasnya sangat
besar. Sekitar 60% areal sagu dunia ada di Indonesia. Data yang ada menunjukkan
bahwa areal sagu Indonesia menurut Prof. Flach mencapai 1,2 juta ha dengan
produksi berkisar 8,4-13,6 juta ton per tahun. Tetapi data luas areal sagu ini,
perlu diteliti lagi ketepatannya melalui metode dan teknik yang lebih akurat
dan mutakhir, karena berbagai sumber informasi lainnya, khususnya provinsi
Papua dan Papua Barat yang mencakup 90% sagu di Indonesia, sangat besar
perbedaannya yaitu dari 600.000-5 juta ha. Data sagu perlu diperbaiki, apalagi
data yang dipakai selama ini, selain sudah puluhan tahun, dan ternyata sebagian
besar merupakan data perkiraan. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar
atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar
sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan
tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat lebih dari 70%
dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat
kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi.
Area tumbuh seperti gambaran di atas, sagu mampu
menghasilkan produk terbaiknya bagi kebutuhan manusia. Padahal, risiko tanaman
sagu di area tumbuh seperti itu juga cukup rentan terhadap serangan hama dan
ragam penyebab kerusakan lahannya. Pada sagu usia muda (3-4 tahun) biasanya
mulai dilakukan penyiangan gulma, sebab gulma dapat menyebabkan kebakaran lahan
kebun sagu. Dari gulma, juga dapat menjelma menjadi hama perusak pohon sagu.
Dalam masa-masa pertumbuhan, sagu mengalami gangguan mulai dari akar hingga
dedaunannya. Akar sagu akan mati jika pengairan dan tanah di rawah tidak
menunjang untuk pernapasan akar, akibatnya pohon sagu pun bisa mati yang
mengakibatkan gagal panen. Batang dan daun sagu juga sering terserang hama,
ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder setelah kumbang oryctes
biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Apabila serangan
terjadi pada titik tumbuh, dapat menyebabkan kematian pohon. Adapun beberapa
pemanfaatan sagu secara tradisional yang sering dilakukan yakni: Pertama,
batang sagu dapat digunakan sebagai saluran air untuk irigasi persawahan atau
ladang, batang sagu dapat dibelah lebih tipis untuk dijadikan papan alas saung
di perkembunan, dan menjadikan batang sagu sebagai pagar area perkebunan. Kedua,
pati sagu dalam batang dapat dikelola menjadi makanan tradisional sagu, tepung
sagu, dan aneka makanan seperti mie dan beragam jenis kue. (Berbagai sumber
media terkait, litbang Deptan, data diolah F Hero K. Purba).
No comments:
Post a Comment