Wednesday, October 30, 2013

Peluang Pasar Jahe dalam Potensi Pemanfaatan Komoditas Agribisnis



Menurut data bahwa tananam jahe menempati areal terluas dibandingkan dengan tanaman rimpang lainnya, pada tahun 2010 areal produksinya seluas 6053 Ha (sekitar 35 % dari areal produksi rimpang) dengan produksi sebesar 107,7 ribu ton. Jahe  salah satu komoditas biofarmaka yang sangat potensial yang merupakan salah satu komoditas yang potensial. Indonesia pernah menguasai pangsa pasar jahe dunia dengan nilai ekspor terbesar pada tahun 1990 sampai 1993 namun sejak tahun 1994 sampai tahun 2007 posisi ini digantikan Cina. Lima negara pengekspor jahe terbesar pada tahun 2007 adalah Cina dengan nilai ekspor US$ 153.298.869, Belanda US$ 16.178.743, Thailand dengan nilai ekspor sebesar US$ 14.890.545, India di urutan keempat dengan nilai US$ 8.951.147, dan Brazil sebesar US$ 6.436.831 sedangkan pada tahun 2009, Indonesia hanya menempati posisi ke-14 dengan nilai ekspor sebesar US$ 1.635.026. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan Jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Indonesia merupakan net importir tanaman jahe karena data tahun 2010 menunjukkan ekspor jahe sebesar 1900 ton sementara impornya sebesar 4200 ton, namun demikian  dari segi jumlah, impor ini hanya sebesar 1,7 persen dari total produksi. (Sources: data media terkait, data Kementan, data diolah F. Hero K. Purba)
Untuk Industri pengolahan komoditas jahe adalah industri obat tradisional industri makanan dan minuman juga industri kosmetika. Kondisi masyarakat yang back to nature membuat industri obat tradisional menjadi besar dan kebutuhan akan jahe ikut meningkat karena jahe merupakan salah satu bahan penting dari industri ini. Seiring perkembangan, industri makanan dan minuman yang berbahan dasar jahe juga digemari oleh masyarakat sehingga kedua industri ini menjadi industri yang sangat kuat mendukung perkembangan dalam komoditas jahe.
Jahe pada umumnya ditanam pada daerah tropik dan sub tropik yang mendapat curah hujan yang agak merata sepanjang tahun dan curah hujan yang cocok berkisar antara 1.500 – 4.000 mm / tahun.   Selain itu tanaman jahe paling cocok ditanam pada daerah yang beriklim sejuk dengan ketinggian tempat antara 500 – 1.000 m dari permukaan laut.   Walaupun demikian jahe gajah masih dapat ditanam pada lahan yang curah hujannya kurang dari 2.500 mm, dataran rendah dan lahan gambut dengan penambahan unsur hara dan pengaturan drainase.

Bubuk jahe kering sangat populer di Eropa dan Amerika Serikat sebagai penyedap untuk sajian salad, permen panggang, sup, kari, daging, dan makanan penutup, seperti roti jahe dan kue kering jahe.Bntuk nilai ekspor dan volume, jahe adalah salah satu rempah-rempah perdagangan utama di dunia. Negara-negara pengekspor utama jahe adalah Cina, Belanda, Thailand, India dan Nepal. Pertumbuhan tahunan nilai antara tahun 2005 sampai 2010 adalah 9%. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 2008 (ITC, 2010). Tabel 6 memberikan indikator perdagangan dari top 10 negara pengekspor pada tahun 2010. Menurut data, jumlah total ekspor jahe pada tahun 2010 adalah 491.408 MT dengan nilai USD 406 juta. Cina memiliki dominasi yang besar untuk ekspor jahe. China tetap berada di posisi teratas dalam jumlah ekspor dan menangkap pangsa 69,3% di ekspor dunia. Beberapa negara utama pengimpor jahe Cina adalah Jepang, Pakistan, Amerika Serikat, Bangladesh, negara-negara Arab, Inggris, Belanda, Kanada, Republik Korea dan Vietnam. Nilai unit tertinggi (USD / MT) ditawarkan kepada jahe Cina adalah USD 5000 oleh Suriname yang diimpor hanya 3 MT sedangkan nilai unit terendah yang ditawarkan adalah USD 305 oleh Vietnam. Nilai unit rata-rata dihitung untuk ekspor Cina sebesar USD 828. Nepal juga mengimpor 6110 MT jahe yang dihargai Rupee 3.578.000 dari China dengan nilai satuan rata-rata USD 586.

Tuesday, October 22, 2013

Pengembangan Strategi Brand Image Potensi Ekspor Produk Pertanian Indonesia



Kegiatan branding/merek yang berhasil bisa membuat suatu brand/merk memiliki nilai tersendiri yang bisa diperjual belikan.  Strategi Merek atau Brand Image produk dimaksudkan untuk membentuk suatu citra tertentu melalui periklanan. Strategi dimaksudkan agar konsumen dapat menikmati keuntungan psikologis dari sebuah produk selain keuntungan keuangan yang mungkin ada. Biasanya berorientasi pada simbol kehidupan. Strategi positioning dimaksudkan untuk menempatkan sebuah produk untuk mendapatkan posisi yang baik dalam benak konsumen. Setiap negara tentunya pasti memiliki suatu strategi pemasaran dan memperhatikan faktor terpenting didalam peningkatan ekspor produk pertaniannya. Untuk pangsa pasar produk pertanian hal ini merupakan pemikiran yang kreatif seputar titik unggul untuk menentukan produk unggulannya. Apabila hanya mengandalkan kepada pemerintah tentunya tidaklah cukup, petani dan seluruh komponen masyarakat yang terkait harus ikut mendorong terciptanya suatu sistem produksi pertanian berorientasi ekspor. Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan lain sebagainya. Brand-building berskala negara harus dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pemasaran produk pertanian tentunya setiap negara memiliki ciri khas dan gaya tersendiri, seperti Jepang, USA, Negara-negara Eropa biasanya menekankan kualitas / mutu standar yang tinggi, sementara itu China dan Mexico menekankan pada biaya yang rendah. Dengan harapan bagi perusahaan yang bergerak dan berkembang untuk promosi ekspor bidang pertanian memberikan suatu brand image dari suatu produk negaranya. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mebangun brand image produk pertanian Indonesia yang berorientasi ekspor yaitu (1) mengikutsertakan produk-produk pertanian Indonesia di setiap pameran dagang di negara akreditasi, (2) berupaya menciptakan iklim kebutuhan atas produk tersebut pada segmen pasar tertentu. Dalam langkah pertama memang lebih mudah dilakukan, namun memakan biaya yang tinggi. Sedangkan langkah kedua akan membutuhkan ketelatenan untuk membentuk, membangun dan memelihara segmen pasar
Menurut teori pemasaran bahwa pelaku usaha harus dapat beradaptasi dengan negara tuan rumah tujuan ekspornya. Yang menjadi brand image yang harus diperhatikan sebagai salah satu strategi bisnis yang benar-benar dijadikan peran sesuai kebutuhan konsumen adalah suatu nilai / value dari suatu produk suatu negara yang didukung beberapa aplikasi pemasaran sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
  • Retail Marketing
  • Consumer Packed
  • International Marketing
  • Political Marketing
  • Social Responsibility Marketing
Membangun sektor pertanian hanya dengan asumsi banyaknya tenaga kerja yang terlibat perlu diredefinisi kembali. Karena konsepsi seperti ini tidak banyak membantu dalam meningkatkan nilai tambah dan mendongkrak produk-produk unggulan sektor pertanian. Dalam hal Brand image promosi ekspor produk pertanian adalah bagaimana menciptakan citra positif yang dikembangkan di Indonesia baik melalui pameran, misi dagang dan sebagainya dengan melihat beberapa hal yang menjadi dasar untuk suatu citra dari brand image yakni karakter (character), komitmen (commitment), dan konsistensi (consistency) dari suatu produk pertanian yang akan di ekspor oleh pelaku usaha didalam upaya memenagkan persaingan di pasar global untuk produk pertanian Indonesia. Kelemahan utama yakni juga terletak di pemasaran hasil, dan sepertinya tabu mengalokasikan anggaran yang memadai guna mendorong pemasaran, apalagi mengarah pada penciptaan brand image. Pemasaran belum menjadi unsur dalam biaya produksi, baik dalam anggaran petani maupun anggaran pemerintah. Diharapkan kedepan dapat mengembangkan brand image serta konsekuensi dalam pengembangannya kedepan. (Berbagai sumber terkait data diolah F. Hero K. Purba)

Wednesday, October 16, 2013

Potensi Kayu Manis / Casiavera asal Kerinci, Jambi sebagai Potensi Dunia usaha Agribisnis



Cassiavera/ Kayu Manis/ Kulit Manis bermanfaat untuk mengobati timbunan lemak di Hati, Anti kanker, Antimikroba, asam urat, radang sendi dan mencegah penuaan dini. “Selain bahan mentah untuk makanan dan minuman, produk ini juga bermanfaat untuk obat, industry komestik, minuman keras, rokok, roti dan permen serta insdutri pestisida. Untuk daerah Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, total luas areal penanaman kayu manis di Kab. Kerinci mencapai sekitar 30.000 hektar. Sementara di seluruh Provinsi Sumetera Barat hanya sekitar 7.000 hektar.  Demikian terkenalnya Kab. Kerinci sebagai penghasil kayu manis, sampai-sampai nama "Korinci" pun menjadi standar produk kayu manis di pasar dunia.
Produk pohon kayu manis dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama cinnamon dan cassia. Masing-masing dalam bentuk kulit kayu, minyak atsiri dan oleoresin. Minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan kulit kayu dan daun, sedang oleoresin hasil ekstraksi kulit kayu dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Kayu manis / Casiavera asal Kerinci menguasai 80% pasar eropa, namun harga jual kayu manis di tingkat petani belum juga terangkat. Saat ini harga kayu manis di kerinci berkisar Rp. 5.000,- hingga Rp. 10.000 per kg, sementara di pasar eropa harganya mencapai Rp. 205.000/kg untuk kayu manis kualitas biasa dan Rp. 450.000/kg untuk kayu manis kualitas terbaik. (Sumber: media terkait dan sumber Dinas terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Kayu manis termasuk dalam famili Lauraceae. Rempah-rempah ini diduga berasal dari Sri Lanka dan India Selatan, meski tumbuh subur di Jawa, Sumatera, India Barat, Brasil, Vietnam, Madagaskar, dan Mesir. Di dunia internasional, kayu manis dikenal dengan nama cinnamon, yang berasal dari bahasa Yunani kinnamon. Dengan terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan kayu manis mengakibatkan petani hanya mendapatkan keuntungan yang kecil dari hasil penjualan. Pengolahan lebih banyak dilakukan oleh para eksportir untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti permintaan dari Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Venezuella, Hungaria, Mexiko, Yunani, Kanada, dan Singapura Pada tahun 2005 komposisi ekspor sebagian besar dalam bentuk kayu manis (95 persen) dan sisanya berupa bubuk kayu manis (Towaha dan Indriati, 2008). Oleh karena itu, eksportir merupakan pihak yang menerima market share yang terbesar dari pemasaran kayu manis/ casiavera ke luar negeri. Sebagai contoh penggunaan kayu manis sebagai obat sudah dipatenkan di Amerika Serikat dengan merk dagang Cinulin. Cinulin digunakan untuk menjaga kadar gula penderita diabetes melitus, yakni mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan insulin. Dalam hal ini budidaya tanaman kayu manis, pemeliharaan merupakan hal yang sangat penting karena hal ini menyangkut perkembangan bibit yang anda tanamkan. Diharapkan kayu manis sebagai salah satu komoditas agribisnis yang potensial dalam pengembangannya.

Monday, October 7, 2013

Peluang Produk Organik dalam Potensi Pemasaran Global



Meningkatnya permintaan akan produk pangan organik, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang melindungi produk tersebut. Pasalnya, dengan ketersediaan produk pangan organik yang tidak mampu mengejar permintaan, maka potensi penyelewengan menjadi besar. Misalnya, ada pihak tertentu yang mengoplos/ mencampur antara beras organik dengan non organik hanya untuk mengejar permintaan pasar. Produk organik akan tumbuh seiring dengan peningkatan permintaan. Harga sangat dipengaruhi keseimbangan permintaan dan penawaran serta inflasi. Adapun kompetisi juga akan meningkat untuk produk-produk organik eco-label. Nilai perdagangan produk organik AS tahun 2011 mencapai 30 miliar dollar AS. Diperkirakan sampai tahun 2015 pertumbuhan rata-rata pasar organik Amerika Utara sebesar 12 persen. (Sources: Aliansi Organik, data diolah F. Hero K. Purba). Peluang bisnis organik sangat terbuka luas dengan pangsa pasar yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjajikan potensi income. Untuk produk pangan organik olahan harus terdiri dari bahan-bahan pangan yang dibudidayakan dan diolah secara organik. Jika menggunakan bahan tambahan, maka bahan tambahan tersebut harus bahan yang diijinkan digunakan dalam pengolahan pangan organik. Jika ingridien asal produk pertanian organik tidak tersedia, atau dalam jumlah tidak mencukupi, bahan pangan non organik dapat digunakan dalam pangan olahan organik maksimal 5 % dari total berat atau volume, tidak termasuk air dan garam. Dalam artian bahwa standar hanya memperkenankan minimal 95% kandungan bahan pangan organik yang digunakan dalam pangan olahan organik, tidak termasuk air dan garam. Bahan pangan organik tersebut bukan merupakan campuran bahan pangan organik dan non organik yang sejenis.
Seperti Belgia sebagian besar produk-produk organik menanggung label Biogarantie Belgia. Label ini adalah label swasta yang sudah ada sejak lebih dari 25 tahun. Sebagai pribadi, itu hanya dapat digunakan setelah menerima sertifikat tambahan dan setelah pembayaran royalti. Label yang dimiliki oleh organisasi nirlaba Biogarantie vzw. Selama 2008, BioForum akan menjadi pemegang lisensi label. Adanya kesepakatan para Menteri Pertanian Uni Eropa mencapai mengenai aturan baru (Council Regulation (EC) No 834/2007) tentang produksi dan pelabelan organik pada tanggal 12 Juni 2007 di Brussel Belgia. Peraturan ini menggantikan Council Regulation (EEC) No 2092/91 dan akan berlaku mulai 1 Januari 2009. Aturan baru ini mengatur tujuan, prinsip dan aturan umum mengenai produksi organic termasuk juga mengenai aturan impor dan system pengawasannya. Selain itu, aturan ini mewajibkan pelabelan organik Uni Eropa bagi produk organik dipasarkan di Uni Eropa, namun produk tersebut dapat menyertakan label logo organik nasional atau swasta.
Keberlanjutan dari agribisnis organik, tidak dapat dipisahkan dengan dimensi ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi sosial.  Pertanian organik semakin mendapat perhatian dari sebagian besar masyarakat, baik di negara maju maupun negara berkembang, khususnya mereka yang sangat memperhatikan kualitas kesehatan, baik kesehatan manusia maupun lingkungan. Berdasarkan data peringkat negara dengan lahan pertanian organik yang paling luas adalah Australia dengan total luas 11, 3 juta ha disusul Argentina 3 juta ha dan Italia, 1,2 juta ha. Namun persentase tertinggi luas lahan pertanian organik dibandingkan dengan luas total lahan pertanian seluruhnya diduduki oleh Austria, Swiss dan negara-negara Skandinavia. Di Swiss sendiri lebih dari 10 persen lahan pertaniannya dikelola dengan sistem pertanian organik. Sebuah bisnis yang sukses selalu mencakup sebuah rencana bisnis yang baik. Sebuah perusahaan pertanian yang bergerak di bisnis organik kebutuhan untuk menghasilkan keuntungan yang akan bermanfaat bagi petani dengan keberlanjutan terhadap usaha pertanian organik tersebut. Dalam rangka untuk menilai jika tanaman atau produk baru, seperti organik, akan bekerja untuk bisnis, perlu untuk "menjalankan angka" dan flush rincian dengan mempersiapkan rencana suara. Proses pengembangan rencana bisnis memungkinkan pengusaha untuk menemukan risiko dan bahaya tersembunyi dalam sebuah ide baru dan menentukan profitabilitas gagasan itu. Selain itu, pemberi pinjaman dan penyandang dana mungkin memerlukan sebuah rencana bisnis sebelum pembiayaan operasi.(Sources: Berbagai sumber terkait, data diolah F. Hero K. Purba).

Tuesday, October 1, 2013

Peluang, Tantantangan dan Harapan Pengembangan Kedelai dalam Kebutuhan Konsumen



Persaingan harga antar komoditi, meneyebabkan harga kedelai di tingkat petani cenderung rendah akibat dari membanjirnya kedelai impor dengan harga yang lebih murah menjadi penyebab utama berkurangnya minat petani menanam kedelai. Berdasarkan  data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai selama 2011 mencapai 2,08 juta ton dengan nilai US$1,24 miliar, jauh lebih besar dari tahun sebelumnya yang cuma sekitar satu juta ton. Penurunan produksi utamanya terjadi karena luas panen tanaman kedelai yang pada 2010 tercatat 660.823 hektare berkurang menjadi 631.425 hektare pada 2011. Produktivitas kedelai yang rendah di Indonesia dan terus meningkatnya impor kedelai dengan tegas menggambarkan bahwa masalah pokok sistem komoditas kedelai Indonesia terletak dalam segi produksi. impor kedelai selama 2010 sebanyak 1,7 juta ton berasal dari Amerika Serikat, Malaysia, Argentina, Kanada, dan Thailand. Serta berdasarkan data dari Dewan Kedelai Nasional menyebutkan untuk kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri tahun 2011 sebanyak 2,4 juta ton sedangkan sasaran produksi kedelai tahun 2011 hanya 1,44 juta ton. Pemerintah sudah mencanangkan dalam rencananya untuk mencapai swasembada kedelai pada 2014. Namun untuk mencapai target tersebut tidak mudah karena ada beberapa kendala dan permasalahannya. Berdasarkan hasil survei Kementerian Pertanian menyatakan, faktor utama yang mempengaruhi swasembada, yakni keberadaan lahan usaha tani kedelai. Selain itu masih rendahnya produktivitas tanaman yakni hanya 1,3 ton/hektare, jauh lebih rendah dibanding negara lain. Rendahnya produktivitas kedelai yang dicapai, dimana di tingkat petani produktivitas rata-rata kedelai hanya mencapai 13,78 ku/ha (ARAM II Tahun 2012, BPS), sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul dapat mencapai 20,00– 35,00 ku/ha.  (Berbagai sumber terkait, Kementan, data BPS, data diolah F. Hero K Purba)
Konsumsi kedelai di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam negeri, sehinggga masih harus ditutupi dengan impor. Pada tahun 1986, impor kedelai mencapai 565 ribu ton. Jumlah penggunaan kedelai bahkan dijadikan ukuran besar skala produksi bagi pengrajin tempe dan tahu. Berdasarkan penggunaan kedelainya, pengrajin tempe dan tahu dibedakanmenjadi pengrajin skala kecil, menengah, dan besar. Konsumsi kedelai di nasional mencapai 2,2 juta tons per tahun; dari jumlah itu sekitar 1,6 juta tons harus diimpor. Produksi kedelai 2009 juga telah mendekati 701.000 ton biji kering, suatu peningkaian signifikan dibandingkan angka produksi 2008 yang hanya 590.000 ton. Namun demikian, pada tahun 2010 prospek produksi kedelai tetap menghadapi tantangan berat karena faktor internal ekonomi Indonesia. Saat ini agak sulit meyakinkan petani Indonesia untuk kembali menanam kedelai ketika tingkat permintaan terhadap kebutuhan pokok seperti beras dan komoditas bernilai tambah tinggi lain semakin meningkat. Didalam sistem usaha agribisnis kedelai memerlukan komitmen/program yang kuat antara pemerintah, swasta agroindustri dan petani, agar keberlanjutan usaha yang saling menguntungkan dapat terjamin. Hal inilah dapat mendorong untuk produktivitas yang lebih baik sehingga tidak perlu begitu besar impor kedelai yang kita harapkan ke masa mendatang.