Memenuhi kebutuhan bagi petani khususnya dan masyarakat pada umumnya rencana
pembangunan mesti bijak, baik dan
benar sehingga dapat mengoptimalkan potensi dan meminimalkan resiko yang ada
untuk mewujudkan perikehidupan masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi
peningkatan produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju
peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Begitu juga halnya
dengan kenaikan harga kedelai pada saat ini, diperlukan solusi jangka panjang
dan tidak hanya instant untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri dan
tidak hanya ketergantungan akan impor. Sebagai salah satu contoh dimana
produksi kedelai nasional tampak mengalami kemunduran yang sangat
memprihatinkan. Sejak tahun 2000, kondisi tersebut semakin parah, dimana impor
kedelai semakin besar. (Sources media terkait dan artikel, data diolah F. Hero
K. Purba).
Ketahanan pangan dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan pangan dan kebutuhan
pokok masyarakat. Sebagai artian bahwa menyediakan ini tidak sama dengan memproduksi
bahan pangan sebagaimana yang dimaksudkan dalam kedaulatan pangan. Kenyataannya kita tidak merasa percaya
sebagai negara agraris yang mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan
bagi sebagian besar penduduknya tetapi pengimpor pangan yang cukup besar. Hal
ini akan menjadi hambatan dalam pembangunan dan menjadi tantangan yang lebih
besar dalam mewujudkan kemandirian pangan bagi bangsa Indonesia. Dalam hal ini
perlu peningkatkan sistem produktivitas yang lebih baik lagi serta menerapkan
kebijaksanaan dalam Management Stock Pangan. Dalam krisis pangan dunia ada dua
hal yang perlu dilakukan secara simultan, dimana, kita harus keluar dari dua
jebakan anomali kebijakan yang dapat membekukan kinerja pertanian dalam jangka
panjang. Diversifikasi pangan sudah sering digaungkan tetapi penerapan dan
implimentasi kebijakan ke depan yang perlu dipikirkan rencananya. Diversifikasi
pangan secara program telah ada sejak 1970-an, tetapi aksinya adalah upaya
untuk mengindustrialisasikan dan menyediakan aneka ragam produk pangan. Sering
dengan peningkatan infrastruktur fisik pertanian terutama irigasi, sistem
transportasi, telekomunikasi dan energi di desa; pengembangan kelembagaan
agribisnis termasuk dukungan pemerintah hingga level teknis dan penguatan
jejaring usaha; rekonstruksi. Hal ini merupakan suatu hal yang harus disingkapi
dengan seksama dan gerakan yang membumi dalam pelaksanaannya. Eksplorasi dalam potensi genetik aneka ragam tanaman yang masih belum
optimal tampak pada kesenjangan hasil petani dan hasil produktivitas di luar
negeri atau hasil dalam penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah
mengalami kemajuan yang cukup berarti dalam menciptakan berbagai varietas
unggul berpotensi produksi tinggi.
Perlu diperhatikan dengan rendahnya penerapan dalam teknologi
budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil
penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini
disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang
kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya
sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Begitu juga halnya seperti penggunaan pupuk
yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal
diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem
pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Gerakan kemandirian
dalam program pangan berkelanjutan harus lebih diperhatikan kembali, dengan apa
yanga kan dicita-cita dalam kembali terwujud di negara kaya seperti Indonesia
dalam pencapaian swasembada berkelanjutan.