Monday, November 25, 2013

Potensi Persaingan Buah Indonesia dalam Kompetisi Pasar Global



Komoditas buah-buahan unggulan Inonesia yang punya pasar di luar negeri di antaranya manggis, mangga, melon dan semangka yang saat ini tinggi permintaan dari sejumlah negara, di antaranya melon dan semangka ke Malaysia, Singapura dan Hongkong. Kini eksportir asing tidak sungkan lagi berdagang secara konsinyasi dengan para importir dalam negeri. Berdasarkan data tahun 2010, konsumsi buah masyarakat Indonesia hanya 32kg per kapita per tahun, padahal Food and Agriculture Organization (FAO) memberi batas konsumsi minimal 65,75 kg per kapita per tahun. Persaingan pedagang buah nusantara dengan eksportir asing, khususnya dari Cina, kian ketat. Jumlah konsumsi buah masyarakat Buah tropis Indonesia itu cukup berbeda karena memiliki rasa serta ragam yang banyak. Indonesia masih kurang dari setengah jumlah yang direkomendasikan FAO.Impor buah-buahan dan sayuran melonjak 70 persen menjadi US$ 1,6 miliar selama fiskal tahun lalu yang berakhir pada Maret 2012. Buah-buahan impor telah meningkat 25% selama beberapa tahun terakhir ini. Saat ini pemerintah Indonesia melarang sementara importasi 13 produk holtikultura untuk periode Januari hingga Juni 2013. Menurut perkiraan industri dan diharapkan tahun ini menjadi dua kali lipat menjadi US$ 464 juta yang berakhir pada 31 Maret. Impor  buah  Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini meningkat sangat pesat.  Hal ini mengindikasikan, bahwa daya beli masyarakat Indonesia semakin meningkat, produsen dalam negeri tetap belum mampu menghasilkan buah bermutu prima paling tidak dalam penampilannya guna memenuhi permintaan konsumen menengah-ke atas,  dan Indonesia telah  menjadi pasar potensial bagi produk buah luar negeri. Produksi buah di Indonesia pada tahun sebesar 18,65 juta ton;  sedangkan untuk jeruk sekitar 2,13 juta ton atau sekitar terhadap produksi buah nasional.  Pada tahun 2009, Indonesia mengimpor buah sebanyak 601.927 ton, dan diantaranya  sebanyak 209.615 ton adalah buah jeruk   atau hampir mencapai  35% dari  impor buah jeruk  setara dengan 10 % dari total produksi buah nasional. Konsumsi buah per kapita pada tahun 2008 sebanyak 31,93 kg/kapita/tahun sedangkan untuk jeruk 3,59 kg/kapita/tahun, di mana di Amerika untuk jeruk sebesar 60 Kg/kapita/tahun. (Data Litbang Kementan, data media, data diolah F. Hero K. Purba).
Adanya kebijakan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 60 Tahun 2012 tentang ketentuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Pada 2012, Kemendag menetapkan 113 importir terdaftar (IT). Dari perusahaan yang meraih IT, sebanyak 76 perusahaan mendaftarkan 1.319 RIPH ke Kemtan. Selama dua bulan terakhir, yakni November dan Desember tahun lalu, Kementerian Pertanian menetapkan RIPH seberat 259.449 ton setara 10.810 kontainer. Pemerintah, per Januari-Juni 2013, mengatur impor sejumah produk hortikultura. Tiga buah impor yakni durian, pisang dan nanas dilarang masuk ke tanah air, sementara sejumlah produk hortikultura yang diatur volume impornya adalah melon, mangga, pepaya, kentang, kubis, wortel, cabai, bunga anggrek, bunga krisan, dan bunga heliconia.
Untuk produk buah-buahan lokal sebenarnya memiliki banyak keunggulan dibanding produk impor, seperti mangga gedong gincu, Pisang Kirana Lumajang, Jeruk Pontianak, Jeruk Medan, Jeruk Soe, Duku Palembang dan lain sebagainnya.asyarakat saat ini cenderung lebih menyukai produk pangan impor, termasuk buah dan sayuran. Membeli bahan pangan impor di supermarket atau mall sudah menjadi gaya hidup di kehidupan masyarakat. Apabila kita  melihat harga pasar untuk harga anggur merah naik dari Rp 40 ribu menjadi Rp 85 ribu per kilogram. Lalu harga buah pir shiangli dari Rp 20 ribu kini menjadi Rp 35 ribu per kilogram. Sedangkan harga apel fuji melejit dari Rp 12 ribu menjadi Rp 25 ribu per kilogram. Diharapkan nantinya Indonesia dapat mengalahkan Thailand dan China dalam penguasaan pasar buah internasional apabila pemerintah memberi dukungan penuh terhadap perang buah impor melalui kebijakan regulasi maupun anggaran APBN. Kesinergian semua pihak terkait dengan willingness / kemauan semua pihak yang benar-benar mendukung pengembangan agribisnis hortikultura khususnya buah menjadi suatu catatan penting, dan tidak hanya sebagai wacana, tetapi implementasi ke depan lebih baik dalam pengembangan buah nasional.

Thursday, November 21, 2013

Pengembangan Peternakan Bebek Potong dalam Potensi Usaha Agribisnis



Peluang usaha yang dilakukan oleh resto beberapa restoran dan cafe yang langsung mengusung brandnya dengan nama bebek seperti Bukan Bebek Biasa, Bebek Garang, Bebek Goreng Haji Slamet, dan lainnya. Mereka menawarkan bebek sebagai menu utamanya, entah itu bebek goreng, bebek bakar sampai bebek penyet. Potensi peluang dalam bidang kuliner seperti Bebek Slamet, Resto yang menyajikan renyahnya dalam aneka kuliner Bebek Goreng dan aneka pilihan lainnya. Banyak rumah makan yang menyajikan makanan dengan bahan dasar bebek, dan ternyata sangat disukai oleh sebagian besar orang. Akibatnya saat ini harga kuliner yang berbahan dasar bebek menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan yang berbahan baku dasar ayam. Tentunya dalam hal ini usaha peternakan bebek pedaging /potong dan petelur yang dilakukan dengan sistem intensif dan terpadu, dikarenakan mahalnya harga pakan ternak bebek. Sistem peternakan bebek pedaging dan petelur sebagian besar dilakukan dengan cara tradisional dengan cara di’angon’ pada daerah daerah yang sedang mengalami panen padi, dimana tersedia sumber pakan gratis yang melimpah. Sayangnya masa panen padi ini terbatas, hanya sekitar 3 bulan. Untuk di luar masa panen para petani bebek akan mengurangi jumlah bebek yang di peliharanya. (Berbagai sumber artikel pemanfaatan bebek pedaging potong, artikel media, majalah, data diolah F. Hero K. Purba). Dalam peluang usaha dan potensi bebek potong sebenarnya pangsa pasar bebek bukan hanya pada telurnya saja,tetapi saat ini permintaan akan daging bebek potong juga semakin meningkat seiring dengan menjamurnya restoran dan warung makan yang menjual menu bebek potong sebagai menu khasnya.Tak ayal dengan keadaan seperti ini permintaan akan bebek potong juga ikut terangkat naik,apalagi daging bebek memiliki cita rasa yang unik dan khas.
Untuk pemeliharaan bebek potong, peternak sebaiknya memelihara bebek jantan. Kenapa? Hal ini dimaksudkan karena bebek jantan memiliki berbagai keunggulan dan keuntungan apabila ditinjau dari segi ekonomi. Harga bibit bebek jantan lebih murah dibanding dengan harga bibit bebek betina, lalu dari segi pemeliharaan pun pertumbuhan bebek jantan lebih baik daripada bebek betina sehingga dalam waktu yang relatif tidak lama antara 2-3 bulan berat badan bebek bisa mencapai tidak kurang dari 1,5 kg. Dalam hal ini adalah berat yang biasa dibutuhkan oleh konsumen. Selain berat juga dikarena pada umur yang muda menghasilkan daging yang lebih empuk, gurih dan nilai gizi yang lebih tinggi. Dalam hal peternakan bebek potong, untuk ramuan bebek yang berumur 20 hari, rata – rata peternak bebek potong menggunakan nasi aking, tepung bulu, dan pakan jadi (buatan pabrik) yang kemudian dicampur menjadi satu tentu saja dengan takaran yang sesuai. Dengan pakan tersebut, rata – rata peternak ketika waktu panen mampu menghasilkan bobot bebek yang sesuai dengan permintaan pasar.
Untuk resto dan kuliner permintaan terhadap daging bebek semakin meningkat, ini bisa kita lihat dengan semakin merebaknya restoran dan rumah makan yang secara khusus menawarkan sajian daging bebek, dengan aneka pilihan menu. Melihat potensi yang ada maka bisnis budidaya bebek potong dapat dijadikan pilihan didalam melakukan usaha. Bila kita melihat usaha kuliner bebek potong, selain dalam hal itu bebek juga punya aroma daging yang khas. Kebanyakan masalah saat mengolah bebek adalah timbulnya bau amis yang tidak bisa hilang sekalipun daging telah masak. Untuk mengurangi aroma anyir, daging bebek bisa direndam dalam larutan jeruk nipis atau cuka. Ketika memasaknya, campurkanlah bumbu penambah aroma seperti sereh, daun salam, daun jeruk, atau lengkuas. Bau amis bebek juga bisa dihilangkan dgn cara merebusnya bersama tumisan kunyit dan jahe.
Menurut data bahwa di negeri China, Indonesia kalah jauh. Indonesia hanya memproduksi 25.800 ton. Dalam hal ini pun masih kalah dari Malaysia yang sudah memproduksi sebanyak 107.900 ton. Di bawah Indonesia adalah Bangladesh, dengan produksi sebanyak 23.000 ton. Sedangkan negara Asia lain seperti India, Korea Selatan, Myanmar, Thailand, dan Vietnam, secara berturut-turut memproduksi sebanyak 46.200 ton, 55.000 ton, 81.000 ton, 77.400 ton, dan 80.600 ton. Di Indonesia, umumnya warung-warung makan yang menyediakan menu utama bebek, dengan berat karkas 1 kg, yang biasanya lebih didominasi oleh bebek afkir. Sementara restoran-restoran bebek ternama yang ada di Indonesia menggunakan daging bebek yang sudah berkualitas, baik dari segi breed maupun dari aspek manajemen pemeliharaan sampai proses pemotongannya. Pada dasarnya peluang potensi pengembangan bebek potong ini sangat menjanjikan dan merupakan peluang usaha bagi peternak dengan pangsa pasar yang potensial.

Tuesday, November 12, 2013

Potensi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia dalam Prospek Peluang Usaha



Trend peluang pasar dari Essential Oil (Minyak atsiri) untuk perdagangan internasional yang cenderung meningkat ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk melirik daerah-daerah yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Usaha produksi minyak atsiri di Indonesia dalam bentuk industri skala kecil dan menengah yang berpotensi meningkatkan devisa bagi Indonesia. Ekspor komoditi minyak atsiri Indonesia ke pasaran Swiss untuk tahun 2009, meskipun dari segi volume mengalami peningkatan, namun akibat penurunan harga yang sangat signifikans, maka nilainya juga mengalami penurunan yang signifikans, dibandingkan dengan tahun 2008. Posisi Indonesia di peringkat 12, masih kalah dengan peringkat Thailand yang berada di posisi 10. Nilai ekspor minyak atsiri Thailand hampir dua kali lipat dibandingkan dengan nilai ekspor Indonesia. Dari segi volume, volume ekspor minyak atsiri Thailand juga hampir tiga kali lipat volume ekspor minyak atsiri Indonesia. Selama ini perkembangan minyak atsiri di Indonesia hanya berkisar antara pulau Sumatera dan Jawa, sedangkan untuk daerah seperti Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Jayapura belum memiliki sentra industri kecil penyulingan minyak atsiri. Untuk daerah NTT sudah masuk dalam pengembangan minyak atsiri jenis nilam.Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor minyak atsiri pada tahun 2011 sebesar US$ 135.362.814. Nilai ini melonjak 32,26% dibandingkan nilai ekspor tiga bulan pertama tahun lalu yang hanya mencapai US$ 102.348.956.Dengan terbukanya pasar global masih terbuka kesempatan didalam mengembangkan produksi minyak atsiri di Indonesia.
Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan dipasar dunia. Dari jumlah tersebut, 13 jenis telah memasuki pasar atsiri dunia, yaitu nilam, serai wangi, cengkih, jahe, pala, lada, kayu manis, cendana, melati, akar wangi, kenanga, kayu putih, dan kemukus. Di Indonesia secara umum tanaman sereh dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: sereh Lemon atau sereh bumbu (Cymbopogon citratus) dan sereh Wangi atau sereh sitronella (Cymbopogon nardus). Umumnya kita tidak membedakan nama sereh wangi dan sereh Lemon, meskipun kedua jenis ini mudah dibedakan. Sereh Wangi di Indonesia ada 2 jenis yaitu jenis mahapengiri dan jenis lenabatu. Maha pengiri dapat dikenal dari bentuk daunnya lebih pendek dan lebih luas daripada daun lenabatu. Dengan destilasi jenis ini memberikan hasil minyak yang lebih tinggi dari pada lenabatu, juga kwalitasnya lebih baik, artinya kandungan geraniol dan sitronellelal lebih tinggi dari pada lenabatu. Demikian pula, mahapengiri memerlukan tanah yang lebih subur, hujan yang lebih banyak, pemeliharaan yang lebih baik dari pada lenabatu. Untuk Pertama kali di Eropa mengenai minyak sereh ditulis oleh Nicolaus Grimm, yaitu seorang tabib tentara yang belajar obat-obatan di Colombo pada akhir abad 17. Grimm menamakan rumput yang menghasilkan minyak tersebut Arundo Indica Odorata. Pengiriman dari “Olium Siree” yang pertama sampai di Eropa adalah pada awal abad 18, pada waktu itu minyak tersebut kelihatannya hanya sedikit diekspor. Berdasarkan data untuk perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2010 lebih dari 2000 ton / tahun. Indonesia adalah produsen ketiga dunia setelah Cnia dan Vietnam. Beberapa  negara yang selalu aktif membeli sereh wangi Indonesia antara lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, India, dan Taiwan. Dengan pembeli utama adalah AS, Perancis, Italia, Singapura dan Taiwan. Volume ekspor minyak sereh wangi relatif kecil, yakni sebesar 115,67 ton dengan nilai US$ 701,0 pada tahun 2004. Adapun Minyak sereh dengan wangi grassy-citrus yang hangat dikenal sebagai deodorant alami. Kehangatan dan kesegarannya mempunyai manfaat aromaterapi. Minyak sereh juga bersifat anti serangga dan mampu mengurangi gatal pada kulit. Potensi pemanfaatan pengolahan atsiri sereh wangi yang sangat potensial dalam pengembangan pasar lokal dan ekspor. Banyak lagi potensi pengembangan minyak atisiri olahan yang ada di Indonesia dengan melihat peluang potensi yang ada, hal ini merupakan peluang bagi petani pengolah dan pelaku usaha yang memenuhi syarat pasar khususnya. (Berbagai media terkait, Litbang Kementan, data diolah F. Hero K. Purba)

Monday, November 4, 2013

Potensi Pengembangan Buah Indonesia dalam Peluang Ekspor dan Persaingan Pemasaran Global



Komoditas buah-buahan Indonesia yang menjadi unggulan serta mempunyai pasar di luar negeri di antaranya manggis, mangga, melon dan semangka yang saat ini tinggi permintaan dari sejumlah negara, di antaranya melon dan semangka ke Malaysia, Singapura dan Hongkong. Kompetisi persaingan menghadapi era pasar bebas dengan masuknya buah-buahan impor, Indonesia harus mampu bersaing dengan buah-buahan buahan Impor dengan mengandalkan unggulan buah lokal spesifik. Potensi plasma nutfah buah-buahan Indonesia sangat mendukung untuk pengembangan buah-buahan tropis menjadi komoditas unggulan. Varietas buah-buahan Indonesia tidak kalah dengan varietas buah buahan dari negara lain. Dalam hal ini diperlukannya strategi khusus didalam mempromosikan  exotic fruit buah Indonesia.
Berdasarkan data pada tahun 2011, ekspor  10 buah tropis Indonesia tersebut di atas mencapai 207.015 ton (USD 218,892,148) atau 92.83% dari total ekspor buah Indonesia sebesar 223.011 ton (USD 241,582,615), sedangkan impor 10 jenis buah tersebut mencapai  261.924 ton (USD 249,921,234) atau 31.48% dari total impor buah Indonesia 832.080 ton (USD 856,239,577). Tren produksi dan ekspor dan impor buah Indonesia terus meningkat, yakni masing-masing 6.8% dan 19.0% per tahun. Produktivitas buah-buahan tropis Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara kompetitor utamanya, karena buah tropis Indonesia diusahakan oleh petani dengan skala usaha yang relatif kecil (kurang dari 1 Ha) di lahan pekarangan, teknologi sederhana dan manajemen sederhana. Indonesia hanya membeli tidak lebih dari 0,6% ekspor buah dunia. Bahkan, negara-negara Asia Tenggara seluruhnya hanya membeli 2% dari ekspor buah dunia. Pengimpor buah terbesar adalah negara-negara Uni Eropa (43%); Amerika Serikat (16%); Federasi Republik Rusia (5%); negara tetangga Uni Eropa (6%); Jepang (4%), dan negara-negara di Afrika, Asia Barat, Timur Tengah, Canada, China, Amerika Latin, dan yang lain (24%). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah produk buah-buahan Indonesia yang menjadi kendala yaitu: mutu standarisasi produk, keamanan pangan, budidaya tanaman yang baik, penangangan pasca panen dan promosi dan pengembangan pasar. Sistem perdagangan bebas menuntut adanya sistem produksi yang efisien dan mutu yang baik. Tentunya dengan dukungan potensi alam dan potensi plasma nutfah buah-buahan Indonesia sangat besar untuk pengembangan buah-buahan tropis Indonesia menjadi komoditas unggulan. Indonesia memiliki buah-buah lain yang potensial dikembangkan, seperti jeruk, pisang, rambutan, mangga, manggis dan nanas yang memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan dan potensi pasar yang sangat banyak dibutuhkan baik domestik maupun pasar Internasional. (Sources: media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Friday, November 1, 2013

Biofarmaka dalam Potensi Usaha Agribisnis



Tanaman Biofarmaka atau tumbuhan obat (herbal), di Indonesia yang masyarakatnya hidup secara tradisi. Perkembangan ekspor biofarmaka terus meningkat. Pada tahun 1991 sebesar Rp 95,5 miliar, 1999 menjadi Rp 600 miliar, dan 2003 mencapai Rp 4 triliun.Pelaku usaha agrobisnis biofarmaka untuk lebih berupaya lagi didalam mewujudkan potensi biofarmaka menjadi salah satu penggerak pembangunan pertanian melalui mutu dan kontinuitas penyediaan bahan baku. Potensi bisnis biofarmaka memiliki prospek bisnis yang cerah untuk peluang pemasaran domestik dan luar negeri.Sebagai contoh produk jamu Indonesia seperti Jamu Nyonya Meneer, Jamu Jago, Jamu Sido Muncul dan sebagainya baik digunakan dan diekspor ke luar negeri dan tidak kalah bersaing dengan produk China dan India. Dalam kesempatan ini peluang prospek bisnis tanaman berbasis biofarmaka masih memiliki peluang yang cerah untuk memenuhi potensi pasar. Sebagai dasar bahan konsumsi obat-obatan untuk pasokan pabrik obat/medicinal factory tentunya memerlukan jumlah untuk bahan baku yang cukup sesuai dengan mutu dan standardisasinya. (Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Untuk tanaman biofarmaka terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman termasuk tanaman obat. Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Dalam Teknologi pasca panen, terutama diversifikasi produk, yang sangat penting pada saat harga produk segar tanaman obat atau simplisia rendah diwaktu terlalu banyak pasokan, masih sangat terbatas. Budidaya tanaman obat / biofarmaka yang disesuaikan dengan keadaan tanah dan iklim akan menghasilkan kandungan zat berkhasiat secara maksimal. Peningkatan dan pengembangan hasil olahan biofarmaka perlunya keseriusan dalam pengolahan hasil yang berkelanjutan dengan melihat seberapa besar potensi tersebut dari segi kuantitas, kapasitas dan kualitas dalam rantai pasok bahan biofarmaka/ tanaman obat di pasar domestik maupun pasar ekspor.