Thursday, August 3, 2017

Pelestarian Alam Mangrove /Bakau Pulau Sikka Alor antara Alam Natural dibandingkan Ilmu Pengetahuan pengembangan Pahlawan Tanaman Mangrove



Pada tahun 2007 Bapak Ones telah  aktif menanam tanaman bakau di Pulau Sika, pulau yang tidak memiliki penghuni di daerah timur laut Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Pertemuan  kami  dengan Bapak Onesimus Laa (54 tahun)  dirumahnya didaerah pesisir Pantai dekat dengan Bandara Udara Mali Pulau Alor. Kami melakukan perjalannan dengan mengendarai motor ke pantai untuk  melanjutkan perjalanan  dengan menaikan kapal motor ke tengah laut dekat Pulau Sikka. Seketika itu pada sore hari Bapak Ones mematikan mesin kapal kayunya setelah lima belas menit kami didekat perairan pulau sikka dan memanggil-manggil nama “Mawar”/ Dugong  untuk datang "Datang sini, ini ada tamu datang". Mawar datanglah. Kemudian  berapa lama muncul makhluk laut yang meliukan tubuhnya mengikuti gelombang. Kulitnya tampak licin berwarna abu-abu pucat. Liuk terakhir makhluk itu memperlihatkan ekornya yang besar, berukuran sekitar satu meter. Duyung ini yang memiliki nama ilmiah Dugong dugon. Bapak Ones yang bisa disebut sebagai pawang dugong tak lantas menjadikan dugong sebagai obyek wisata. One memperlakukan dugong layaknya rekan dengan mengikuti dasar yang memikirkan keberlanjutan dugong tersebut. 

Bapak Ones pertama kali bertemu dia duyung dugong  pada tahun 2009. Pertama saya pergi dengan kapal dia ikuti saya. Pulang dari laut dia antar saya, ada sekitar empat kali," cerita One. Dengan kepercayaan bahwa Bapak Ones percaya pertemuannya dengan dugong diawali oleh niatnya yang ingin menjaga lingkungan. Pulau Sika seluas 53,683 hektar ini juga menyimpan potensi sebagai rumah bagi mangrove atau bakau. Ketika kita berjalan mengitari pulau ini akan terlihat semacam sabuk hijau di pantai. Sabuk hijau ini adalah kumpulan dari anakan mangrove yang mulai tumbuh secara rapat. Anakan mangrove yang ditanam umumnya dari jenis Rhizopora. Ekosistem mangrove ini tidak tumbuh secara alami, namun hasil dari upaya penanaman yang diinisiasi oleh para penggiat lingkungan yang ada di Kabupaten Alor. Salah satunya adalah Bapak Onesimus Laa.
Hidup didalam melestarikan alam kawasan mangrove atau bakau merupakan jidup mencintai alam. Kita dapat belajar terhadap alam dan pelestariaannya, sehingga nikmat karunia kekayaan dari alam itu bisa kita jaga dan lestarikan dari karya pemberian Tuhan dan tidak kita rusak. Apapun jenis pekerjaan kita, lakukanlah itu untuk kemulian Tuhan dan menjadi berkat bagi sesame, itulah yang dapat kita petik dalam hal ini. (Sources: data sumber lainnya, data survey lapang dan wawancara dan cerita Bapak Ones, data diolah F.HeroK. Purba)




Potensi Pulau Alor dalam Pengembangan Komoditi dan Desa Agrowisata Ecotourism



Ibukota dari Kabupaten Alor, Kalabahi dikenal dengan sebutan Kota Kenari karena menghasilkan kenari dengan kualitas baik. Kenari dapat dengan mudah dibeli di pasar tradisional Kalabahi. Pengembangan perkebunan di Kabupaten Alor untuk komoditi kakao, kopi dan jambu mete merupakan komoditas sosial, artinya usaha perkebunan tersebut hampir 100% diusahakan secara perkebunan rakyat. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) tanaman tersebut memiliki potensi besar sebagai pemasok kebutuhan baku baik untuk pasar domestik maupun global. Pengembangan tanaman perkebunan dapat dilakukan dengan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan. Kegiatan pendampingan kawasan perkebunan telah dilakukan di Kabupaten Sikka, Ende, Ngada, Manggarai Timur dan Kabupaten Alor.




Menikmati keindahan pulau alor dan keluar dari penginapan Hotel Pulau Alor. Perjalanan ke Desa Adat ini memakan waktu sekitar 30 menit dari Kalabahi. Setelah mobil yang membawa kami berhenti, menandakan kami tiba di tempat tujuan, kami melanjutkan dengan berjalan kaki dan menaiki beberapa anak tangga sebelum benar-benar mencapai pemukiman suku Abui, suku yang mendiami Desa Adat Takpala, yang berarti orang gunung, karena memang Desa Adat ini berada di ketinggian. Sesampai di anak tangga terakhir kami menjumpai tempat tinggal mereka yang berbetuk limas dan beratapkan Ilalang. Ada pula bangunan yang bertingkat dimana bagian bawah merupakan tempat terbuka berisikan peralatan masak dan ruang kosong beralaskan tikar tempat mereka melakukan kegiatan sehari-hari, kemudian terlihat ada tangga menuju ke bagian atas bangunan, tempat menyimpan persediaan makanan dan tinggal. Mungkin karena itulah rumah Desa Takpala disebut juga sebagai Rumah Gudang. Di Desa Takpala terdapat dua rumah simbol utama yang menghadap ke tengah lapangan dimana terdapat tumpukan batu berbentuk lingkaran, yang di sebut Mesbah. Biasanya lapangan ini dipakai saat melakukan tarian Lego-lego, tarian yang dilakukan dengan membetuk lingkaran di sekitar Mesbah sambil berpegangan tangan dan menari mengikuti irama lagu dan bergerak dalam lingkaran. ulau Alor juga memiliki segudang keunikan alam dan budaya. Pulau ini dijuluki Pulau Seribu Moko. Julukan Pulau Seribu Moko karena masyarakat penghuni Pulau Alor memiliki budaya unik, yakni merawat ribuan gendang perunggu (moko) yang menjadi pusaka sekaligus mahar perkawinan adat setempat yang memiliki filosofi bagi masyarakat Alor beserta berbagai kearifan lokal Alor. Pulau Alor juga memiliki banyak sekali bahasa daerah (Bahasa Suku), hingga kini ada lebih dari 40 bahasa. Kain tenun dengan ragam corak dengan pewarna alami merupakan nilai luar biasa yang dimiliki Alor. Alor tidak saja memiliki keragaman budaya setiap suku, namun memiliki kekayaan luar biasa soal kerukunan beragama sehingga Alor memiliki salah satu Alquran tertua (1519) di Indonesia dan tersimpan di museum Alor. Destinasi wisata Pulau Alor ini juga sudah terpilih sebagai wisata bahwa laut terpopuler dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia 2016. Berbagai sumber terkait, hasil kunjungan, data diolah F Hero Purba)