Friday, November 1, 2013

Biofarmaka dalam Potensi Usaha Agribisnis



Tanaman Biofarmaka atau tumbuhan obat (herbal), di Indonesia yang masyarakatnya hidup secara tradisi. Perkembangan ekspor biofarmaka terus meningkat. Pada tahun 1991 sebesar Rp 95,5 miliar, 1999 menjadi Rp 600 miliar, dan 2003 mencapai Rp 4 triliun.Pelaku usaha agrobisnis biofarmaka untuk lebih berupaya lagi didalam mewujudkan potensi biofarmaka menjadi salah satu penggerak pembangunan pertanian melalui mutu dan kontinuitas penyediaan bahan baku. Potensi bisnis biofarmaka memiliki prospek bisnis yang cerah untuk peluang pemasaran domestik dan luar negeri.Sebagai contoh produk jamu Indonesia seperti Jamu Nyonya Meneer, Jamu Jago, Jamu Sido Muncul dan sebagainya baik digunakan dan diekspor ke luar negeri dan tidak kalah bersaing dengan produk China dan India. Dalam kesempatan ini peluang prospek bisnis tanaman berbasis biofarmaka masih memiliki peluang yang cerah untuk memenuhi potensi pasar. Sebagai dasar bahan konsumsi obat-obatan untuk pasokan pabrik obat/medicinal factory tentunya memerlukan jumlah untuk bahan baku yang cukup sesuai dengan mutu dan standardisasinya. (Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Untuk tanaman biofarmaka terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman termasuk tanaman obat. Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Dalam Teknologi pasca panen, terutama diversifikasi produk, yang sangat penting pada saat harga produk segar tanaman obat atau simplisia rendah diwaktu terlalu banyak pasokan, masih sangat terbatas. Budidaya tanaman obat / biofarmaka yang disesuaikan dengan keadaan tanah dan iklim akan menghasilkan kandungan zat berkhasiat secara maksimal. Peningkatan dan pengembangan hasil olahan biofarmaka perlunya keseriusan dalam pengolahan hasil yang berkelanjutan dengan melihat seberapa besar potensi tersebut dari segi kuantitas, kapasitas dan kualitas dalam rantai pasok bahan biofarmaka/ tanaman obat di pasar domestik maupun pasar ekspor.

No comments: