Thursday, March 28, 2013

Tantangan Komoditas Pertanian Dalam Pembangunan Pertanian Dimasa Mendatang



Tantangan dalam potensi dari pertanian  global yang terjadi saat ini dan di masa depan adalah semakin berkurangnya luasan lahan subur , menurunnya ketersediaan dan kualitas air untuk kegiatan pertanian , dan semakin sulitnya memprediksi dinamika perubahan iklim. Untuk mendukung terwujudnya swasembada pangan secara berkelanjutan,  Penyedia pangan yang efektif dan efisien secara deduktif pertanian terpadu meningkatkan fektivitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan produksi dan penurunan biaya produksi, Penyediaan pangan secara berkelanjutan, siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi yang akan membentuk suatu ekosistem secara keseluruhan akan terjadi dalam pertanian terpadu, sehingga berkelanjutan produksi akan tercapai komoditas pangan tidak boleh bertumpu pada ketersediaan pangan dari luar, tetapi harus bertumpu pada ketersediaan pangan dari dalam negeri, tidak boleh bertumpu pada Multi Nasional Coorporate. Investasi memang diperlukan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya peningkatan produksi pangan nasional harus dapat dimanfaatkan agar petani mampu memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dan komoditas pertanian lainnya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk , hampir tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan upaya peningkatan produktivitas. Strategi yang dapat meningkatkan  untuk meningkatkan harga jual  komoditas pertanian ditingkat petani yaitu dengan cara Pertama dengan cara memotong rantai pemasaran, karena dengan terputusnya rantai pemasaran akan menaikan harga ditingkat petani.  Kedua dengan memberikan informasi yang memadai tentang harga pasar kepada petani. Sampai hari ini masih banyak para petani di daerah terpencil yang minim pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisa pasar. Ketiga dengan menggunakan pengaturan pola budidaya agar komoditas pertanian tidak berbuah tergantung musim. Skenario untuk kebutuhan pangan dan upaya pencapaiannya mendatang akan mendorong peningkatan produksi dan riset untuk mencapainya. Skenario itu juga sekaligus untuk menjawab kecemasan akan terjadinya kekurangan pangan di masa depan.
Berbagai permasalahan di sektor pertanian, seperti peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan, swasembada pangan, kepemilikan lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan problem pertanian di negeri ini, memerlukan kecerdikan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Keberanian membuat keputusan pengaturan impor bahan pangan Pertanian dengan mempertimbang segala aspek dan dampak dalam mengatasi masalah dan tantangan di masa mendatang.

Wednesday, March 27, 2013

Potensi Prospek Cabe Jamu dalam Peluang Usaha Agribisnis



Cabe jamu / cabe jawa (piper retrofractum/ Piper retrofragtum - Javanese long pepper) sekeluarga dengan sirih buah, yang masak mempunyai dua kegunaan untuk obat dan untuk rempah bumbu masakan. Bentuk tanaman merambat mirip sirih, hanya saja bagian yang digunakan adalah buahnya yang masak dikeringkan, buah silindris panjang 2-3 cm, awalnya berwarna hijau setelah masak berwarna merah. Berbeda dengan cabe yang biasa digunakan, cabe jamu yang termasuk famili Piperaceae ini, tumbuh merambat seperti lada atau sirih. Di banyak tempat, cabe jamu hampir tidak pernah ditanam secara sengaja, karena banyak tumbuh di tegalan, pekarangan bahkan hutan. Tumbuh merambat pada penyangga atau inangnya. Cabe jamu memiliki bulir-bulir buah, berbentuk panjang bulat menyerupai tabung yang panjangnya empat centimeter. Awalnya cabe ini berwarna hijau dan keras, tetapi berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning sampai kemudian menjadi merah dan lunak. (Source: Data Litbang, Balitro, media terkait, Wikipedia, data diolah F. Hero K. Purba)
Cabe jamu/ cabe jawa sudah sejak lama digunakan untuk berbagai keperluan. Di Indonesia, cabe jamu banyak digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (Jamu), Prospek pengembangan cabe jamu bertambah cerah sejalan dengan berkembangnya industri obat modern dan kecenderungan masyarakat menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam (back to nature). Peluang tersebut belum diikuti oleh peningkatan produktivitas tanaman di tingkat petani, hal tersebut disebabkan usaha tani cabe jawa masih dianggap usaha sampingan sehingga produksi nasional masih rendah, antara 1.000 – 1.500 kg/ha/tahun. Adapun manfaat utama cabe jawa yaitu buahnya sebagai bahan campuran ramuan jamu. Di Madura cabe jawa digunakan sebagai ramuan penghangat badan yang dapat dicampur dengan kopi, teh, dan susu. Cabe jawa bermanfaat untuk mengatasi rasa lemah (neurasthenia), masuk angin, pencernaan terganggu, batuk, ayan, dan demam. Akarnya bisa digunakan untuk obat kuat dan membersihkan rahim sehabis melahirkan. Sedangkan daunnya bisa dijadikan obat kumur dan pereda keluhan perut. Prospek pengembangan cabe jawa cukup cerah dengan perkembangan industri obat tradisional dan modern, didukung pula oleh kecenderungan back to nature sehingga kebutuhan obat-obatan yang berasal dari alam semakin meningkat.

Tuesday, March 26, 2013

Potensi Ampas Tebu dalam Peluang Usaha dan Pemanfaatan Komersial



Tanaman tebu (Sugarcane) merupakan tanaman semusim, sehingga tidak dipanen sepanjang tahun. Untuk menjamin rutinitas pasokan bagasse, maka diperlukan tempat penyimpanan yang luas. Kendalanya adalah bagasse bersifat kamba (bulky), sehingga memerlukan biaya transportasi dan penggudangan yang mahal. Pada saat penggudangan bagasse mudah terserang jamur dan serangga karena kandungan gula yang tersisa.Pengelolaan Ampas tebu (bagasse) adalah limbah padat industri gula tebu yang mengandung serat selulosa yang dapat dibuat pulp. Potensi bagasse di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia tahun 2005, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton bagasse. Potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per tahun.
 Beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi sentra atau pengembang komoditi tebu dengan tingkat populasi ternak yang tinggi, selain meraup rupiah dari beragam hasil tebu termasuk olahan seperti gula merah (saka), ampas tebu sendiri bisa dimanfaatkan menjadi banyak hal berguna, bahkan bernilai ekonomis. Selain sebagai sumber energi bahan bakar, ampas dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dan bila skala besar, hal ini juga bahkan membuka satu lagi peluang bisnis dari komoditi tebu yakni pakan ternak seperti halnya kompos.  
Bagase adalah hasil samping industri gula yang merupakan residu berserat dari tanaman tebu (Saccharum of ficinarum) setalah dilakukan ekstraksi dan pengempaan (Casey, 1960). agase mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi kimia kayu daun lebar, kecuali kadar airnya. Ampas tebu merupakan limbah lignoselulosa yang dihasilkan oleh pabrik gula setelah tebu diambil niranya. Ampas tebu mengandung kadar sellulosa yang tinggi sekitar 37,65%. Dari besarnya kadar sellulosa yang terdapat dalam ampas tebu tadi, maka dapat diambil suatu analisa bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp yang sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu kondisi operasi pada proses pembuatannya. Banyak alternatif lain untuk pemanfaatan ampas tebu baik untuk campuran bahan baku industri, penghasil energi ramah lingkungan, maupun kegunaan lain untuk skala rumah tangga. Dengan sedikit pengolahan ampas tebu dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan bernilai ekonomis tinggi.  

Monday, March 25, 2013

Bawang Merah Nasional Sebagai Tantangan dalam Usaha dan Pengembangan



Untuk disparitas harga bawang antar wilayah pada bulan Agustus 2012 cenderung tinggi dengan koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 31 %, sama hal dengan disparitas harga antar wilayah pada bulan Agustus 2011 dibandingkan dengan Agustus 2012 cenderung tinggi sebesar 26 %. Pergerakan harga bawang merah di bulan Agustus 2012 mengalami penurunan di bandingkan dengan bulan sebelumnya. Membaiknya cuaca tahun ini menjadi salah satu pendukung peningkatan produksi bawang merah nasional, Apabila dibandingkan dengan kebutuhan nasional sebesar 948.400 ton per tahun, maka pasokan bawang merah lokal tahun ini mengalami surplus sebanyak 78.181 ton. Kalau kita lihat dengan perkembangannya Bawang di Indonesia sulit berkembang. Sebab, tanaman itu baru dapat hidup dengan baik jika ditamam 1.000 meter dari permukaan laut dan memiliki 4 musim. Sedangkan Indonesia hanya memiliki 2 musim, kondisi itulah yang menyebabkan tanaman bawang sulit berkembang. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Untuk sentra Indonesia dengan 33 Propinsi, 325 Kabupaten, 5.054 Kecamatan mempunyai daerah potensial produksi bawang merah, yang berpeluang cukup baik bila dikelola dengan terencana, terarah, terintegrasi serta dengan kebijaksanaan yang mendukung dari semua sektor, tidak hanya dari sektor pertanian. Daerah tersebut diantaranya adalah : Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Papua. Menurut data tahun 2005 impor bawang mencapai 53.071 ton sedangkan ekspor 4.259 ton. Nilai ekonominya cukup tinggi mencapai Rp2 triliun per tahun dengan potensi pengembangan areal 90.000 hektar dan menyerap tenaga kerja mencapai 20 juta HOK (Hari Orang Kerja) pada On Farm (luas panen nasional 83.614 hektar). Kebutuhan sebagai konsumsi tahun 2007 mencapai 644.785 ton sedang produksi 807.000 ton, berarti masih surplus 160.000 ton. Sedangkan perkiraan untuk tahun 2008 kebutuhan konsumsi 658.347 ton dan produksi 855.000 ton, surplus 196.000 ton. Tahun 2009 konsumsi 676.045 ton dan produksi 913. 000 ton, surplus 230.000 ton per tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi bawang merah semakin menurun pada tiga tahun belakangan ini. Produksi bawang mengalami penurunan dari 965.164 ton pada 2009 menjadi 1.048.934 ton pada 2010 dan 893.124 pada 2011. Produksi nasional bawang merah ditahun 2010 sebesar 1.048.934 ton, dengan kebutuhan bawang merah 769.958 ton maka sebenarnya masih surplus sebesar 278.000 ton lebih dalam setahun. Namun karena waktu panen yang tidak teratur, kadang pasokan bawang kepasar terlambat dan harga menjadi mahal dipasar eceran. BPS mencatat, selama setahun terakhir ini, produksi bawah merah Nasional menurun tajam hingga 155,810 ribu ton atau sekitar 14,85 persen. Tercatat, untuk produksi bawang merah di tahun 2011, tercetak angka 893.124 ribu ton dengan luas panen sebesar 93,667 ribu hektar. Adapu untuk rata-rata produksinya adalah 9,54 hektare per ton.Menurutnya Inflasi bulan Agus-tus masih 0,7% dengan Juni mencapai 0,6% dan juli mencapai 0,7%, jadi tidak ada lonjakan yang berarti. Tidak naiknya harga bawang karena kekurangan permintaan bisa dipenuhi oleh impor yang semakin menurun akibat inflasi yang juga menurun. Dalam hal ini kenyataan itu dapat dikatakan kebutuhan komoditas bawang merah didalam negeri jauh melebihi kapasitas produksi yang dihasilkan. Potensi Indonesia tanaman bawang merah telah lama diusahakan oleh petani sebagai usahatani komersial. Tingkat permintaan dan kebutuhan bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini sangat menguntungkan dalam usaha agribisnis.

Friday, March 22, 2013

Pengembangan Agribisnis Buah Belimbing sebagai Potensi Buah Lokal Nusantara



Berbagai buah ciri khas Nusantara seperti Belimbing salah satu buah di Indonesia dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing, diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir, Demak jingga, Pasar minggu, Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok, & varietas Malaysia. Tahun 1987 tlah dilepas dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir & Kapur.Belimbing (Averrhoa carambola) merupakan tumbuhan penghasil buah berbentuk khas yang berasal dari Indonesia, India, dan Sri Langka. Saat ini, belimbing telah tersebar ke penjuru Asia Tenggara, Republik Dominika, Brasil, Peru, Ghana, Guyana, Tonga, dan Polinesia. Usaha penanaman secara komersial dilakukan di Amerika Serikat, yaitu di Florida Selatan dan Hawaii. Sources: Wikipedia, data media, data diolah F. Hero K. Purba). Adapun Manfaat buah belimbing: Mengobati jerawat, Mengatasi masalah kencing manis, menyembukan sariawan,  baik bagi penderita kanker,  mengobati demam, menyembuhkan batuk, Mengatasi kolesterol, menyembuhkan sakit tenggorokan, kandungan seratnya yang tinggi melancarkan pencernaan, menyembuhkan sakit kepala, sebagai obat Hipertensi, menyembuhkan Nyeri pada persendian dan sebagainya. Pada buah belimbing Belimbing memiliki kandungan pektin cukup tinggi. Pektin merupakan unsur zat pada buah atau sayur yang memiliki manfaat mengurangi kolesterol. Konsumsi buah berpektin setiap hari bisa untuk mengurangi kadar kolesterol di dalam tubuh. Sektor pertanian Hortikultura yakni buah belimbing juga menjadi ciri khas dan yang menjadi andalan adalah tanaman buah yang salah satunya adalah buah belimbing yang selama ini menjadi trademark.
Khususnya untuk sektor hortikultura buah lokal seperti belimbing bagaimana menjaga kestabilan harga belimbing di tingkat petani, menambah personil penyuluh pertanian agar penyuluhan kepada petani dapat dilakukan secara intensif dan efektif. Upaya lain dalam meningkatkan nilai tambah produk Belimbing adalah pengolahan produk. Walaupun usaha pengolahan hortikultura di kota Depok masih minim, akan tetapi sosialisasi pelatihan di bidang olahan untuk memotivasi pengusaha mikro dibidang pengolahan dalam memproduksi olahan hortikultura khususnya buah-buahan menjadi minuman segar terus ditingkatkan. Seperti contoh belimbing asal Depok dengan perkiraan total produksi yang dihasilkan dari belimbing Depok berkisar antara 2.700 Ton sampai 3.000 Ton per tahun, Sementara kapasitas Produksi Belimbing jika diterapkan budidaya sesuai SOP Belimbing Dewa, diharapkan produktifitas per pohon dapat mencapai 300 kg per tahun dan jika diasumsikan harga per Kg Belimbing Berkisar antara Rp 4.000 – Rp 6.000,-. Bahwa prospek usahatani agribisnis belimbing sangat cerah bila dikelola secara intensif dan komersial, baik dalam bentuk kultur perkebunan, pekarangan yang merupakan potensi dalam pengembangan usaha hortikultura buah.

Thursday, March 21, 2013

Potensi Salak Indonesia sebagai Buah Ciri Khas Nusantara dalam Prospek Pemasaran



Salak merupakan buah asli Nusantara ini juga termasuk buah yang populer di masyarakat Indonesia dan cukup banyak pula varietas yang telah dikembangkan, di antaranya salak pondoh (Sleman, Yogyakarta), manonjaya (Tasikmalaya), condet (Jakarta), bali (Bali), dan Padangsidimpuan (Sumatera Utara). Beraneka ragam varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesi. Ada yang masih muda sudah terasa manis, Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah untuk dikembangkan ialah: salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, gula batu (Bali), dan lain-lain. Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada 3 perbedaan yang menyolok, yakni: salak Jawa Salacca zalacca (Gaertner) Voss yang berbiji 2-3 butir, salak Bali, Slacca amboinensis, (Becc) Mogea yang berbiji 1- 2 butir, dan salak Padang Sidempuan Salacca sumatrana (Becc) yang berdaging merah. Jenis salak itu mempunyai nilai komersial yang tinggi. (Sources:Berbagai media sumber terkait, wikipedia, data diolah F. Hero K. Purba).
Salak yang tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi. Buah Salak punya sifat khas kleistogami yakni untuk terjadinya pembuahan dapat dilakukan sendiri secara otomatis, tidak mmbutuhkan bantuan manusia. Bentuk tanaman tegak dengan tinggi pohon lima sampai tujuh meter itu pada bagian batangnya bulat-bulat bekas tangkai daun, sekaligus tempat munculnya buah. Salak hanya dimakan segar atau dibuat manisan dan asinan. Pada saat ini manisan salak dibuat beserta kulitnya, tanpa dikupas. Batangnya tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Buah matang disajikan sebagai buah meja. Buah segar yang diperdagangkan biasanya masih dalam tandan atau telah dilepas (petilan). Buah salak yang dipetik pada bulan ke 4 atau ke 5 biasanya untuk dibuat manisan.
Untuk Potensi serta promosi buah lokal nusantara ini nampaknya masih menjanjikan untuk pasar ekspor, salah satunya adalah salak. Sangat di sayangkan, minimnya promosi membuat pasar ekspor salak belum banyak mengenal buah salak ketimbang buah-buah lainnya seperti manggis. Salak (Salacca Edulis) merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati oleh orang Jepang, Amerika, dan Eropa. Buah Salak ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat dikonsumsi sebagai buah segar maupun diolah sebagai manisan. Daging buah ini mengandung kalsium, tanin, saponin, dan flavonoida. Dalam perkembangan pasar yang semakin meningkat membuat para pelaku usaha mulai kerepotan memenuhi besarnya permintaan. Sehingga mereka mulai meningkatkan kapasitas produksi. Serta adanya pengolahan buah salak yang dijadikan dodol serta produk olahan lainnya.. Para pelaku usaha mencoba untuk mulai beralih menggunakan bantuan  mesin pembuat dan pencetak dodol, dalam proses produksi. Dengan bantuan mesin tersebut, para pelaku usaha dapat memproduksi dodol salak dengan kapasitas lebih banyak, dan hasil yang diperolehpun juga lebih maksimal. Diharapkan buah salak dan produk olahan salak dapat dikembangkan dengan baik lagi dengan mengembangkan prospek pasar sesuai dengan keinginan dan permintaan konsumen.

Wednesday, March 20, 2013

Pemasaran Dalam Negeri / Domestik dalam Mengatasi Kendala dan Hambatan dalam Pertanian Indonesia



Meningkatnya pendapatan masyarakat terutama di kalangan petani akan meningkatkan kebutuhan pangan berkualitas dan beragam / diversifikasi. Keragaman produk menuntut adanya pengolahan hasil pertanian dengan kapasitas, kualitas dan kontinuitas; Pembangunan dan perkembangan pertanian menjadi sangat penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat terutama diwilayah pedesaan, maka orientasi pembangunan pertanian diarahkan kepada model sistem agibisnis terpadu dengan keterkaitan yang erat antara berbagai subsistemnya. Subsistem dalam agribisnis tersebut adalah subsistem sarana produksi pertanian (down stream), subsistem usaha tani (farming), subsistem pengolahan dan pemasaran (up stream) serta subsistem penunjang (kebijakan pemerintah, penelitian, penyuluhan dan perkereditan/pembiayaan). Adapun kendala dalam masa perkembangan reformasi dan perkembangan merupakan warna dari mafia pertanian semakin terlihat jelas dalam suksesi revolusi hijau (green revolution), eksploitasi sumberdaya hutan, eksploitasi isi lautan dan swastanisasi perkebunan. Indikasinya terlihat dari: 1) Derasnya aliran modal (utang) dan investor asing yang membonceng banyak kepentingan; 2) kentalnya pengaturan kebijakan pembangunan pertanian yang bias pangan (padi) dan perkebunan (sawit); 3) Kentalnya pengaturan ekspor agro yang bias produk mentah (tidak bernilai tambah); 4) longgarnya pengaturan impor input dan output pertanian; 5) Kentalnya pengaturan kebijakan pengembangan industri yang tidak memihak pada sektor pertanian; 6) Kentalnya pengaplingan hutan dan lautan oleh segelintir perusahaan dan kroni-kroni seputar kekuasaan; 7) Kentalnya dominasi ekspor hasil pertanian, perikanan dan kehutanan oleh mafia bisnis dalam lingakaran kekuasaan; 8) Mengkristalnya monopoli produksi dan pasar komoditas agro strategis oleh segelintir korporasi; dan 9) Subordinasi teknologi dan kelembagaan lokal oleh inovasi luar. (Berbagai sumber, media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Pemasaran dalam negeri untuk produk pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara langsung maupun yang tidak terlibat atau terkait langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian. Khusus untuk beberapa komoditi terutama komoditi yang berorientasi ekspor seperti komoditi perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, gambir dan lain sebagainya) sering dihadapi dengan kendala pemasaran, terutama di daerah pedesaan. Komitmen Pemerintah untuk memajukan sektor pertanian sudah besar, namun mengingat kemampuan pendapatan negara terbatas, alokasi biaya pembangunan sektor pertanian menjadi tidak ideal. Konsep agribisnis pada saat ini merupakan konsep yang cocok untuk melihat permasalahan pertanian karena maju mundurnya pertanian semata-mata tidak hanya diakibatkan oleh permasalahan teknis produksi saja namun juga disebabkan oleh faktor diluar hal tersebut. Pada akhirnya permasalahan kesejahteraan petani tidak hanya dipengaruhi oleh on-farm agribusiness tetapi juga oleh off-farm agribusiness.
Produk pertanian Indonesia mampu menembus pasar dunia dengan penguatan Pasar dosmestik yang kuat, maka dituntut terpenuhinya mutu yang bagus, harga bersaing serta kontinuitas penyediaan produksi. Sebagai upaya pelaksanaan strategi pemasaran, lanjut dia, diantaranya menggalakkan promosi produk-produk pertanian dalam negeri agar lebih dikenal pasar domestik maupun internasional. Dengan adanya kelembagaan Petani yang teroganisir dan bantuan pembiayaan mikro sebagai mitra eksportir untuk membangun peningkatan ekspor. Produksi dunia dapat ditingkatkan jika setiap negara penghasil komoditas yang melakukan perdagangan dengan negara lain,memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Adapun manfaat keunggulan kompetitif tersebut juga tergantung pada nilai tukar perdagangan (terms of trade) antar negara pelaku perdagangan.

Tuesday, March 19, 2013

Penyelenggaraan Sidang 87th ICCO di Bali, Indonesia dalam Pengembangan Sektor Agribisnis Kakao dalam Pemasaran Internasional



Untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan sidang International Cocoa Organization (ICCO) yang berlangsung tanggal 18 – 22 Maret 2013 di Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali yang dilanjutkan dengan penandatanganan “Abidjan Declaration”, yaitu deklarasi bersama Negara-negara produsen dan importir kakao untuk memberikan dukungan penuh bagi pengembangan sektor kakao secara berkelanjutan di Negara-negara anggota ICCO. Indonesia telah masuk menjadi anggota ICCO dengan ditandatanganinya Internasional Cocoa Agreement pada 12 September 2011, sekaligus menandai masuknya Indonesia pada keanggotaan ICCO, Indonesia mendapat kemudahan akses dalam mengekspor produk kakao ke negara anggota.
Menteri Pertanian Suswono dalam sambutannya mengatakan bahwa Indonesia telah melakukan langkah-langkah dalam hal peningkatan produksi kakao nasional, diantaranya dengan pencanangan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao sejak tahun 2009, dan dampaknya adalah produksi kakao yang tadi 1 Hektar hanya sekitar 400 kg kini telah meningkat menjadi 700 kg/Hektar,  potensi produksi kakao nasional per hektar dapat mencapai 1,5 Ton/ hektar. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Total produksi setara biji tahun 2012 adalah sebasar 833.310 ton atau meningkat 17 %  dibandingkan dengan produksi tahun 2011 sebesar 712.231 per ton, dengan total nilai ekspor Indonesia tahun 2012 adalah 978 juta US Dollar.
Perkembangan ekspor biji kakao pada September 2012 naik 37%. namun secara kumulatif Januari-September 2012, ekspor biji kakao hanya mencapai 105.000 ton atau turun 33,54% karena lebih banyak diserap dalam negeri.Ekspor kakao untuk produk downstream tiga yang merupakan produk akhir olahan kakao hanya US$ 74,9 juta pada 2009, namun pada 2011 sudah mencapai US$ 209,3 juta. Kenaikan mencapai tiga kali lipat. Untuk produk downstream I atau produk intermediate kakao dari nilai ekspornya US$ 250,4 juta pada 2009 naik menjadi US$ 518,9 juta pada 2011. Ekspor kakao menunjukkan pergeseran dari dominasi biji kakao pada 2009 menjadi kakao olahan mulai 2011. Pada 2009, ekspor biji kakao mencapai 80% atau 439 ribu ton. Angka ini menurun menjadi 70% atau 210 ribu ton pada 2011. (Berdasarkan data media terkait, BPS, data diolah F. Hero K Purba).
Produksi kakao berkelanjutan berdampak signifikan pada perekonomian negara-negara berkembang dan memberikan mata pencaharian bagi 40 sampai 50 juta orang di seluruh dunia. Tidak seperti industri agribisnis yang lebih besar, sebagian besar masih berasal dari kakao pada keluarga-menjalankan peternakan kecil yang memiliki akses terbatas ke sumber daya dan pasar terorganisir. Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi produksi kakao dunia, aktor publik dan sektor swasta semakin bermitra untuk mendedikasikan dana dan keahlian untuk meningkatkan pertanian kakao yang berkelanjutan dan kondisi komersial negara berkembang lokal. Dengan bantuan dari World Cocoa Foundation (WCF), upaya ini akan diterjemahkan ke dalam kehidupan yang lebih baik di tingkat petani, peningkatan sumber daya dan investasi di tingkat nasional, dan lingkungan, lebih aman lebih aman bagi petani kecil yang memasok sebagian besar produksi kakao bagi konsumen dunia..
Industri dalam negeri dapat meningkatan jatah biji kakao. Tahun 2011, industri pengolahan mendapat kuota sekitar 207.000 ton. Tahun depan, pasar domestik diberi jatah untuk menyerap 250.000 ton biji kakao produksi nasional. Namun, alokasi jatah bahan baku itu tidak setara dengan target produksi industri pengolahan sebesar 400.000 ton pada 2012. Khasiat coklat dari chocolate shop untuk kesehatan adalah sebagai antioksidan, antioksidan dalam coklat untuk chocolate souvenir diperoleh dari biji kakao yang mengandung antioksidan flavonoid yang berguna untuk menahan radikal bebas. Kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% juga memiliki manfaat untuk kesehatan, karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid.  Dengan adanya antiosidan, akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh.  Produksi kakao mempunyai arti yang strategis dan penting karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Dalam pengembangan potensi kakao ini hampir sekitar 80% dari produksi kakao nasional di ekspor karena daya serap industri pengolahan dalam negeri relatif rendah. Citra mutu kakao Indonesia yang dikenal rendah serta rendahnya kapasitas industri pengolahan dapat menghambat peningkatan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Serta peningkatan mutu kakao Indonesia sebagai daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia dan faktor-faktor apa yang menjadi penentu daya saing komoditi tersebut di pasar internasional serta bagaimana strategi untuk meningkatkan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Indonesia selama ini hanya mendapat fasilitas bea masuk 0% untuk biji kakao, sedangkan kakao olahan dikenai tarif bea masuk yang bervariasi. Misalnya, cocoa butter 4,2%, cocoa powder 2,8%, dan cocoa cake 6,1%. Angka tarif bea masuk itu ditetapkan setelah mendapat potongan tarif Generalized System of Preferences (GSP).
Berdasarkan informasi ICCO bahwa untuk sidang tahunan ICCO merupakan sidang tahunan yang diadakan dua kali dalam setahun, yaitu di London dan di Negara anggota ICCO. Pertemuan di Bali, Indonesia merupakan pertemuan yang ke-87 kalinya yang diikuti oleh 70 delegasi asing yang berasal dari Eropa sebanyak 7 negara, Afrika sebanyak 10 Negara, Amerika Latin sebanyak 3 negara, Malaysia dan Papua Nugini.

Perkembangan Kacang Hijau dalam Usaha Agribisnis Untuk Konsumsi dalam Negeri



Kacang hijau yang dikenal dengan nama berbeda di beberapa negara, yaitu Mungbean, greengran, moong, Oregon pea, Chickasaw, Chiroko. Di Indonesia terjadi penurunan volume impor kacang hijau juga terjadi selama tahun 2011, yakni dari 996 ton pada tahun 2010 menjadi 355 ton pada tahun 2011. Manfaat kacang hijau yang mengandung asam folat ini juga dapat menghindarkan dari terjadinya bayi kelainan jantung, bibir sumbing, dan berbagai kecacatan lainnya. Selain itu Asam folat juga dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan Jantung. Kandungan lemak tidak jenuh dalam kacang hijau aman untuk di konsumsi dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Karena lemaknya merupakan lemak tak jenuh, bagi Anda yang memiliki masalah dengan berat badan tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi kacang hijau. Pulau Jawa adalah penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sentra daerah produksi kacang hijau adalah NAD, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah 90 % terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70 % berasal dari lahan sawah. Potensi lahan kering daerah tersebut yang sesuai ditanami kacag hijau sangat luas. Tantangan pengembangan agroindustri kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan produktivitas dan mempertahankan kualitas ;lahan untuk berproduksi lebih lanjut. Lahan kering di Sumatera umumnya tergolong masam dan miskin hara. Lahan kering di Jawa, Sulawesi dan Nusatenggara masalah utamanya adalah kekeringan dan miskin hara. Pengembangan agroindustri kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam kesiapan teknologi dalam Pengembangan kacang hijau di lahan kering. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat pengembangan kacang hijau di lahan kering. (Berbagai sumber media terkait,BPS, litbang, data diolah F. Hero K. Purba)
Produksi kacang hijau petani kabupaten/kota di provinsi ini relatif sedikit, dan jauh dari kebutuhan yang diharapkan konsumen. Kebutuhan kacang hijau terus meningkat rata - rata setiap  tahun + 330.000 ton, produksi rata - rata setiap tahun 38.414 ton (93,46%) dan impor masih tinggi dengan volume impor rata - rata setiap tahun sekitar + 29.443 ton. Areal panen kacang hijau di Indonesia pada tahun 2011 seluas 297.315 ha dan produksi yang dicapai sebesar 341.342 ton dengan produktivitas rata- rata 11,48 ku /ha. Tahun 2008 -2009 terjadi volume impor dan ekspor yang lebih Tinggi dibandingkan tahun sebelum dan sesudahnya. Perkembangan impor kacang hijau dari tahun 2002 –2012 mengalami peningkatan sebesar 16,53% sedangkan produksi kacang hijau mengalami peningkatan hanya sebesar 1,11%. Untuk itu dalam pengembangan agroindustri kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam kesiapan teknologi dalam Pengembangan kacang hijau di lahan kering. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat pengembangan kacang hijau di lahan kering.

Monday, March 18, 2013

“Tidak Seputih Warna Suci” Bisnis Bawang Putih Menjadi Dilema Atau Solusi dalam Pemasaran Domestik untuk Kebutuhan Impor di Indonesia



Volume impor produk bawang meroket. Volume impor produk bawang putih sampai dengan 2012, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berjumlah 415 ribu ton, jika dibandingkan pada 2006 di mana volume impor bawang putih saat itu hanya berjumlah 295.057 ton. Pada tahun 2006, impor bawang putih kita melambung menjadi 297.477,8 ton dengan nilai Rp1,7 triliun, dan tahun 2007 meningkat lagi menjadi  423.000 ton dengan nilai 2,4 trilyun. Ini merupakan hal yang sangat serius, sebab sentra-sentra bawang putih kita seperti Sembalun (Lombok, NTB), Tawangmangu dan Tuwel (Jateng), serta Bantul (DIY), Harga bawang putih di China meningkat dari U$ 390 per ton menjadi US$ 500 per ton atau meningkat sebesar 28%.Harga bawang putih impor pada Februari 2012 cuma Rp 4.000 per kg di tingkat grosir, kini melonjak jadi Rp 5.200 per kg. Untuk di tingkat eceran di Jakarta mungkin harganya saat ini sekitar Rp 7.000 per kg. Impor bawang putih pada periode Januari 2011 hingga Juni 2011 tercatat sebanyak 178,9 ton dengan nilai US$ 132,77 juta. Pada 2010 lalu, impor bawang putih nasional mencapai 361,174 ton dengan nilai US$ 245,9 juta. (Sources Data, media terkait, BPS, data diolah F. Hero K. Purba).
Cina merupakan pemasok terbesar untuk kmoditas bawang putih dunia. Hampir sekitar 75 persen bawang putih di dunia, diproduksi di Cina. Jangan salah sangka, 90 persen bawang putih yang dikonsumsi di Indonesia berasal dari Cina. Petani bawang putih kita hanya mampu menyediakan 10 persen kebutuhan bawang putih nasional.Permasalahan internal terjadi untuk bawang putih dimana masalah iklim sehingga tanaman bawang mudah terserang hama. Kondisi ini menyebabkan pasokan  bawang lokal kalah dari bawang impor terutama China.
Untuk pembudidayaan bawang putih dengan iklim yang paling cocok untuk bawang putih hanya di dataran tinggi. Namun demikian ada varietas yang cocok untuk ditanam di dataran rendah sampai dataran medium pada ketinggian 200-700 m. suhu malam yang agak dingin diperlukan untuk pembentukan umbi. pH yang dikehendaki oleh bawang putih berkisar antara 6-7. tanaman bawng putih di dataran rendah kurang baik apabila ditanam di musim hujan. Selain tanah terlalu basah, suhunya juga terlalu tinggi sehingga mempersulit pembentukan umbi. Bawang putih dikembangbiakkan dengan umbi siung.
Pada tahun 2004, Cina merupakan sumber dominan bawang putih impor di Amerika Serikat meskipun pengenaan tugas persen terhadap 377 segar impor Cina bawang putih yang dikenakan pada tahun 1994. Sebelum pengenaan tugas antidumping Cina adalah eksportir utama bawang putih ke Amerika Serikat. Pada tahun 1994, bawang putih segar Asosiasi Produsen mengajukan antidumpingpermohonan mengklaim harga bawang putih Cina adalah kurang dari biaya produksidi China dan merugikan industri AS. Tarif berhasil menurunkan Cina impor bawang putih segar selama beberapa tahun, sehingga Meksiko untuk menebus beberapa China mantan pangsa impor AS bawang putih segar Namun impor bawang putih, dari Cina telah meningkat lebih dari 250 persen antara tahun 2001 dan 2004, sementara Meksiko impor telah menurun sejak tahun 2001. Peningkatan impor China dikatakan karena celah dalam undang-undang yang melibatkan impor cara bawang putih segar dari pengirim baru, yang tidak terlibat dalam urutan anti dumping, ditangani. Adanya sindikat impor kaya dengan menjual rekomendasi impor dengan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikuktura (RIPH). Akibatnya, importir produk bawang putih meningkat yang sebelumnya 70 importir menjadi 130 importir pada 2012.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Juni 2011 pemasukan impor bawang putih oleh Indonesia terbesar berasal dari China sebesar 47.000 ton dengan nilai US$ 33,168 juta dan Taiwan sebesar 270 ton dengan nilai US$ 177.000. Bagaimana mengatasi besarnya impor bawang putih yang begitu besar? Tentunya harus bersinergi antara pemangku kepentingan untuk membantu petani lokal dalam pengembangan bawang putih lebih baik lagi dalam peningkatan dan pembudidayaan bawang putih.

Friday, March 15, 2013

Tantangan dan Harapan Prospek Hortikultura Indonesia dalam Pemanfaatan Pemasaran Dalam Negeri



Adapun hal-hal yang menjadi kendala bahwa impor buah Indonesia tidak hanya berupa buah subtropis, seperti apel merah, anggur, pir, dan kiwi, tetapi juga buah tropis yang dimiliki Indonesia, seperti durian dan nangka. Pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan dalam impor yang dimaksudkan memberikan perlindungan kepada petani hortikultura di dalam negeri. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan secara berkala mengeluarkan beberapa ketentuan impor untuk hortikultura. (Sources: Berbagai sumber media terkait, data media, data diolah F. Hero K. Purba). 
Pemerintah Amerika Serikat mengajukan langkah notifikasi dan keberatan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas pembatasan impor produk hortikultura yang dilakukan Indonesia. Langkah notifikasi AS juga memuat keberatan atas pembatasan dan pengaturan impor hewan dan produk hewan. Kebijakan pembatasan impor hortikultura itu dinilai cukup kompleks bagi mitra dagang Indonesia dan ditengarai akan menyulitkan ekspor produk hortikultura (dan daging sapi) dari AS. Indonesia berupaya membangun dan mengembangkan hortikultura lokal, setidaknya agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri yang potensi pasarnya demikian besar. Setelah memperoleh tekanan dari masyarakat, pemerintah pelan-pelan mulai bergerak untuk membangun dan mendorong kemajuan buah lokal, sayur khas domestik, dan bunga eksotik domestik, yang pasti memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Masyarakat cukup resah terhadap kinerja ekonomi hortikultura yang jauh dari memadai, apalagi jika dibandingkan dengan potensi dan peluang yang demikian besar.Untuk nilai impor produk hortikultura tahun 2007 hanya 798 juta dollar AS, naik menjadi 1,7 miliar dollar AS tahun 2011. Nilai impor produk hortikultura pada Januari-Juli 2012 saja mencapai 1 miliar dollar AS atau setara Rp 10 triliun. Lebih separuh dari nilai impor hortikultura tahun 2012, yakni 600 juta dollar AS, disumbang oleh impor buah.Menurut aturan teknis impor hortikultura dalam Permentan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Permendag Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura berlaku September 2012. Proses perumusan kebijakan yang aktif-dinamis tentu ditanggapi beragam di dalam negeri. Dianalisis secara ekonomi dan politik kepentingan, periode pemberlakuan yang terus diundur, hingga bermuara pada pelarangan impor 11 produk hortikultura untuk periode Januari-Juni 2013. Sementara itu untuk volume impor berbagai jenis benih hortikultura pada tahun depan diperkirakan meningkat 19,8% menjadi 4.900 ton dibandingkan dengan perkiraan 2011 yang sebanyak 4.090 ton.
Globalisasi ekonomi dan tantangan ekonomi dalam suppy dan demand merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Misalnya, pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh negara dalam aspek tertentu semakin mengarah kepada preferensi yang bersifat universal akibat globalisasi informasi.
Apabila kita melihat dan menganalisa bahwa komoditas hortikultura umumnya diusahakan petani untuk dijual atau market oriented, bukan untuk konsumsi sendiri atau subsisten. Konsekuensinya adalah petanihortikultura dituntut untuk lebih mampu membaca peluang pasar dan menyesuaikan produksinya dengan preferensi konsumen yang dapat berubah cepat akibat globalisasi informasi. Perubahan struktur konsumsi pangan seperti secara umum lebih cepat di negara-negara maju daripada negara berkembang. Oleh karena itu dapat dipahami jika pangsa impor komoditas hortikultura terhadap total impor pangan untuk prospek ke depan.