Pembangunan potensi
kearifan pangan lokal selayaknya harus mengenali karakter sumber daya alam
lingkungan agar dapat dikelola dengan tepat bagi kelanjutan hidup manusia
sekarang dan di masa mendatang. Beberapa daerah keberadaan
pangan lokal belum diusahakan dengan intensif, baik usaha budidaya maupun pasca
panennya. Hal ini tentunya salah satunya tergantung pada kebijakan pemerintah
daerahnya. Untuk itu jika kebijakan sudah diambil, sosialisasi tentang
kebijakan tersebut sangat diperlukan. Kekayaan alam yang miliki Indonesia
seharusnya mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Dengan membanjirnya
pangan impor menimbulkan permasalahan sosial sendiri bagi ketahanan pangan
nasional. Walaupun diversifikasi pangan bukan merupakan program baru, program
ini merupakan langkah jitu untuk meredam gejolak pangan dunia dan nasional
ditengah ancaman perubahan iklim. Sementara itu, diversifikasi pangan menjadi
cara mengembangkan kearifan lokal melalui pengoptimalan sumber daya yang ada. Diversifikasi pangan untuk aneka olahan dari Produk
pertanian akan berjalan efektif apabila industri makanan dan minuman Indonesia
telah mapan untuk mengolah ratusan jenis pangan bermutu tinggi yang dapat di
produksi negeri ini. Upaya diversifikasi pangan sebagai salah satu solusi
mencukupi kebutuhan pangan pun terus dilakukan oleh pemerintah dengan program
pengembangan diversfikasi olahan produk seperti pengembangan produk umbi-umbian
sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok, pengembangan produk olahan.
Menurut UU No.7 tahun 1996, Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Program untuk
diversifikasi konsumsi pangan telah ada sejak dahulu, namun dalam perjalanannya
menghadapi berbagai kendala baik dalam konsep maupun pelaksanaannya. Beberapa
kelemahan diversifikasi konsumsi pangan masa lalu adalah (1) Distorsi konsep ke
aplikasi, diversifikasi konsumsi pangan bias pada aspek produksi penyediaan;
(2) Penyempitan arti, diversifikasi konsumsi pangan bias pada pangan pokok dan
energi politik untuk komoditas beras sangat dominan; (3) Koordinasi kurang
optimum, tidak ada lembaga yang menangani secara khusus dan berkelanjutan; (4)
Kebijakan antara satu departemen dengan departemen lainnya kontra produktif
terhadap perwujudan diversifikasi konsumsi pangan; (5) Kebijakan yang
sentralistik dan penyeragaman, mengabaikan aspek budaya dan potensi pangan
lokal; (6) Riset diversifikasi konsumsi pangan masih lemah, bias pada beras,
terpusat di Jawa-Bali, pada on-farm, dana hanya dari pemerintah pusat (7)
Ketiadaan alat ukur keberhasilan program, program bersifat partial tidak
berkelanjutan dan tidak memiliki target kuantitatif yang disepakati bersama;
(8) Kurangnya kemitraan dengan swasta/industri dan LSM; (9) Ketidakseimbangan
perbandingan antara biaya pengembangan dan harga produk altematif dengan beras,
(Ariani dan Ashari, 2003; Martianto, 2005, Krisnamurthi,
2003).
Masalah
peningkatan produksi pangan di dalam negeri ini sudah sering diserukan banyak
pihak sejak beberapa tahun ini. Faktanya, hingga saat ini
pemerintah selalu mengambil jalan pintas membuka keran impor untuk memenuhi
kebutuhan pangan rakyatnya. Jika kita sadari awal pemerintah serius membenahi
sektor produksi pertanian, Indonesia tidak perlu terlalu tergantung pada impor
pangan seperti sekarang ini.Di sisi lain, ancaman krisis pangan di Indonesia
makin terlihat nyata seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tidak
adanya kebijakan pangan yang kuat. Selain itu, maraknya alih fungsi lahan-lahan
pertanian menjadi peruntukan selain pertanian, juga menambah semrawutnya
masalah. Klaim pemerintah untuk menjaga tanah pertanian yang subur hanya untuk
pangan dan dijamin tidak ada konversi ke penggunaan lainnya hingga kini
realisasinya masih dipertanyakan publik. Untuk itu perlunya mendorong masyarakat untuk
mengembangkan potensi pangan lokal, demi terwujudnya ketahanan pangan nasional,
agar menjadi bangsa mandiri, yang menghidupi masyarakatnya dengan olahan pangan
dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. (Berbagai sumber media terkait, artikel pangan, data
diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment