Tuesday, March 1, 2011

Pengembangan Potensi Usaha Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dalam Persaingan Kompetisi Pasar Global dan Peluang Pasar Ekspor

Ubi kayu / singkong digunakan sebagai sumber pati yang merupakan bahan baku berbagai industri. Produk turunan ubi kayu yang diperdagangkan di pasar dunia antara lain adalah gaplek (manioc), tepung singkong (cassava starch), tapioka, dan beberapa produk kimia seperti alkohol, gula cair (maltosa, glukosa, fruktosa), sorbitol, siklodekstrin, asam sitrat, serta bahan pembuatan edible coating dan biodegradable plastics. Negara tujuan ekspor utama kelompok produk ini antara lain RRC, Uni Eropa, Taiwan, dan Korea Selatan. Produksi ubi kayu Indonesia tahun 2008 yang lalu menurut data BPS adalah 21,5 juta ton dan Provinsi Lampung merupakan kontributor terbesar dengan produksi 7,6 juta ton diikuti oleh Jawa Timur 3,5 juta ton dan Jawa Tengah 3,3 juta ton. Produk olahan terbaru dari singkong Manihot esculenta. Dengan penemuan pertama di dunia itu bukanlah hal yang dianggap kecil, dikarenakan mocaf sanggup mengganti kebutuhan tepung gandum yang selama ini masih diimpor. Modified Casava Flour merupakan penemuan pertama dari Teknologi Pertanian, Univeristas Jember. Hal ini merupakan temuan yang sangat muktahir untuk bersaing dipasar dengan tepung terigu lainnya. Mocaf tidak kalah lebih baik disbanding dengan produk tepung olahan lainnya.

Adapun keunggulan jenis tepung ini, seperti aroma dan citarasa mocaf setara terigu, bahan baku yang tersedia cukup sehingga kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari impor seperti gandum. Selain itu harga tepung mocaf relatif lebih murah dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga biaya pembuatan produk dapat lebih rendah. Tepung ubi kayu yang dikenal dengan nama MOCAF tersebut adalah produk turunan dari ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Tepung MOCAF memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka, terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut.

Untuk kebutuhan tepung secara nasional terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 1995 sampai dengan 2004, konsumsi terigu nasional untuk berbagai industri terus mengalami pertumbuhan, kecuali pada tahun 1998 yang pertumbuhannya negatif, karena krisis ekonomi. Selama kurun tersebut pertumbuhan rata-rata sebesar 5.84% per tahun, dan bahkan mencapai sekitar 7.00% pada lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan tersebut, konsumsi tepung terigu nasional mencapai lebih 1,7 juta ton per tahun pada tahun 2004.

Menurut data dari Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) justru menunjukkan angka yang jauh lebih besar. Menurut Aptindo, kebutuhan konsumsi terigu nasional pada tahun 2004 mencapai 3.334.108 ton, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6 %. Dengan angka pertumbuhan ini, maka pada tahun 2007 kebutuhan tepung terigu akan meningkat sampai 3.700.000 ton. Dari konsumsi ini, 65 persen adalah pasar Usaha Kecil dan Menengah, dengan penggunaan terbesar untuk produk mie (instant dan wet).

Peningkatan kebutuhan akan terigu ini selain dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama pasca krisis ekonomi 1998. Kebutuhan modal kerja yang tidak terlalu besar, ditambah dengan tingginya permintaan akan produk makanan olahan membuat usaha pengolahan makanan, khususnya usaha kecil dan yang bersifat cepat saji semakin menjamur. Untuk itu promosi dan sosiasilisasi diperlukan didalam pengantar kepada konsumen bahwa MOCAF tidak kalah bersaing dengan tepung terigu dari segi citarasa dan harga. (Source MOCAF Indonesia, Media, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: