Produksi
kopi nasional yang cukup terkenal dengan kopi specialty salah satunya adalah
Kabupaten Aceh Tengah. Aceh Tengah terkenal dengan kopi Gayo yang sudah
mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis. Peluang Pengolahan Agribisnis Kopi
di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, dimana tercatat, jumlah
petani kopi di Aceh Tengah 34.476 keluarga. Jumlah petani kopi mencapai sekitar
21.500 keluarga atau sekitar 84.000 jiwa orang. Itu artinya sekitar 75 persen
penduduk di Bener Meriah (111.000 jiwa tahun 2010) menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jika
satu keluarga diasumsikan beranggotakan 4 orang, sebanyak 137.904 orang di sana
yang menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90
persen total penduduk Aceh Tengah yang mencapai 149.145 jiwa pada tahun 2011.
Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Bener Meriah. Jumlah petani pekebun
kopi mencapai sekitar 21.500 keluarga atau sekitar 84.000 jiwa orang. Artinya bahwa
sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah (111.000 jiwa tahun 2011)
menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jenis usaha dari gabungan kelompok tani
yaitu Koperasi Simpan Pinjam dan Perdagangan Kopi. Pada tahun 2006 melakukan kerjasama pemasaran
dengan NCBA (National Coperative Bussines Association). Pembagian hasil: NCBA:
51%, Koperasi: 49%; anggota kelompok pekebun kopi pada tahun 2009 berjumlah
6.214 orang. Adapun produk kopi organik berdasarkan negara tujuan ekspor
bersertifikat internasional yang mulai ekspor pada 2006 dengan tujuan negara tujuan:
USA, Australia, Kanada, Inggris, Singapura, New Zealand dan Mexico.
Pengolahan industri Kopi Baburrayyan
di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 2002
di Takengon, Aceh Tengah. Standar Operational Prosedur Koperasi Baburrayyan
dimulai dari pemeliharaan kebun kopi dengan melakukan pemangkasan dan mengganti
tanaman kopi yang rusak, kemudian pemetikan kopi yang sudah berwarna merah lalu
dilakukan Pulper, Permentasi dan Pencucian dengan cara pemisahan buah kopi yang
hijau. Petani
pekebun kopi di Takengon, Aceh Tengah, adanya perubahan konsumsi dari kopi
Robusta ke kopi Arabica yang belakangan terlihat di wilayah Aceh dan
sekitarnya, belum berdampak luar biasa kepada keuntungan. Petani kopi ini
sangat tergantung pada harga yang ditetapkan oleh para tauke (pembeli
lokal). Untuk harga yang ditetapkan berdasarkan kurs Dollar AS dan nilai jual
di luar negeri. Melihat potensi ini diharapkan dengan posisi kopi yang berasal
dari daratan tinggi gayo tersebut dapat berdaya saing dalam ketersediaan supply
dan mutu kopi yang berkualitas serta pengolahan kopi yang memberikan nilai
tambah kepada pekebun kopi. (Sumber: Disbun Kab. Aceh Tengah, data terkait,
data diolah hero13).
No comments:
Post a Comment