Tuesday, August 7, 2018

Potensi Jeruk Nasional dalam Persaingan Global



Perkembangan Persaingan pemasaran internasional untuk jumlah produksi jeruk nasional yang rendah sehingga peredaran jeruk impor bertaburan di tanah air, tetapi karena ketersediaan jeruk bermutu yang sedikit dari sentra yang terpencar dengan skala kecil mengakibatkan jeruk nasional kalah dalam persaingan. Berdasarkan data BPS akhir 2011 menunjukan produksi jeruk dalam negeri 454,83 ribu ton dan konsumsi masyarakat 178,68 ribu ton. Namun, selama itu, Indonesia masih melakukan impor sebesar 49,61 ribu ton jeruk. Dengan pola konsumsi konsumen terhadap produk buah jeruk segar bisa beragam, seperti konsumen di kota Banjarmasin yang lebih menyenangi buah yang berukuran kecil dari kelas buah D, dibandingkan yang berasal dari kelas A atau B. Buah jeruk Siam Banjar yang berukuran kecil ternyata mempunyai rasa yang lebih manis, jumlah biji cenderung sedikit dan bagian yang bisa dimakan lebih banyak. Dalam masyarakat seharusnya lebih memilih jeruk lokal daripada impor, pasalnya jeruk lokal ini sudah pasti lebih segar dibandingkan dengan jeruk impor yang telah dipanen beberapa bulan lalu di negara asalnya. (Sources: Data BPS, Media Horti, Data diolah F. Hero K. Purba).

Komoditi Jeruk (Citrus Sp) merupakan salah satu komoditas yang telah lama dikenal dan dikembangkan di Indonesia, dengan rasa yang khas sebagai salah satu tanaman yang diminati masyarakat luas. Selain harga yang terjangkau, jeruk juga memiliki kandungan gizi dan sumber kalori. Perkembangan teknologi telah membawa komoditas jeruk menjadi komoditas bisnis yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para pelaku yang terlibat didalamnya. Untuk daerah-daerah penghasil jeruk terbesar di Indonesia (diatas 50 ribu ton per tahun) berturut-turut antara lain adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Riau, Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Masa panen jeruk lokal dimulai pada bulan Januari-Pebruari, meningkat pada bulan Maret-April, dan mencapai puncak panen pada bulan Mei-Juli. Kemudian menurun pada bulan Agustus-September dan mencapai titik terendah pada bulan Oktober. Sedangkan pada bulan Nopember dan Desember terjadi kekosongan pasokan jeruk lokal dari seluruh propinsi penghasil jeruk di Indonesia. Untuk pasokan itu memang masih sangat sedikit dibanding devisa yang keluar untuk mendatangkan jeruk. Pada 2007 tercatat kedatangan 118.808 ton jeruk senilai U$83,16-juta setara Rp831,6-miliar. Sejumlah 80% jeruk itu berasal dari China. Pengiriman tertinggi dari negara Tirai Bambu itu berlangsung pada Januari – Maret dengan volume di atas 10.000 ton. Sisanya dipasok 16 negara lain seperti Thailand, Argentina, Pakistan, dan Australia. 
Produksi jeruk terbesar didominasi jeruk Siam. Produksi jenis jenis jeruk yang lain seperti jeruk Keprok, Pamelo (Besar), Manis dan lain lainnya jauh dibawah jeruk Siam. Beberapa sentra produksi jeruk yang saat ini dikenal sebagai sentra jeruk Siam dan Keprok antara lain Kabupaten Karo, Sambas, Garut, Barito Kuala, Tulang Bawang, Jember, Mamuju Utara, Timor Tengah Selatan/TTS. Sentra jeruk pamelo (besar) yang dikenal adalah Kabupaten Magetan, Pangkep dan Sumedang, sedangkan untuk jeruk manis adalah Kabupaten Malang, Pacitan dan Pasuruan. Pengembangan komoditas jeruk menyebar di seluruh wilayah di Indonesia. Sifat tanaman jeruk yang relatif cepat berbuah, produksi dan produktivitas yang cukup tinggi, daya adaptasi yang luas, serapan pasar yang cukup tinggi serta dukungan informasi dan teknologi perjerukan yang lebih maju merupakan beberapa pertimbangan para petani maupun pekebun buah untuk memilih jeruk sebagai tanaman yang diusahakan. Pengembangan jeruk menyebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah hingga 700 m dpl, jeruk yang sesuai adalah jeruk Siam (Citrus sinensis) dan jeruk besar atau pamelo (Citrus maxima). Di dataran tinggi diatas 700 m dpl, jeruk Keprok (Citrus reticulata) lebih sesuai daripada jeruk Siam. Jeruk Keprok merupakan salah satu jeruk harapan yang nantinya mampu menggantikan pasar jeruk-jeruk impor (substitusi jeruk impor), seperti jeruk Keprok varietas Grabag, Tawangmangu, Batu 55, Garut, SoE, serta varietas introduksi seperti Jeruk Freemont, Sunkist dan Chokun. Jeruk di Indonesia sebagian besar diusahakan petani pada lahan-lahan sempit/pekarangan dengan luasan rata-rata kurang dari 1 ha per petani. Pada kurun waktu 5-6 tahun terakhir, beberapa petani di sentra-sentra produksi jeruk telah berkelompok dengan luasan mencapai 50 Ha. Kelompok-kelompok tersebut selanjutnya telah berkembang menjadi sebuah kawasan dengan luas mencapai 500 Ha. Namun demikian, pengembangan kawasan semacam ini masih sangat terbatas pada beberapa kabupaten sentra. Pola panen tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan jeruk lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, sehingga membuka peluang masuknya jeruk-jeruk impor. Disamping masalah musim, masalah lain yang terjadi pada komoditas jeruk adalah masalah pendistribusian hasil panen, khususnya pada saat panen raya. Hingga saat ini, distribusi antar propinsi akibat infrastruktur kurang mendukung dan sarana transportasi antar pulau (antar Propinsi/Kabupaten) jauh dari memadai, menyebabkan nilai jual kepada konsumen akhir cukup tinggi sehingga sulit bersaing dengan jeruk impor.


No comments: