Thursday, May 23, 2013

Pengolahan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dalam Pengembangan tepung Olahan



Pengembangan industri tepung pedesaan lebih diarahkan pada tepung yang berbahan baku cassava karena beberapa faktor yang mendukung. Pertama secara geografis wilayah Indonesia sangat baik untuk produksi cassava. Selain itu, cassava merupakan tanaman yang telah lama dikembangkan di Indonesia dan teknik budi dayanya pun cukup mudah. Potensi itu tampak dari jumlah produksi cassava yang selalu meningkat setiap tahun. Produksi cassava pada tahun 2000 adalah sebesar 15.951.529 ton dan pada tahun 2009 jumlah produksi cassava sebesar 22.028.502 ton (data base Kementerian Pertanian). Seperti contoh Pengembangan tepung Mocaf Gapoktan Rukun Tani di Desa Tambak Merang, Kecamatan Girimarto mulai berdiri sejak tanggal 5 September 1992. Jumlah anggota kelompok tani sebanyak 110 orang. Ketua Kelompok Tani Bapak Sartono, Salah satu anggota kelompok tani yang bernama Bapak Sugino yang tergabung dalam Klaster Pohung Kabupaten Wonogiri telah mengembangkan usaha proses pembuatan tepung mocaf. Ubi kayu memiliki kadar air yang tinggi terlebih setelah melalui proses fermentasi sehingga diperlukan proses pengeringan. Keterlambatan proses pengeringan dapat menyebabkan kerusakan pada chips dan akhirnya kualitas tepung MOCAF yang dihasilkan menurun. Kerusakan ini dapat menyebabkan terjadinya pembusukan dan menyebabkan warna MOCAF menjadi lebih kusam. Kerusakan ini diakibatkan adanya aktifitas biologis dan kimia pada saat penyimpanan MOCAF yang masih memiliki kadar air yang cukup tinggi yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri, jamur dan serangga.
Potensi pengembangan industri tepung mocaf akan terhalang oleh kualitas produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Saat ini konsumen mulai menyadari dan bersikap kritis terhadap apa yang mereka konsumsi. Berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) justru menunjukkan angka yang jauh lebih besar. Menurut Aptindo, kebutuhan konsumsi terigu nasional pada tahun 2004 mencapai 3.334.108 ton, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6 %. Dengan angka pertumbuhan ini, maka pada tahun 2007 kebutuhan tepung terigu akan meningkat sampai 3.700.000 ton. Dari konsumsi ini, 65 persen adalah pasar Usaha Kecil dan Menengah, dengan penggunaan terbesar untuk produk mie (instant dan wet). Untuk bbeberapa daerah sebagian kecil penduduk mengkonsumsi pangan pokok non beras seperti jagung atau komoditi lainnya (singkong). Kecenderungan saat ini adalah masih banyak masyarakat beralih ke bahan pangan beras bahkan terigu yang bukan komuditi pangan local tetapi merupakan bahan pangan impor, sehingga persoalan kecukupan pangan dan ketahanan pangan sangat rendah. (Berbagai sumber media terkait, artikel dan data diolah F. Hero K. Purba).

No comments: