Persaingan
pemasaran internasional untuk jumlah produksi jeruk nasional yang rendah
sehingga peredaran jeruk impor bertaburan di tanah air, tetapi karena
ketersediaan jeruk bermutu yang sedikit dari sentra yang terpencar dengan skala
kecil mengakibatkan jeruk nasional kalah dalam persaingan. Berdasarkan data BPS
akhir 2011 menunjukan produksi jeruk dalam negeri 454,83 ribu ton dan konsumsi
masyarakat 178,68 ribu ton. Namun, selama itu, Indonesia masih melakukan impor
sebesar 49,61 ribu ton jeruk. Dengan pola konsumsi konsumen terhadap produk
buah jeruk segar bisa beragam, seperti konsumen di kota Banjarmasin yang lebih
menyenangi buah yang berukuran kecil dari kelas buah D, dibandingkan yang
berasal dari kelas A atau B. Buah jeruk Siam Banjar yang berukuran kecil
ternyata mempunyai rasa yang lebih manis, jumlah biji cenderung sedikit dan
bagian yang bisa dimakan lebih banyak. Dalam masyarakat seharusnya lebih
memilih jeruk lokal daripada impor, pasalnya jeruk lokal ini sudah pasti lebih
segar dibandingkan dengan jeruk impor yang telah dipanen beberapa bulan lalu di
negara asalnya. (Sources: Data BPS, Media Horti, Data diolah F. Hero K.
Purba).
Jeruk
(Citrus Sp) merupakan
salah satu komoditas yang telah lama dikenal dan dikembangkan di Indonesia,
dengan rasa yang khas sebagai salah satu tanaman yang diminati masyarakat luas.
Selain harga yang terjangkau, jeruk juga memiliki kandungan gizi dan sumber
kalori. Perkembangan teknologi telah membawa komoditas jeruk menjadi komoditas
bisnis yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para pelaku yang terlibat
didalamnya. Untuk daerah-daerah penghasil jeruk terbesar di Indonesia (diatas 50 ribu ton per
tahun) berturut-turut antara lain adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Riau,
Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Masa panen jeruk lokal dimulai pada bulan
Januari-Pebruari, meningkat pada bulan Maret-April, dan mencapai puncak panen
pada bulan Mei-Juli. Kemudian menurun pada bulan Agustus-September dan mencapai
titik terendah pada bulan Oktober. Sedangkan pada bulan Nopember dan Desember
terjadi kekosongan pasokan jeruk lokal dari seluruh propinsi penghasil jeruk di
Indonesia.
Untuk pasokan itu memang masih sangat sedikit dibanding devisa yang keluar
untuk mendatangkan jeruk. Pada 2007 tercatat kedatangan 118.808 ton jeruk
senilai U$83,16-juta setara Rp831,6-miliar. Sejumlah 80% jeruk itu berasal dari
China.
Pengiriman tertinggi dari negara Tirai Bambu itu berlangsung pada Januari –
Maret dengan volume di atas 10.000 ton. Sisanya dipasok 16 negara lain seperti Thailand, Argentina,
Pakistan, dan Australia.
Produksi
jeruk terbesar didominasi jeruk Siam.
Produksi jenis jenis jeruk yang lain seperti jeruk Keprok, Pamelo (Besar), Manis
dan lain lainnya jauh dibawah jeruk Siam. Beberapa sentra produksi
jeruk yang saat ini dikenal sebagai sentra jeruk Siam dan Keprok antara lain
Kabupaten Karo, Sambas, Garut, Barito Kuala, Tulang Bawang, Jember, Mamuju
Utara, Timor Tengah Selatan/TTS. Sentra jeruk pamelo (besar) yang dikenal
adalah Kabupaten Magetan, Pangkep dan Sumedang, sedangkan untuk jeruk manis
adalah Kabupaten Malang, Pacitan dan Pasuruan. Pengembangan komoditas jeruk
menyebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Sifat tanaman jeruk yang relatif cepat berbuah, produksi dan produktivitas yang
cukup tinggi, daya adaptasi yang luas, serapan pasar yang cukup tinggi serta
dukungan informasi dan teknologi perjerukan yang lebih maju merupakan beberapa
pertimbangan para petani maupun pekebun buah untuk memilih jeruk sebagai
tanaman yang diusahakan. Pengembangan jeruk menyebar dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Di dataran rendah hingga 700 m dpl, jeruk yang sesuai adalah jeruk Siam
(Citrus sinensis) dan jeruk besar atau pamelo (Citrus maxima). Di
dataran tinggi diatas 700 m dpl, jeruk Keprok (Citrus reticulata) lebih sesuai
daripada jeruk Siam. Jeruk Keprok merupakan salah satu jeruk harapan yang
nantinya mampu menggantikan pasar jeruk-jeruk impor (substitusi jeruk impor),
seperti jeruk Keprok varietas Grabag, Tawangmangu, Batu 55, Garut, SoE, serta
varietas introduksi seperti Jeruk Freemont, Sunkist dan Chokun. Jeruk di Indonesia sebagian besar
diusahakan petani pada lahan-lahan sempit/pekarangan dengan luasan rata-rata
kurang dari 1 ha per petani. Pada kurun waktu 5-6 tahun terakhir, beberapa
petani di sentra-sentra produksi jeruk telah berkelompok dengan luasan mencapai
50 Ha. Kelompok-kelompok tersebut selanjutnya telah berkembang
menjadi sebuah kawasan dengan luas mencapai 500 Ha. Namun demikian,
pengembangan kawasan semacam ini masih sangat terbatas pada beberapa kabupaten
sentra. Pola panen tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan jeruk lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, sehingga membuka
peluang masuknya jeruk-jeruk impor. Disamping masalah musim, masalah lain yang
terjadi pada komoditas jeruk adalah masalah pendistribusian hasil panen,
khususnya pada saat panen raya. Hingga saat ini, distribusi antar propinsi
akibat infrastruktur kurang mendukung dan sarana transportasi antar pulau
(antar Propinsi/Kabupaten) jauh dari memadai, menyebabkan nilai jual kepada
konsumen akhir cukup tinggi sehingga sulit bersaing dengan jeruk impor.
No comments:
Post a Comment