Monday, January 4, 2016

Persiapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dalam Peluang dan Tantangan Komoditas




Keterbukaaan dan integrasi serta persaingan usaha dari pemberlakuan MEA 2015 juga akan menjadi tantangan maupun peluang bagi penduduk Indonesia yang sangat besar, tentunya akan menjadi tujuan pasar bagi produk-produk Negara ASEAN, dimana Pemberlakuan MEA dimulai 31 Desember 2015. Menurut data BPS, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2014 mencapai 14,83 miliar dolar AS atau mengalami peningkatan 3,73 persen dibandingkan April 2014 sebesar 14,30 miliar dolar AS. Peningkatan nilai ekspor Mei 2014 disebabkan oleh meningkatnya ekspor non-migas sebesar 12,45 miliar dolar AS atau naik 6,95 persen dibandingkan April 2014 sebesar 11,64 miliar dolar AS. Beberapa produk nonmigas yang mengalami peningkatan ekspor, antara lain: produk kimia sebesar 104,1 juta dolar AS atau 96,56 persen, alas kaki sebesar 31,2 juta dolar AS atau 8,70 persen, dan kertas/karton sebesar 3,8 juta dolar AS atau 1,17 persen. Dari sisi volume, ekspor Indonesia pada Mei 2014 mengalami peningkatan 4,12 persen dibandingkan April 2014, yang disebabkan peningkatan volume ekspor nonmigas sebesar 4,99 persen. Persiapan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA) akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Dalam hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, seperti komoditas pertanian. Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang memiliki total penduduk 600 juta jiwa dimana 43 persen jumlah penduduk itu berada di Indonesia. Fenomena dalam globalisasi yang menciptakan regionalisasi dan liberalisasi di berbagai sektor berdampak langsung terhadap sistem perekonomian dunia, dengan memasuki era globalisasi, AFTA merupakan integrasi perdagangan yang tidak dapat dielakkan lagi bagi Indonesia. Berbagai Industri perdagangan baik berupa barang maupun jasa di negara – negara ASEAN lainnya semakin berkembang dan kompetitif, apalagi pasar Indonesia menjadi sasaran yang asangat diminati oleh negara lain, khususnya negara – negara di kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian Industri dalam negeri memiliki kompetitor – kompetitor yang semakin sengit dalam bersaing. Kesepakatan perdagangan antara lain dilakukan dengan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun bukan tarif. Selain itu, hambatan-hambatan perdagangan lain seperti subsidi atau proteksi lainnya juga mulai dihilangkan secara bertahap.

Pada saat ini Indonesia hanya menempati posisi ke-6 dalam peringkat kesiapan negara-negara ASEAN dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015 mendatang. Dalam matrik penilaian yang dirilis Sekretariat ASEAN, skor yang berhasil dikumpulkan Indonesia baru mencapai 81,3 persen, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara pesaing lainnya seperti Thailand, Malaysia, Laos, Singapura, dan Kamboja. Pada penilaian tahap ke-3 (2012-2013), Thailand menjadi negara yang paling siap dalam menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015, dengan tingkat kesiapan 84,6 persen, disusul Malaysia dan Laos yang telah mengumpulkan poin 84,3 persen. Posisi selanjutnya ditempati Singapura dengan 84 persen, dan Kamboja dengan 82 persen. Meski hanya menempati posisi ke-6, namun secara proses, peringkat Indonesia terus menunjukan positif di mana pada tahap ke-1 (2008-2009), Indonesia menempati posisi ke-9 dari 10 negara ASEAN. Pada penilaian tahap ke-2 (2010-2011), bergerak ke posisi 8. Negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan kondisi terkini pada pasar pangan dan produk pertanian. Dari sisi suplai, kenaikan tajam biaya produksi pertanian karena kenaikan harga minyak (bensin dan solar) dan pupuk, jatuhnya produksi karena pola iklim yang tidak beraturan, dan lebih tingginya biaya penyimpanan komoditi yang mudah rusak seperti bahan pangan, termasuk beberapa faktor penyebab kenaikan harga-harga pangan.


Implementasinya memerlukan teknologi pertanian terkait, baik yang bersifat padat karya, semi padat karya atau semi padat modal dan padat modal. Hal yang perlu diperhatikan berupa penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin, namun tentunya harus dilakukan secara bertahap seiring dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menjalankan kegiatan usaha atau menemukembangkan usaha baru, baik di bidang pertanian maupun di luar bidang pertanian. Adapun berbagai permasalahan yang terjadi di sektor pertanian, seperti peningkatan kebutuhan baku berbasis perkebunan, swasembada pangan, kepemilikan lahan, arah pengembangan bioteknologi, dan problem pertanian di negeri ini, memerlukan kecerdikan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Keberanian membuat keputusan pengaturan impor bahan pangan Pertanian dengan mempertimbangkan segala aspek dan dampak dalam mengatasi masalah dan tantangan di masa mendatang. Dalam hal ini bukan hanya dari segi komoditas yang dipersiapkan tetapi juga tenaga ahli / expert. Untuk sektor komoditas yang berdaya saing juga dipersiapkan tenaga ahli yang bersertifikat untuk dapat bersaing secara global dan berdayasaing untuk mendorong adanya peningkatan kualitas SDM (Sources: Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).

No comments: