Tuesday, October 1, 2013

Peluang, Tantantangan dan Harapan Pengembangan Kedelai dalam Kebutuhan Konsumen



Persaingan harga antar komoditi, meneyebabkan harga kedelai di tingkat petani cenderung rendah akibat dari membanjirnya kedelai impor dengan harga yang lebih murah menjadi penyebab utama berkurangnya minat petani menanam kedelai. Berdasarkan  data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai selama 2011 mencapai 2,08 juta ton dengan nilai US$1,24 miliar, jauh lebih besar dari tahun sebelumnya yang cuma sekitar satu juta ton. Penurunan produksi utamanya terjadi karena luas panen tanaman kedelai yang pada 2010 tercatat 660.823 hektare berkurang menjadi 631.425 hektare pada 2011. Produktivitas kedelai yang rendah di Indonesia dan terus meningkatnya impor kedelai dengan tegas menggambarkan bahwa masalah pokok sistem komoditas kedelai Indonesia terletak dalam segi produksi. impor kedelai selama 2010 sebanyak 1,7 juta ton berasal dari Amerika Serikat, Malaysia, Argentina, Kanada, dan Thailand. Serta berdasarkan data dari Dewan Kedelai Nasional menyebutkan untuk kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri tahun 2011 sebanyak 2,4 juta ton sedangkan sasaran produksi kedelai tahun 2011 hanya 1,44 juta ton. Pemerintah sudah mencanangkan dalam rencananya untuk mencapai swasembada kedelai pada 2014. Namun untuk mencapai target tersebut tidak mudah karena ada beberapa kendala dan permasalahannya. Berdasarkan hasil survei Kementerian Pertanian menyatakan, faktor utama yang mempengaruhi swasembada, yakni keberadaan lahan usaha tani kedelai. Selain itu masih rendahnya produktivitas tanaman yakni hanya 1,3 ton/hektare, jauh lebih rendah dibanding negara lain. Rendahnya produktivitas kedelai yang dicapai, dimana di tingkat petani produktivitas rata-rata kedelai hanya mencapai 13,78 ku/ha (ARAM II Tahun 2012, BPS), sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul dapat mencapai 20,00– 35,00 ku/ha.  (Berbagai sumber terkait, Kementan, data BPS, data diolah F. Hero K Purba)
Konsumsi kedelai di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam negeri, sehinggga masih harus ditutupi dengan impor. Pada tahun 1986, impor kedelai mencapai 565 ribu ton. Jumlah penggunaan kedelai bahkan dijadikan ukuran besar skala produksi bagi pengrajin tempe dan tahu. Berdasarkan penggunaan kedelainya, pengrajin tempe dan tahu dibedakanmenjadi pengrajin skala kecil, menengah, dan besar. Konsumsi kedelai di nasional mencapai 2,2 juta tons per tahun; dari jumlah itu sekitar 1,6 juta tons harus diimpor. Produksi kedelai 2009 juga telah mendekati 701.000 ton biji kering, suatu peningkaian signifikan dibandingkan angka produksi 2008 yang hanya 590.000 ton. Namun demikian, pada tahun 2010 prospek produksi kedelai tetap menghadapi tantangan berat karena faktor internal ekonomi Indonesia. Saat ini agak sulit meyakinkan petani Indonesia untuk kembali menanam kedelai ketika tingkat permintaan terhadap kebutuhan pokok seperti beras dan komoditas bernilai tambah tinggi lain semakin meningkat. Didalam sistem usaha agribisnis kedelai memerlukan komitmen/program yang kuat antara pemerintah, swasta agroindustri dan petani, agar keberlanjutan usaha yang saling menguntungkan dapat terjamin. Hal inilah dapat mendorong untuk produktivitas yang lebih baik sehingga tidak perlu begitu besar impor kedelai yang kita harapkan ke masa mendatang.

No comments: