Tuesday, January 10, 2017

Pengembangan Komoditi Cabai/Cabe Tantangan dan Peluang




Untuk disparitas harga cabe antar wilayah pada bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Agustus 2012 cukup tinggi dengan koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 33%. Konsumen pembeli Cabe saat ini banyak beralih membeli cabe impor karena harga cabe lokal masih sangat tinggi selain itu rasanya pun tak kalah pedas, dibanding cabe lokal. Banyaknya pasokan cabe impor dikeluhkan pedagang yang biasa menjual cabai lokal. Masuknya cabe impor ke dikhawatirkan di Indonesia pasaran cabe lokal dan ini sangat merugikan pedagang cabai lokal maupun para petani.
Berdasarkan survey  tahun 2011 dengan produksi cabai mencapai 1,3-1,9 juta ton/ tahun membuat Indonesia menjadi negara ke-Empat penghasil cabai terbesar di Dunia. Berikut tabel 6 besar negara penghasil cabai terbesar di Dunia. Untuk peringkat pertama dunia produksi Cabai negara China dengan jumlah produksi 13.189.303 ton/tahun, ke 2 Mexico dengan jumlah produksi 2.335.560 ton/tahun, ke 3 Turki dengan jumlah produksi 1.986.700 ton/tahun dan yang ke 4 Indonesia dengan jumlah produksi 1.332.360 ton/tahun. Produksi cabai Indonesia menempati posisi ke-empat tetap saja tidak dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional karena produksi yang masih tergolong rendah kalah telak dari China yang mencapat lebih dari 13,18 juta ton/ tahun dan memang karena jumlah penduduk yang tinggi mengakibatkan permintaan akan cabai juga sangat besar. Dengan jumah permintaan cabai mencapau 1,12 juta ton/ tahun membuat Indonesia melakukan impor cabai segar terutama dari Vietnam.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,5 persen pada Mei 2015. Cabai merah menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar yakni 0,1 persen.Beberapa langkah yang dilakukan oleh para petani juga pedagang mengatasi rendahnya cabai merah belum ada solusinya karena cabai merah tidak tahan lama, kurang dari sepekan kualitas sudah berubah menunggu dua pekan membusuk paling dimanfaatkan oleh pedagang bumbu sebagai bahan cabai merah kering. Harga cabai merah sebelumnya sempat dikeluhkan oelh konsumen karena para pedagang menjual dengan harga sekitar Rp 65 ribu-Rp 70 ribu per kg bahkan sampai Rp. 100 ribu. Kenaikan harga cabai merah ketika itu disebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) naik. (Sources data media terkait, data diolah F. Hero K. Purba). Sebagai contoh Cabe bubuk merupakan olahan lanjut dari cabe merah kering. Pada jenis olahan ini, setelah kering cabe selanjutnya mengalami proses penggilingan hingga menjadi bubuk cabe. Bubuk cabe banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industry macaroni, bihun, industry mie instant dan ikan kaleng, mie, kecap, kerupk, emping, bumbu masak, pati, dan industry pelumatan buah-buahan serta sayuran. Bubuk cabai merah dibuat dari cabai merah yang telah dikeringkan.
Pasar-pasar tradisional di Jakarta membutuhkan cabe merah setiap harinya sebanyak 75 ton, dan di pasar tradisional Bandung membutuhkan 32 ton per hari, yang semuanya berasal dari Brebes. Dalam usahatani komoditi cabe merah pada akhirnya untuk memperoleh pendapatan dan tingkat keuntungan yang layak dari usahataninya. Kegairahan petani untuk meningkatkan kualitas produksinya akan terjadi selama harga produk berada di atas biaya produksi. Komoditi cabai merah selain harga juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Untuk pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan sebagai usaha agribisnis yang memiliki prospek. (sumber: data terkait media, data diolah F. Hero K. Purba)