Berdasarkan data untuk harga
kakao berjangka mengalami kenaikan sebesar 0,6% menjadi 1483 pound atau 2261 dollar
per metrik ton di NYSE Life, London. Harga kakao mengalami rally sebesar 1,5%.
Disaat bersamaan harga kopi jenis robusta mengalami penurunan 1,2% menjadi 1802
dollar per ton. Data perkembangan dari negara produsen kakao bahwa dengan
adanya penundaan
panen kakao di Ghana akibat curah hujan yang tinggi selama pekan ini. Kondisi
tersebut menyulitkan petani untuk melakukan panen yang sebelumnya, Sementara itu
direncanakan dilaksanakan pada tahun 2013 ini seperti yang dilakukan Pantai
Gading yang saat ini sedang berlangsung panen kakao.
Kondisi di Indonesia, untuk pasca kebijakan bea keluar terdapat
peningkatan kapasitas industri pengolahan kakao dari 130.000 ton pada tahun
2009 menjadi 150.000 ton pada tahun 2010 dan 280.000 ton pada tahun 2011. Kapasitas
industri olahan kakao ini diproyeksikan mencapai 400.000 ton pada tahun 2014.
Untuk luas areal tanaman kakao
Indonesia mencapai 1,4 juta hektar dengan produksi 803 ribu ton menempatkan
Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading diikuti Ghana pada urutan ketiga, Pantai Gading, dengan luas area 1.563.423 Ha dan produksi 795.581 ton.
Secara umum didunia terdapat sekitar 50 negara produsen kakao, yang terbagi
dalam 3 benua yaitu Afrika yang menguasai sekitar 65% kakao dunia, Asia sekitar
20% dan Amerika latin sekitar 15%. Sedangkan dari sisi industri (word cocoa
brinding), Indonesia berada di nomor tujuh dunia dibawah Belanda, Amerika,
Jerman, Pantai Gading, Malaysia dan Brazil. Luas perkebunan kakao di Indonesia
terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Total produksi kakao Indonesia sekitar 16 persen
dari total produksi dunia, namun jumlah yang diekspor masih kurang dari 5
persen. Selain itu produsen di Indonesia masih mempunyai posisi tawar yang
lemah ditunjukkan oleh harga kakao yang mudah berfluktuasi pada tingkat yang
rendah.
Biji kakao maupun produk olahan
kakao merupakan komoditi/produk yang diperdagangkan secara internasional.
Indonesia termasuk negara pengekspor penting dalam perdagangan biji kakao.
Sedangkan untuk produk olahan kakao, seperti disinggung sebelumnya, ekspor
Indonesia belum menunjukkan perkembangan. Perdagangan luar negeri
komoditi/produk tersebut sejalan dengan kebijakan di bidang perdagangan luar
negeri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Luas
perkebunan tersebut meningkat menjadi 1.432.558 Ha pada tahun 2009. Secara
rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga
tahun 2009 adalah sebesar 8 persen.
Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri
dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Tujuan utama dari kebijakan ekspor
adalah meningkatkan ekspor, dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik
telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan impor ada dua, yakni (1)
mengurangi impor, dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi
kebutuhan pasar atau (2) menambah impor, jika produksi dalam negeri tidak bisa
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Potensi pengembangan produk olahan kakao, pemerintah juga telah mengeluarkan
serangkaian kebijakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena
itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk
mengekspor produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia
hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara
produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai,
seperti Malaysia. Pengaruh persaingan /daya saing
didasarkan pada perubahan pangsa pasar negara pengekspor yang dianalisis (Indonesia)
di pasar negara tertentu untuk suatu komoditas tertentu hanya dapat berlangsung
selama waktu analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif komoditas
negara pengekspor Indonesia. Pengembangan daya saing
diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao
Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar.
Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya
produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu.(Berbagai
sumber media terkait, data -data diolah F. Hero K. Purba)