Thursday, May 16, 2013

Potensi Perkembangan Karet dalam Persaingan Pemasaran Internasional


Menurunya harga karet pada Mei 2013 memang sangat merugikan petani, karena harga karet yang biasanya Rp15.000 sampai Rp20.000 per kilogram, sekarang turun menjadi Rp7.000 per kilogram. Dengan turunnya permintaan dunia, dipastikan para eksportir karet akan menurunkan volume pembelian karet pada tingkat petani. Menurut data ekspor karet alam Indonesia ke AS pada kwartal I (Januari--April) 2012 mencapai hampir 177.000 ton senilai 628,586 juta dolar AS.Sementara produksi karet mentah dunia hanya mampu memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada tahun 2010 naik dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton karet alam atau minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut dipengaruhi oleh tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti China, India, dan Asia Pasifik. Menurut data Badan Pusat Statistik bahwa untuk luas areal karet Indonesia sebagai yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti Thailand seluas 2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski memiliki lahan terluas, produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di bawah produksi Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi karet Malaysia mencapai 951 ribu ton. 
Untuk mutu bahan olah karet rakyat (bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar International. Vietnam telah meningkatkan total volume ekspor ke 988.000 ton, hasil dari revisi naik produksi negara untuk 955.000 ton pada tahun 2012. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir. Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. 
Menurut data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet. Kemudian di Thailand asosiasi natural rubber producing countries di Thailand memperkirakan produk karet alam pada musim dingin yang berlangsung mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk karet hingga 50 persen. Dengan adanya asumsi tersebut, dipastikan Indonesia berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil produk Indonesia ke luar negeri/ekspor dan tentunya dengan catatan untuk produk karet Indonesia agar lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010 ekspor karet Indonesia sebesar 1,9 juta ton. Diperkirakan untuk targetnya tahun ini ekspor karet bisa naik hingga 10%. Tahun ini, realisasi produksi karet alam Indonesia mencapai 3,04 juta ton dari target 2,90 juta ton. Tahun depan, target produksi karet Indonesia akan diturunkan menjadi 2,77 juta ton. Selain demi menjaga harga, penurunan target produksi ini merupakan komitmen Indonesia dengan dua produsen karet terbesar lainnya yakni Thailand dan Malaysia. Ketiga negara ini  tergabung di dalam Internasional Tripartite Rubber Council (ITRC). Impor karet alam dengan India merosot 35,63 persen pada Desember menjadi 13.611 ton. Konsumsi turun 1,3 persen menjadi 78.000 ton sementara produksi naik 3,0 persen menjadi 110.000 ton selama periode yang sama. Menurut data bahwa Indonesia, output karet alam negara terlihat meningkat sebesar tujuh persen pada tahun 2013 untuk 3,2 juta ton karena hasil yang lebih tinggi. Menerapkan  mutu bahan olahan karet (bokar) yang baik akan terjamin permintaan pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik  dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya untuk perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir. Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan perlu didasarkan pada perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang lebih jelas serta mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan tantangan saat ini dan ke depan. (Sumber data BPS, media terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: