Thursday, November 26, 2015

Kompetisi Pemasaran Global Pengolahan Hasil Produk Pertanian





Sudah berapa besarkah hasil produk pertanian Indonesia mencapai sasaran dalam bentuk bahan baku dan hasil olahan? Dalam hal ini pentingnya Agroindustri yang merupakan  kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku. Saat ini sekitar 70 persen dari ekspor produk pertanian Nasional, seperti biji kopi, kakao, karet, dan minyak sawit (CPO) masih dalam bentuk primer atau produk mentah, sehingga tidak memiliki nilai tambah pengolahanUntuk peningkatan daya saing akan difokuskan pada produk berbasis sumber daya lokal berikut: (1)produk yang dapat meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri dan (2) produk yang dapat mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor).Sektor pertanian khususnya disektor hilir tidak hanya meningkatkan perekonomian tetapi juga memberikan suatu dampak mutiefek bagi sektor hulu. Mewujudkan program untuk harapan pengolahan sektor pertanian. Semua pihak bersinergi bahu membahu dalam mewujudkan hasil produk olahan yang berdaya saing dipasar bebas, semoga tidak hanya sekedar wacana. Jika dibandingkan produk olahan impor yang akan masuk ke pasar domestic dengan kompetisi global. Harga impor produk olahan yang berdaya saing dibandingkan dengan produk domestic. Pengembangan pengolahan hasil-hasil pertanian serta menjadi wadah kemitraan untuk pengembangan agroindustri lokal. Transformasi pembangunan dibidang pertanian kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation and skill labor intensive. Aktivitas pengolahan hasil pertanian sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu. Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
Adapun keunggulan kompetitif hasil olahan produk pertanian merupakan hasil interaksi dari tiga tingkatan pasar yaitu pasar internasional dari produk, pasar domestik dari produk, dan pasar sarana produksi. Dengan kata lain, keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian, merupakan hasil resultan dari rantai agribisnis secara vertikal mulai dari perolehan sarana produksi, usaha tani, pemasaran domestik, dan pemasaran internasional. Menurut data pada tahun 2010 konsumsi umbi-umbian secara nasional adalah   51,66  gram/kapita/hari,  terdiri dari :  Singkong: 35,32 gram/kapita/hari, Ubi jalar: 7,60 gram/kapita/hari,Kentang:5,59  gram/kapita/hari, Sagu: 1,43 gram/kapita/hari, Umbi lainnya: 1,72   gram/kapita/hari. Permasalahan terkait dengan upaya membangun usaha pengolahan diantaranya adalah: (a) Skala usaha kecil dan tersebar, sehingga berdampak kepada tingginya inefisiensi karena besarnya biaya pemasaran; (b) Masih rendahnya standar penanganan pasca panen dan pengolahan; (c) Kinerja teknologi pengolahan dinilai belum mampu menghasilkan produk olahan berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan kompetisi pasar yang semakin tinggi; (d) Mutu produk olahan dinilai masih rendah, kuantitas rendah, dan adanya inkontinuitas produk. Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian memang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membeli alatnya. Pemerintah pun melakukan dukungan dengan dikeluarkannya kebijakan kredit perbankan. Diharapkan prospek kedepan tidak hanya mimpi memperbaiki produk olahan yang berdaya saing dalam meningkatkan pemasaran Domestik dan Pemasaran Internasional yang berdayasaing.(Berbagai media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

Monday, November 23, 2015

Potensi Kopi Liberika Provinsi Jambi Dalam Potensi Pemasaran dan Dayasaing




Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal 352.007 ton pada 2011 di karenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan  ekspor. Meskipun volume ekspor anjlok tinggal 352.007 ton, nilai ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 diperkirakan di kisaran 600.000-an ton dari tahun lalu yang juga tidak sampai sebesar 640.000 ton seperti yang diperhitungkan awalnya. Pada tahun 2011 ekspor kopi tercatat 352.007 ton atau turun 21 persen dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 persen. Tahun 2009 menjadi puncak ekspor kopi Indonesia selama satu dekade terakhir, dengan volume 505.381 ton. Kopi Liberika merupakan kopi yang berasal dari Liberia, Afrika Barat. Kopi ini dibawa oleh Belanda dari Afrika dan ditanam di Indonesia untuk menggantikan kopi jenis Arabica yang rentan terhadap serangan hama. Kopi ini juga dikenal dengan nama “Kopi Nangka” karena aroma kopi ini mirip dengan aroma buah nangka. Untuk kualitas, Kopi Liberika adalah jenis kopi yang terbaik bila di bandingkan jenis kopi lainnya. Bahkan kualitas kopi liberika mengalahkan kualitas kopi Arabika. Hanya saja kopi jenis liberika tidak sepopuler kopi arabika karena harganya yang sedikit lebih mahal dan produksinya yang terbatas. Untuk harga, Liberika dalam bentuk Green Bean di jual dengan harga Rp 35.000/kg, sedikit lebih mahal bila dibandingkan dengan kopi arabika yang umumnya dijual dengan harga Rp.24.000-Rp.28.000/kg. (Sources: Data Media, Data Litbang, Data diolah Hero13)
Masyarakat Tanjung Jabung Barat, Khususnya Kecamatan Bram Itam, Betara, Pengabuan dan Senyerang yang merupakan daerah dataran rendah, berkebun kopi merupakan sumber pendapatan utama. Kondisi tanah gambut dengan tingkat keasaman cukup tinggi, namun tanaman kopi yang dikenal dengan nama “kopi excelsa” justru tumbuh subur. Berdasarkan pengajuan perlindungan produk yang diajukan oleh Masyarakat Perindungan Indikasi Geografis, Mentrian Pertanian Republik Indonesia menetapkan varietas kopi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan nama “kopi liberika tungkal komposit.Menurut data pada akhir tahun 2013 lalu, pemerintah Jambi mengumumkan bahwa produksi kopi Liberika sepanjang tahun 2013 berhasil mencapai angka produksi sebesar 270 ton. Dengan perolehan tersebut, Provinsi Jambi telah berhasil menempatkan namanya di tangga teratas sebagai daerah penghasil kopi Liberika terbesar di Indonesia. Kopi Liberika Tungkal Spesifik Khas Jambi  pada tahun yang sama pemerintah Provinsi Jambi juga mengenalkan kopi Liberika jenis baru. Kopi tersebut dinamakan dengan Kopi Liberika Tungkal Komposit atau disingkat menjadi Kopi Litbtukom. Jenis Kopi tersebut merupakan kopi spesifik Jambi yang mampu tumbuh di dataran rendah, meski di lahan gambut sekalipun. Kopi ini memiliki cita rsa, daun, dan buah yang berbeda dengan kopi Robusta atau Arabica. Jenis kopi Liberika ini berbeda dengan kopi Liberika asli Afrika. harga kopi Liberika memang cukup tinggi. Jika kopi Robusta dipatok mulai dari harga Rp18.000 –Rp20.000/Kg, dan kopi Arabika dengan harga Rp24.000 hingga Rp28.000/Kg, sementara kopi Liberika dibanderol di harga Rp35.000 per kilonya.

Wednesday, November 11, 2015

Pengembangan Komoditi Kedelai Tantangan untuk memenuhi Kebutuhan Pangan




Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2011, produksi kedelai lokal hanya 851.286 ton atau 29 persen dari total kebutuhan. Karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai 2.087.986 ton untuk memenuhi 71 persen kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional 2,2 juta ton. Jumlah tersebut akan diserap untuk pangan atau perajin 83,7 persen, industri kecap, tauco, dan lainnya 14,7 persen, benih 1,2 persen, dan untuk pakan 0,4 persen. Anomali cuaca yang melanda Amerika Serikat dan Amerika Selatan, pasokan kedelai pun turun dan harganya melonjak. Harga kedelai internasional pada minggu ke-3 Juli 2012 mencapai 622 dollar AS per ton atau Rp 8.345 per kilogram untuk harga paritas impornya di dalam negeri. Untuk impor kedelai terbesar Indonesia berasal dari Amerika Serikat dengan jumlah 1.847.900 ton pada tahun 2011. Menyusul impor dari Malaysia 120.074 ton, Argentina 73.037 ton, Uruguay 16.825 ton, dan Brasil 13.550 ton.Tempe yang merupakan makanan khas tradisional Indonesia bisa dikelompokkan dalam kategori pangan fungsional yang mempunyai manfaat kesehatan di luar kandungan gizinya.  Selain lecithin yang merupakan unsur gizi, kedelai juga mengandung genistein (senyawa nongizi) yang bersifat antikanker.
Produksi kedelai petani kita rata-rata 1,3 ton per hektare lahan, atau relatif lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat yang produktivitasnya 2,7 ton per hektare. Untuk harga kedelai di tingkat importir saat ini mencapai Rp 7.300-Rp 7.600 per kilogram (kg) yang kemudian dijual oleh para distributor seharga Rp 7.800 per kg kepada industri-industri pengrajin tahu tempe yang mengkonsumsi sekitar 84 persen dari kebutuhan kedelai nasional.Kenaikan harga kacang kedelai yang sudah satu bulan lebih itu bermula dari tingginya jumlah permintaan pasar dibanding pasokan dari petaninya sendiri.Sejak perkembangan nilai tukar rupiah melemah, dimana harga kacang kedelai impor naik cukup tinggi. Produksi kedelai di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun 1992 (1,87 juta ton). Namun setelah itu,produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64 persen.Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderungmeningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004.Sekarang, harga kacang kedelai per kilogram mencapai Rp. 9.000. Untuk memenuhi kebutuhan impor kedelai sampai akhir tahun diperkirakan 400.000-500.000 ton. Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional 2,5 juta-2,7 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri 700.000 - 800.000 ton.Berdasarkan data kebutuhan kedelai Indonesia mencapai 2,4-2,6 juta ton sementara produksi lokal hanya mencapai 700-800 ribu ton. Impor yang dibutuhkan sekitar 1,8 juta ton. Perkembangan harga kedele tahun 2012 yakni  Rp 6.700 per kilogram, sementara di tingkat konsumen Rp 7.000-Rp 7.050 per kilogram. Sementara sebelumnya, harga kedelai sempat menyentuh level Rp 8.300 per kilogram pada Juni-September 2012. Harga kedelai terendah di dalam negeri sempat terjadi 5 bulan lalu, di harga Rp 5.600 per kg. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Menurut data dari TradeMap (2012), impor kedelai telah meningkat secara akselerasi sebesar 85% selama 10 tahun terakhir. Misalnya, pada 2001, impor biji kedelai tercatat 1,14 juta ton, tetapi pada tahun 2011, impor biji kedelai bisa tembus menjadi 2,09 juta ton.  Sejak tahun 2000, kondisi tersebut semakin parah, dimana impor kedelai semakin besar. Kenyataannya kita tidak merasa percaya sebagai negara agraris yang mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan bagi sebagian besar penduduknya tetapi pengimpor pangan yang cukup besar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) impor kedelai selama Januari 2014 mencapai USD 86 juta dengan volume mencapai 149.000 ton. Kedelai yang datang dari Ethiopia pada Januari 2014 mencapai 694 ton dengan nilai USD 347.000. Untuk itu perlu pengembangan kedelai untuk produksi nasional, konsumsi kedelai penduduk Indonesia seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya industri pangan olahan yang berbahan baku kedelai tidak diimbangi dengan produksi dalam negeri yang mencukupi sehingga impor kedelai terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Sumber: data media, BPS, data diolah F. Hero K. Purba).

Tuesday, November 10, 2015

Pengembangan Pengolahan “Kopi Solong Ulee Kareng” Aceh,



Potensi Kopi Solong merupakan salah satu icon Kota Banda Aceh yang wajib dinikmati oleh setiap pendatang. Pengembangan budidaya tanaman kopi Aceh berkembang menjadi komoditas yang bermutu tinggi dan menguntungkan. Pengolahan Kopi ini terbuat dari jenis kopi robusta dari dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah) dan Lamno (Aceh Jaya), yang diracik oleh orang yang sangat berpengalaman karena kopi ini sudah turun temurun. Indonesia adalah pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia, dan Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesarnya yang mampu menghasilkan sekitar 40% biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Kopi Solong Ulee Kareng yang mulai dirintis sejak tahun 1959, Kopi Ulee Kareng ini menjadi salahsatu bubuk kopi lokal terkenal di Aceh. Ulee Kareng sejak tahun 1974 telah menjadi ikon makanan khas Aceh. Cita rasa khas Aceh yang dan keunikan kopi yang merupakan salah satu khas nusantara. Aceh menghasilkan sekitar 40 persen biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Mengenai potensi agribisnis kopi Aceh pasca tsunami, tidak bisa lepas dari berdatangannya komunitas internasional di bumi Serambi Mekkah ini.  Mayoritas para pendatang  menyukai kopi Aceh. (Wilayah Ulee Kareeng merupakan salah satu Kecamatan di Banda Aceh, Ibu Kota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ulee Kareng terkenal dengan kopi Ulee KarengnyaBiji kopi Ulee Kareng dihasilkan dari biji kopi pilihan berkualitas yang berasal dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Biji-biji kopi tersebut diproduksi oleh usaha kecil menengah. Selain hal tersebut untuk kopi bubuk Aceh Ulee Kareng ada dua macam, yaitu kopi Arabica dan jenis kopi Robusta. Kopi Arabica dan Robusta berasal dari dataran tinggi Aceh Selatan dan Gayo Luwes. Gabungan Kelompok tani kopi mulai dari petani, lembaga pemasaran yang terlibat sampai ke konsumen industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng yang ada di kota Banda Aceh. Kopi solong yang berada di pojok pasar Ulee Kareng sekarang ini kembali hidup dan menjadi bagian dari denyut nadi perekonomian. Dibalik kepulan dari asap kopi solong yang aromanya yang sangat menggoda selera itu terbayang harapan hidup pencinta dan peminat kopi, tergambar pula bangkitnya ekonomi kerakyatan pembuatan pengolahan kopi secara tradisional. Dalam hal ini petani membuat pengolahan produk kopi bubuk dan harga jual sehingga didapatkan pendapatan usahataninya, pada lembaga pemasaran yang terlibat akan dihitung besarnya keuntungan dan margin pemasarannya sedangkan pada industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareeng akan dihitung seberapa besar nilai tambah bagi petani. Industri bubuk kopi Solong Ulee Kareng analisis nilai tambah yang dilakukan mulai dari pengadaan bahan baku berbentuk biji kopi ose sampai dengan menjadi produk bubuk kopi yang siap dipasarkan. Untuk pangsa pasar ekspor kemasan modern dan berkualitas dari kopi Ulee Kareng di kemas dengan baik. (Sumber data Litbang, data diolah Fhero13).