Thursday, October 30, 2014

Bioenergi untuk Rakyat Dalam Pengembangan Bioenergi Bahan Bakar Nabati dan Potensi Bahan Bakar lainya untuk Persaingan Ekonomi Global





Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar seperti panas bumi, matahari, angin dan air, energi ombak dan sebagainya. Pemanfaatan bioenergi ini merupakan langkah penting untuk mendukung langkah pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi terkait pemanfaatan biodiesel. Biodiesel ini dapat dimanfaatkan secara semaksimal dan seoptimal mungkin untuk bisa mendukung target pemerintah, yaitu mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari kelapa sawit telah mencapai 3,9 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi sumber energi.Konsumsi Bahan Bakar Minyak / BBM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya jumlah kendaraan di Indonesia.Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Namun, beberapa tahun terakhir ini, harga minyak dunia melambung tinggi yang menyebabkan harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah pun hanyasedikit membantu menutupi tingginya harga dunia saat ini. 
Biodiesel sudah mulai diproduksi semenjak 2005, nah tahun ini dapat menjadi momentum lain yang ikut mendorong penggunaan biodiesel untuk domestik. Pemerintah sendiri memang sudah memiliki program dan sudah mendorong itu, hingga tahun kemarin juga sudah memproduksi sampai 2 juta ton biodiesel. Konsumsi dalam negeri yang digunakan sekitar 700 ribu ton sisanya diekspor. Kebijakan hilirisasi sawit sudah mulai berjalan dimana kebutuhan domestik biofuel terjadi kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan. Pada saat  ini, krisis ekonomi dapat menjadi momentum untuk pemakaian energi baru terbarukan dan harapannya energi ini cepat berkembang, bukan hanya biodiesel. Energi terbarukan lain seperti methane capture, biomass, bioetanol, dan energi dari sampah kota. Bioenergi merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang bersumber dari makhluk hidup(tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Bioenergi ini sangat prospektif untuk dikembangkankarena Indonesia kaya akan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi. Selain itu, bioenergi juga memeiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar fosil, yaitu dapat diperbaharui, bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan kontinuiatas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup sederhana,yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memelihara ternak. Banyak tanaman yang dapat dijadikan bahan baku bioenergi, seperti kelapa, kelapa sawit, sagu, singkong, jarak pagar, jagung dan tebu. Selain itu, dari kotoran hewan pun dapat dijadikan bahan baku bioenergi sepertibiogas yang dihasilkan dari kotoran sapi atau kerbau. (Sumber: Media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Tuesday, October 28, 2014

Pengembangan Potensi Membangun Ekonomi Indonesia Pada Aspek Green Business, Blue Business dan Black Business Resources



Perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasional mengalami perubahan. Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian, Kelautan Perikanan dan Pertambangan yang tangguh menjadi titik berat pembangunan ekonomi nasional. Era perubahan untuk pengembangan perekonomian dengan wujud nyata secara real bukan hanya wacana dan implementasi dilapangan yang kurang tepat.Harga dunia komoditas di masa datang mengundang kemabali pemikiran peranan sektor komoditas bagi pembangunan, khususnya negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam seperti Indonesia. Pengembangan model bisnis hijau (Green Business) Indonesia yaitu bidang pertanian / agriculture yang dapat berkontribusi pada perekonomian nasional. Model bisnis Hitam (Black Business) dari hasil tambang dan mineral sangat memiliki potensi dalam ketersediaan migas dan mineral yang terdapat dialam dan Model Bisnis Biru (Blue Business) adalah hasil Laut dan perikanan yang memberikan arti begitu luasnya kelautan Indonesia dengan berbagai macam hasil laut yang dikelola.

Semua kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk. Sudut pandang jika kita analisa bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang mengadalkan kemampuan sumber daya alam dimana sektor ini mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk memperoleh devisa karena penggunaan input dari impor relatif lebih rendah dari sektor lain,terutama sektor industri. Oleh karena itu perdagangan internasional sangat penting bagi produk pertanian Indonesia. Perkembangan perdagangan ssektor pertanian 1,4 dimana ekspor dan impor Indonesia tiap tahun meningkat,dari hanya sebesar 41,2 juta US$ menjadi 3.398,5 juta US$ pada atahun 2007. Sedangkan nilai impor meningkat dari 17,4 juta US$ pada tahun 1980 menjadi 2.919,0 juta US$ pada tahun 2006.  Menilik data dan perkembangan ekspor dan impor pertanian Indonesia sejak 1980 pada tahun tertentu dapat disimpulkan bahwa nilai ekspor pertanian dan hasil olahan terbesarnya berasal dari subsektor pekebunan dan yang terbesar kedua adalah sektor perternakan. Ekspor subsektor perkebunan terbesar didominasi oleh karet dan kelapa sawit. Indonesia adalah eksportir karet terbesar setelah Thailand dan eksportir terbeasar kelapa sawit setelah Malaysia. Pada saat ini kelapa sawit telah menjadi primadona terutama akibat naiknya harga minyak bumi. Harga kelapa sawit dunia ikut naik Karena kelapa sawit berpotensi untuk menjadi biofuel.
Kondisi perikanan dan hasil laut yang merupakan Blue Business ini merupakan anugerah yang sangat besar bagi pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan. Indonesia merupakan negara maritime dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial, perairan laut 12 mil dan perairan ZEE Indonesia. Potensi lestari sumberdaya perikanan tangkap laut Indonesia adalah sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 juta ton pada tahun 2011 (77,38%).  "Dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut tersebut, harus diakui bahwa di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tertentu seperti Laut Jawa, telah terjadi lebih tangkap atau over fishing.  Dan sampai dimana pengelolaan usaha pengolahan hasil-hasil laut Indonesia jika kita bandingkan dengan Negara-negara lain yang berpotensi perikanan. Kita harus membangun lebih baik lagi dari sumber perikanan dan kelautan kita untuk mengisi negeri ini dengan hasil yang memadai dengan sumber yang ada.
Dari sector Black Business yaitu pertambangan dan mineral produksi pertambangan Indonesia yang secara mayoritas terdiri dari batubara, timah, tembaga, emas dan ammonia mencatat pertumbuhan rata-rata 12.27 persen pada paruh waktu 2008-2011. Sementara itu, untuk periode 2012–2016, pertumbuhannya diprediksi menjadi 8.27 persen, menurut data laporan MarketPublishers 2012. Indonesia yang diketahui memiliki produksi emas sebesar 6,7 % dari total produksi emas di dunia atau peringkat ke-6 di dunia, Logam tembaga di Indonesia diproduksi sebanyak 10,4 % dan menduduki posisi ke-2 di dunia, batubara di Indonesia tercatat berproduksi sebanyak 246 juta ton atau berada di peringkat ke-6 terbesar di dunia setelah China, Amerika, Australia, India dan Rusia. Dan masih banyak lagi mineral-mineral lain yang akan membuka mata kita betapa besar jumlah mineral tambang yang terkubur di dalam tanah Indonesia. Kita menyadari kemudian adalah apakah hasil tambang itu telah dirasakan kemanfaatannya oleh seluruh bangsa Indonesia tercinta ini? Kita berharap agar sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia tentunya harus diolah sebaik mungkin agar bisa memberikan manfaat lebih bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia.(Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Wednesday, October 22, 2014

Pengembangan Aren dalam Prospek Usaha Agribisnis





Pemanfaatan aren yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pemanis (gula aren) makanan dan minuman yang bisa menjadi substitusi gula pasir (gula tebu). Gula aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Produk gula aren ini adalah berupa gula cetak dan gula semut. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren hingga menjadi kental seperti gulali kemudian mencetaknya dalam cetakan berbentuk set. Tanaman Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) merupakan tanaman yang serbaguna. Luas lahan kebun aren di Indonesia pada tahun 2008 sekitar 70.000 hektar. Propinsi dengan lahan perkebunan aren terluas Kalimantan Timur (17.794 hektar), Kalimantan Tengah (17.000 hektar). Dan Jawa Barat (13.878 hektar). Jawa Barat merupakan daerah persebaran aren terluas di Jawa dengan produksi gula aren mencapai 6.686 ton/tahun. Meski begitu kebutuhan gula pasir Jawa Barat relatif tinggi, 510.000–516.000 ton/tahun. Produk olahan nira aren berupa gula aren nilainya paling tinggi dibandingkan dengan gula merah lainnya. Produsen gula aren masih mengolahnya secara tradisional, yang dicetak dalam bentuk separuh batok kelapa, kotak, silinder, atau lempeng. Gula aren merupakan gula murni yang tidak menggunakan bahan kimia pengawet, pewarna, atau aroma dalam pengolahannya. Berbagai macam produk dari tanaman aren dimana akar aren digunakan untuk berbagai obat tradisional.Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru. Batang pohon aren bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie, dan campuran pembuatan lem. Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang memiliki rasa manis bisa digunakan sebagai sayur mayur. Manfaat aren lainya yang bisa dimaksimalkan yaitu bagian Ijuk. Ijuk dari batang pohon aren juga bisa dipintal menjadi tali,meskipun agak kaku,tali dari ijuk batang aren ini memiliki kekuatan yang cukup awet, kuat, dan tahan lama.Ijuk juga bisa digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Produksi gula aren merupakan terbesar di Indonesia hingga mencapai ratusan ton per bulan. Untuk produksi gula aren Lebak sudah memiliki sertifikat makanan organik internasional sehingga dapat menembus pasar di tujuh negara dunia itu. Kelebihan gula aren Lebak, selain organik yang menyehatkan juga cocok dijadikan pemanis berbagai jenis bahan makanan dan minuman. Selain itu, katanya, rasanya manis, beraroma, dan juga bertahan lama. Gula aren Lebak dijadikan bahan roti, minuman, dan aneka kuliner lainnya. Diperkirakan untuk produksi gula aren diekspor ke pasar mancanegara mencapai 50 - 70 ton per bulan. Di daerah Kecamatan Sobang, Panggarangan, Cigemblong, Cihara, Cibeber, dan Muncang, perajin gula aren itu tersebar untuk wilayah Provinsi Banten. Dengan meningkatnya permintaan pasar itu tentu bisa mendongkrak pendapatan perajin gula semut.
Permintaan serta minat konsumen luar negeri menyukai gula aren berasal dari Lebak karena masuk kategori makanan organik dan tidak terdapat bahan-bahan kimia. Beberapa produk olahan asal aren asal Indonesia di wilayah Provinsi Banten ini akan memiliki nilai tambah bagi petani perajin. Hal ini mengindikasikan dalam perolehan manfaat perdagangan aren Indonesia pengaruh faktor non harga masih cukup signifikan. Konsumen dari luar negeri menyukai gula aren berasal dari Kabupaten Lebak karena masuk kategori makanan organik dan tidak terdapat bahan-bahan kimia. Meningkatnya permintaan itu, karena dilengkapi dengan sertifikat pangan organik internasional yang dikeluarkan pemerintah. Faktor-faktor yang terkait dengan: kualitas produk, tingginya biaya transportasi, dan kompleksitas prosedur ekspor diduga turut berpengaruh terhadap perolehan manfaat perdagangan ekspor produk kelapa Indonesia yang belum maksimal. Dengan adanya proses untuk sertifikasi internasional terhadap gula aren salah satunya di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten, diharapkan potensi pengolahan gula aren ini dapat secara optimal dimanfaatkan dalam peningkatan perekonomian di tingkat petani dan masyarakat.(Data aren, data disbun Banten, media, data diolah F. Hero Purba)

Monday, October 20, 2014

Pengembangan Potensi Agribisnis Lokal dan Diversifikasi Pangan



Era globalisasi saat ini, permintaan konsumen akan produk pangan terus berkembang. Terwujudnya kemandirian pangan suatu daerah atau negara, dengan sendirinya akan mempercepat tercapainya ketahanan pangan nasional. Keanekaragaman hayati Indonesia memiliki banyak varian konsumsi pokok seperti singkong, talas, jagung, sagu dan lain sebagainya. Diversifikasi pangan memang merupakan salah satu prasyaratan pokok dalam konsumsi pangan yang cukup mutu dan gizinya. Kualitas konsumsi pangan masyarakat dinilai masih rendah karena konsumsi karbohidrat masih tinggi, sedangkan konsumsi protein, kacang-kacangan, dan umbi-umbian rendah. Indonesia tidak sepenuhnya swasembada pangan, dalam artian tidak seluruh wilayah dapat memenuhi sendiri kebutuhan pangannya yang beraneka ragam, sehingga pada saat tertentu memerlukan impor. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2001 sekitar 204 juta jiwa dan pada tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 237 juta jiwa, serta permasalahan lain seperti kapasitas produksi panan Nasional yang semakin terbatas karena aktivitas ekonomi dan penciutan lahan karena alih fungsi. Diversifikasi pangan untuk aneka olahan dari Produk pertanian akan berjalan efektif apabila industri makanan dan minuman Indonesia telah mapan untuk mengolah ratusan jenis pangan bermutu tinggi yang dapat di produksi negeri ini. Upaya diversifikasi pangan sebagai salah satu solusi mencukupi kebutuhan pangan pun terus dilakukan oleh pemerintah dengan program pengembangan diversfikasi olahan produk seperti pengembangan produk umbi-umbian sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok, pengembangan produk olahan. Menurut UU No.7 tahun 1996, Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Program untuk diversifikasi konsumsi pangan telah ada sejak dahulu, namun dalam perjalanannya menghadapi berbagai kendala baik dalam konsep maupun pelaksanaannya. Beberapa kelemahan diversifikasi konsumsi pangan masa lalu adalah (1) Distorsi konsep ke aplikasi, diversifikasi konsumsi pangan bias pada aspek produksi penyediaan; (2) Penyempitan arti, diversifikasi konsumsi pangan bias pada pangan pokok dan energi politik untuk komoditas beras sangat dominan; (3) Koordinasi kurang optimum, tidak ada lembaga yang menangani secara khusus dan berkelanjutan; (4) Kebijakan antara satu departemen dengan departemen lainnya kontra produktif terhadap perwujudan diversifikasi konsumsi pangan; (5) Kebijakan yang sentralistik dan penyeragaman, mengabaikan aspek budaya dan potensi pangan lokal; (6) Riset diversifikasi konsumsi pangan masih lemah, bias pada beras, terpusat di Jawa-Bali, pada on-farm, dana hanya dari pemerintah pusat (7) Ketiadaan alat ukur keberhasilan program, program bersifat partial tidak berkelanjutan dan tidak memiliki target kuantitatif yang disepakati bersama; (8) Kurangnya kemitraan dengan swasta/industri dan LSM; (9) Ketidakseimbangan perbandingan antara biaya pengembangan dan harga produk altematif dengan beras, (Ariani dan Ashari, 2003; Martianto, 2005, Krisnamurthi, 2003).                  
Masalah peningkatan produksi pangan di dalam negeri ini sudah sering diserukan banyak pihak sejak beberapa tahun ini. Faktanya, hingga saat ini pemerintah selalu mengambil jalan pintas membuka keran impor untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Jika kita sadari awal pemerintah serius membenahi sektor produksi pertanian, Indonesia tak perlu terlalu tergantung pada impor pangan seperti sekarang ini.Di sisi lain, ancaman krisis pangan di Indonesia makin terlihat nyata seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tidak adanya kebijakan pangan yang kuat. Selain itu, maraknya alih fungsi lahan-lahan pertanian menjadi peruntukan selain pertanian, juga menambah semrawutnya masalah. Klaim pemerintah untuk menjaga tanah pertanian yang subur hanya untuk pangan dan dijamin tidak ada konversi ke penggunaan lainnya hingga kini realisasinya masih dipertanyakan publik. Kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia pada 2011 untuk padi-padian masih 316 gram, padahal idealnya 275 gram. Untuk Kebijakan diversifikasi pangan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan serapan produk dalam negeri oleh masyarakat. Selain itu, kegiatan riil berupa pameran juga bisa membuka cakrawala pengetahuan terhadap produk dalam negeri. Jika kita analisa bahwa Diversifikasi pangan dari aspek konsumsi mencakup perilaku yang didasari pertimbangan ekonomis / pendapatan dan harga komoditas dan nonekonomis (selera, kebiasaan dan pengetahuan). Produk agribisnis lokal setiap wilayah perlu dikembangkan dengan potensi setiap daerah baikm Kabupaten/ kota dalam pengembangan pangan. Diversifikasi pangan dan pola konsumsi ini secara dinamis mengalami perubahan. Jadi, diversifikasi pangan selain merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada beras, juga penganekaragaman dari beras ke sumber kalori dan protein lainnya yang lebih berkualitas. (Berbagai sumber media terkait, artikel pangan, data diolah F. Hero K. Purba)