Thursday, May 21, 2015

Peluang dan Potensi Serabut Kelapa (Coco Fiber) dalam Pengembangan dan Persaingan Usaha di Pasar Internasional




Potensi serat sabut kelapa yang dicari pasar sebagai bahan baku jok mobil, furniture, pot, geotekstil, maupun matras. Pemasaran kspor dan domestik menyerap produk itu dalam jumlah besar. Coconutfiber merupakan serat sabut atau yang prioritas diekstrak dari kulit luar dari buah kelapa. Hal ini digunakan dalam berbagai cara di seluruh dunia, dan menjadi sangat populer untuk tali dan tikar, dan ada sejumlah sumber untuk sabut dan coir produk. Coir berasal dari lapisan berserat kusut ditemukan Antara sekam dalam dan luar kelapa. Untuk memproses sabut, sabut kelapa secara klasik Direndam menyebabkan serat membengkak dan melonggarkan sehingga mereka dapat ditarik terpisah. Ada dua jenis coconutfiber: serat sabut putih dan coklat. Coconutfiber putih berasal dari kelapa muda, sementara coconutfiber coklat berasal dari spesimen yang lebih matang. Dalam kelapa matang, lapisan lignin telah disimpan dalam dinding serat selulosa, menyebabkan ia gelap dalam penampilan. Setelah diekstrak dari kelapa, serat dapat berputar atau kusut.
Produk yang dihasilkan dari komoditas kelapa antara lain berupa serat sabut kelapa atau "coco fiber" untuk bahan baku industri bernilai ekonomi tinggi, seperti spring bed, matras, sofa, bantal, jok mobil, karpet dan tali. produksi buah kelapa Indonesia yang mencapai 15 miliar butir per tahun, dan baru dapat diolah sekitar 480 juta butir atau 3,2 persen per tahun.Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan serat sabut kelapa atau dalam perdagangan internasional disebut coco fiber sebanyak 0,15 kilogram dan serbuk sabut kelapa atau coco peat sebanyak 0,39 kilogram. Indonesia yang hanya mampu memasok sabut kelapa sekitar 10 persen dari kebutuhan dunia. Sebagai salah satu contoh Shengyang, produsen kasur pegas dan mebel, meminta pasokan 700 ton serat sabut untuk masa kontrak 12 bulan. Artinya, bahwa mesti menyiapkan rata-rata 58 ton tiap bulan selama setahun. Ia lebih berkonsentrasi untuk memenuhi permintaan Shengyang Xudong ketimbang importir lain. Serat sabut, hanya produk sampingan dari kelapa, kini diminati, khususnya negara China. Di Sri Lanka, meskipun tanaman kelapa tahunan rata-rata produksi sabut hanya sekitar 80.000 ton dan yang diekspor sekitar 70.000 ton. Vietnam merupakan pendatang baru di pasar, ekspor serabut kelapa sekitar 114.000 ton.  Sri Lanka tidak dapat merebut kesempatan, karena hanya 25 persen dari sabut kelapa yang tersedia di negara tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan sabut dan keseimbangan Hampir 75 persen menjadi limbah. Pendapatan yang diperoleh oleh ekspor serat di Rs 6,4 miliar dan jika total potensi dimanfaatkan negara akan menjadi kaya oleh sekitar lain Rs 20 miliar. Untuk Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negara-negara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, Philippines,India dan Thailand. Untuk Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. (Sumber: Data media, data statistic, data diolah F. Hero K. Purba)


No comments: