Dengan mewujudkan suatu kesinergian yang saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan antara pengusaha pasar modern dengan pedagang kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat hal inilah yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan langkah stimulus fiskal dan moneter lanjutan. Dengan penurunan ekspor diprediksi bisa mencapai 50% di tahun 2009. Kadin mengimbau pemerintah bersama dengan Bank Indonesia segera mempersiapkan langkah stimulus fiskal dan moneter lanjutan.
Di Amerika Serikat, paket stimulus senilai 787 miliar dollar AS dan bail out terhadap sektor keuangan dan korporasi menyisakan defisit fiskal di pihak pemerintah federal sebesar 1,7 triliun dollar AS. Ini hampir empat kali lipat dari posisi defisit tahun 2008 yang 455 miliar dollar AS dan delapan kali lipat defisit 2007. Feldstein memperkirakan defisit fiskal AS tahun ini bakal melonjak di atas 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Stimulus sebesar itu juga membengkakkan utang nasional AS dari sekitar 9 triliun dollar AS menjadi 10,7 triliun dollar AS. Ini menjadi tanggung jawab pembayar pajak dan generasi mendatang. Dengan utang sebesar itu, setiap warga negara AS memikul beban utang 36.000 dollar AS.Negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) misalnya, telah mengumumkan paket stimulus fiskal sebesar 819 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9.000 triliun. Jerman akan mengucurkan sekitar Rp 50 miliar euro atau sekitar Rp 750 triliun.Dari sisi moneter, bank-bank sentral secara agresif terus memangkas suku bunganya. Bank Sentral AS, Federal Reserve, hanya menyisakan besaran 0,25 persen untuk suku bunga acuannya. Ini artinya, hampir tidak ada ruang lagi untuk stimulus moneter. Jepang bahkan memangkas suku bunga acuannya hingga nol persen. Akibat pemangkasan yang agresif, suku bunga acuan di negara-negara maju kini telah di bawah 1,5 persen. Prediksi pertumbuhan ekonomi 2009 pun terus direvisi. Pada Oktober 2008, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 masih diprediksi mencapai 3 persen. Seiring waktu, perkiraan angka pertumbuhan terus menurun hingga akhirnya prediksi paling akhir sementara, pada Januari 2009, menetapkan pertumbuhan ekonomi dunia hanya sebesar 0,4 persen. Makin banyak negara yang diprediksi pertumbuhannya negatif, antara lain AS, negara Uni Eropa, Jepang, Kanada, dan Singapura. Situasi yang nyaris mirip juga dialami perekonomian Indonesia. Pengumuman stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun dan pemangkasan BI Rate paling dramatis sepanjang sejarah belum juga bisa menahan pelambatan ekonomi yang lebih dalam.
Sedangkan di Uni Eropa berada diambang ujian yang menentukan. Selama ini,negara dibenua Eropa sedang menuju saling pendekatan dibidang ekonomi dan moneter. Tapi itu tidak akan banyak tersisa, bila Uni Eropa tidak lolos dalam menghadapi krisis keuangan.Meskipun demikian Uni Eropa memiliki pengalaman yang panjang dengan kepentingan yang berbeda, dan membiarkan tumbuhnya harapan, bahwa juga dibawah bayangan situasi yang luar biasa, dapat menciptakan kesejahteraan bersama. Hasil dari pertemuan di Istana Elysse, jangan dianggap remeh. Dalam penjelasan bersama. dengan jelas terlihat bahwa pimpinan politik di Eropa, menolak langkah yang bersikap doktrin dan egois.
Harian Swiss SONNTAGZEITUNG mengomentari sejumlah langkah penyelamatan krisis keuangan dan kurangnya koordinasi di Eropa. Harian ini selanjutnya menulis, "Dalam waktu tiga hari,tujuh negara Eropa harus menyelamatkan lima bank dari kebangkrutan. Di Inggris, Spanyol dan Irlandia bidang properti ambruk. Bank Eropa berutang banyak ketimbang bank di Amerika Serikat.Perancis berada diambang resesi. Konjunktur dikawasan Eropa anjlok. Tapi pemerintahan masih tetap percaya, akan dapat lolos dari krisis tanpa melakukan tindakan yang dikoordinir. Kegembiraan terhadap kerugian yang dialami orang lain, dalam hal ini menyangkut krisis di Amerika Serikat telah mengaburkan pandangan, bahwa hal itu juga telah berada didepan Eropa. Harian Inggris TELEGRAPH yang terbit di London menyoroti pernyataan pemerintah Jerman untuk menjamin tabungan pribadi, sehubungan dengan terjadinya krisis keuangan. Selanjutnya harian ini menulis, " Keputusan pemerintah Jerman, untuk menjamin tabungan pribadi,membuat Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling semakin mendapatkan tekanan yang besar, agar melakukan tindakan yang sama. Bagi Menteri Keuangan Alistair Darling ,yang diprioritaskan adalah kembali memulihkan kepercayaan terhadap sistem perbankan.Itu berarti, krisis manajemen yang terjadi ditahun belakangan diganti dengan rencana yang meyakinkan, agar sistem keuangan kembali berfungsi, dan sekaligus menghindarkan terjadinya sebuah bencana. Harian Jerman STUTTGARTER ZEITUNG,sehubungan dengan krisis keuangan, harian ini menurunkan komentar yang meragukan masa depan perbankan. Selanjutnya ditulis, "Kebangkrutan bank-bank,terutama di Jerman , segera membangkitkan ingatan terhadap krisis ekonomi dunia. Antrian panjang dari para nasabah yang berputus asa, yang ingin mengambil uangnya. Tapi tidak semua bank mempunyai nasabah pribadi, yang karena cemas menyerbu loket-loket bank untuk mengambil uang tabungannya. Dengan demikian tidak ada alasan, untuk bank seperti itu dalam kondisi apapun harus terus eksis. Dalam setiap krisis yang baru, harus dicari pemecahannya secara khusus dan terpisah. Dan pemecahannya juga dapat berupa penentuan bahwa sebuah bank tidak punya masa depan, melainkan hanya untuk menuntaskan transaksinya.(sumber Koran Kompas sebagai bahan wacana, data diolah berbagai sumber dan wacana oleh Frans Hero K. Purba)
Di Amerika Serikat, paket stimulus senilai 787 miliar dollar AS dan bail out terhadap sektor keuangan dan korporasi menyisakan defisit fiskal di pihak pemerintah federal sebesar 1,7 triliun dollar AS. Ini hampir empat kali lipat dari posisi defisit tahun 2008 yang 455 miliar dollar AS dan delapan kali lipat defisit 2007. Feldstein memperkirakan defisit fiskal AS tahun ini bakal melonjak di atas 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Stimulus sebesar itu juga membengkakkan utang nasional AS dari sekitar 9 triliun dollar AS menjadi 10,7 triliun dollar AS. Ini menjadi tanggung jawab pembayar pajak dan generasi mendatang. Dengan utang sebesar itu, setiap warga negara AS memikul beban utang 36.000 dollar AS.Negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) misalnya, telah mengumumkan paket stimulus fiskal sebesar 819 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9.000 triliun. Jerman akan mengucurkan sekitar Rp 50 miliar euro atau sekitar Rp 750 triliun.Dari sisi moneter, bank-bank sentral secara agresif terus memangkas suku bunganya. Bank Sentral AS, Federal Reserve, hanya menyisakan besaran 0,25 persen untuk suku bunga acuannya. Ini artinya, hampir tidak ada ruang lagi untuk stimulus moneter. Jepang bahkan memangkas suku bunga acuannya hingga nol persen. Akibat pemangkasan yang agresif, suku bunga acuan di negara-negara maju kini telah di bawah 1,5 persen. Prediksi pertumbuhan ekonomi 2009 pun terus direvisi. Pada Oktober 2008, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 masih diprediksi mencapai 3 persen. Seiring waktu, perkiraan angka pertumbuhan terus menurun hingga akhirnya prediksi paling akhir sementara, pada Januari 2009, menetapkan pertumbuhan ekonomi dunia hanya sebesar 0,4 persen. Makin banyak negara yang diprediksi pertumbuhannya negatif, antara lain AS, negara Uni Eropa, Jepang, Kanada, dan Singapura. Situasi yang nyaris mirip juga dialami perekonomian Indonesia. Pengumuman stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun dan pemangkasan BI Rate paling dramatis sepanjang sejarah belum juga bisa menahan pelambatan ekonomi yang lebih dalam.
Sedangkan di Uni Eropa berada diambang ujian yang menentukan. Selama ini,negara dibenua Eropa sedang menuju saling pendekatan dibidang ekonomi dan moneter. Tapi itu tidak akan banyak tersisa, bila Uni Eropa tidak lolos dalam menghadapi krisis keuangan.Meskipun demikian Uni Eropa memiliki pengalaman yang panjang dengan kepentingan yang berbeda, dan membiarkan tumbuhnya harapan, bahwa juga dibawah bayangan situasi yang luar biasa, dapat menciptakan kesejahteraan bersama. Hasil dari pertemuan di Istana Elysse, jangan dianggap remeh. Dalam penjelasan bersama. dengan jelas terlihat bahwa pimpinan politik di Eropa, menolak langkah yang bersikap doktrin dan egois.
Harian Swiss SONNTAGZEITUNG mengomentari sejumlah langkah penyelamatan krisis keuangan dan kurangnya koordinasi di Eropa. Harian ini selanjutnya menulis, "Dalam waktu tiga hari,tujuh negara Eropa harus menyelamatkan lima bank dari kebangkrutan. Di Inggris, Spanyol dan Irlandia bidang properti ambruk. Bank Eropa berutang banyak ketimbang bank di Amerika Serikat.Perancis berada diambang resesi. Konjunktur dikawasan Eropa anjlok. Tapi pemerintahan masih tetap percaya, akan dapat lolos dari krisis tanpa melakukan tindakan yang dikoordinir. Kegembiraan terhadap kerugian yang dialami orang lain, dalam hal ini menyangkut krisis di Amerika Serikat telah mengaburkan pandangan, bahwa hal itu juga telah berada didepan Eropa. Harian Inggris TELEGRAPH yang terbit di London menyoroti pernyataan pemerintah Jerman untuk menjamin tabungan pribadi, sehubungan dengan terjadinya krisis keuangan. Selanjutnya harian ini menulis, " Keputusan pemerintah Jerman, untuk menjamin tabungan pribadi,membuat Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling semakin mendapatkan tekanan yang besar, agar melakukan tindakan yang sama. Bagi Menteri Keuangan Alistair Darling ,yang diprioritaskan adalah kembali memulihkan kepercayaan terhadap sistem perbankan.Itu berarti, krisis manajemen yang terjadi ditahun belakangan diganti dengan rencana yang meyakinkan, agar sistem keuangan kembali berfungsi, dan sekaligus menghindarkan terjadinya sebuah bencana. Harian Jerman STUTTGARTER ZEITUNG,sehubungan dengan krisis keuangan, harian ini menurunkan komentar yang meragukan masa depan perbankan. Selanjutnya ditulis, "Kebangkrutan bank-bank,terutama di Jerman , segera membangkitkan ingatan terhadap krisis ekonomi dunia. Antrian panjang dari para nasabah yang berputus asa, yang ingin mengambil uangnya. Tapi tidak semua bank mempunyai nasabah pribadi, yang karena cemas menyerbu loket-loket bank untuk mengambil uang tabungannya. Dengan demikian tidak ada alasan, untuk bank seperti itu dalam kondisi apapun harus terus eksis. Dalam setiap krisis yang baru, harus dicari pemecahannya secara khusus dan terpisah. Dan pemecahannya juga dapat berupa penentuan bahwa sebuah bank tidak punya masa depan, melainkan hanya untuk menuntaskan transaksinya.(sumber Koran Kompas sebagai bahan wacana, data diolah berbagai sumber dan wacana oleh Frans Hero K. Purba)
1 comment:
wah pak warnanya jangan rame kali lah....bagus kok...
Post a Comment