

Biji kakao maupun produk olahan
kakao merupakan komoditi/produk yang diperdagangkan secara internasional.
Indonesia termasuk negara pengekspor penting dalam perdagangan biji kakao.
Sedangkan untuk produk olahan kakao, seperti disinggung sebelumnya, ekspor
Indonesia belum menunjukkan perkembangan. Perdagangan luar negeri
komoditi/produk tersebut sejalan dengan kebijakan di bidang perdagangan luar
negeri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Luas
perkebunan tersebut meningkat menjadi 1.432.558 Ha pada tahun 2009. Secara
rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga
tahun 2009 adalah sebesar 8 persen.
Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri
dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Tujuan utama dari kebijakan ekspor
adalah meningkatkan ekspor, dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik
telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan impor ada dua, yakni (1)
mengurangi impor, dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi
kebutuhan pasar atau (2) menambah impor, jika produksi dalam negeri tidak bisa
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Potensi pengembangan produk olahan kakao, pemerintah juga telah mengeluarkan
serangkaian kebijakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena
itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk
mengekspor produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia
hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara
produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai,
seperti Malaysia. Pengaruh persaingan /daya saing
didasarkan pada perubahan pangsa pasar negara pengekspor yang dianalisis (Indonesia)
di pasar negara tertentu untuk suatu komoditas tertentu hanya dapat berlangsung
selama waktu analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif komoditas
negara pengekspor Indonesia. Pengembangan daya saing
diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao
Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar.
Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya
produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu.(Berbagai
sumber media terkait, data -data diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment