Menurunya harga karet pada Mei 2013 memang sangat merugikan petani, karena harga
karet yang biasanya Rp15.000 sampai Rp20.000 per kilogram, sekarang turun
menjadi Rp7.000 per kilogram. Dengan turunnya permintaan dunia, dipastikan para
eksportir karet akan menurunkan volume pembelian karet pada tingkat petani. Menurut data ekspor karet alam Indonesia ke AS pada
kwartal I (Januari--April) 2012 mencapai hampir 177.000 ton senilai 628,586
juta dolar AS.Sementara produksi karet mentah dunia hanya mampu
memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada tahun 2010 naik dibandingkan dengan
tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton karet alam atau minus sekitar 445.000
ton. Harga karet di pasar dunia tersebut dipengaruhi oleh tingginya permintaan
terhadap komoditas tersebut dari negara-negara yang mengalami pertumbuhan
ekonomi yang pesat seperti China, India, dan Asia Pasifik. Menurut data Badan
Pusat Statistik bahwa untuk luas areal karet Indonesia sebagai yang terbesar di
dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti Thailand seluas 2,6 juta hektar dan
Malaysia 1,02 juta hektar. Meski memiliki lahan terluas, produksi karet
Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di bawah produksi Thailand yang
mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi karet Malaysia mencapai 951 ribu ton.
Untuk mutu bahan olah karet rakyat (bokar) sangat menentukan daya saing karet
alam Indonesia di pasar International. Vietnam telah meningkatkan total volume ekspor ke 988.000 ton,
hasil dari revisi
naik produksi negara untuk
955.000 ton pada
tahun 2012. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan
pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering Karet
(KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus
dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir.
Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan
karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah
Thailand yang sebesar 3,25 juta ton.
Menurut data Gabungan Perusahaan Karet
Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan
hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai
11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000
ton. Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan
terganggunya produksi karet di beberapa negara seperti Australia, hujan deras
yang disebabkan oleh lamina yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut
telah mengganggu proses penyadapan karet. Kemudian di Thailand asosiasi natural
rubber producing countries di Thailand memperkirakan produk karet alam pada
musim dingin yang berlangsung mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya
produk karet hingga 50 persen. Dengan adanya asumsi tersebut, dipastikan
Indonesia berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil produk Indonesia ke
luar negeri/ekspor dan tentunya dengan catatan untuk produk karet Indonesia
agar lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010 ekspor karet Indonesia sebesar 1,9
juta ton. Diperkirakan untuk targetnya tahun ini ekspor karet bisa naik hingga
10%. Tahun ini, realisasi produksi karet alam Indonesia mencapai 3,04 juta ton
dari target 2,90 juta ton. Tahun depan, target produksi karet Indonesia akan
diturunkan menjadi 2,77 juta ton. Selain demi menjaga harga, penurunan target produksi ini merupakan komitmen Indonesia dengan dua
produsen karet terbesar lainnya yakni Thailand dan Malaysia. Ketiga negara ini
tergabung di dalam Internasional Tripartite Rubber
Council (ITRC). Impor karet
alam dengan India merosot 35,63 persen pada Desember
menjadi 13.611 ton. Konsumsi turun 1,3
persen menjadi 78.000 ton sementara produksi naik
3,0 persen menjadi 110.000
ton selama periode
yang sama. Menurut data bahwa
Indonesia, output karet alam negara
terlihat meningkat sebesar tujuh persen pada tahun
2013 untuk 3,2 juta ton karena
hasil yang lebih tinggi. Menerapkan mutu bahan olahan karet (bokar) yang
baik akan terjamin permintaan pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik
dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang
tinggi. Upaya untuk perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak penanganan
lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir. Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan perlu
didasarkan pada perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang lebih jelas
serta mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan tantangan saat ini
dan ke depan. (Sumber data BPS, media terkait, data diolah F. Hero
K. Purba)
No comments:
Post a Comment