Monday, February 10, 2014

Potensi Lada dalam Persaingan dan Optimalisasi Pengembangan



 Menurut data bahwa Indonesia tercatat menjadi negara produsen lada terbesar kedua di dunia. Sementara itu posisi teratas diduduki oleh Vietnam, dengan produksi nasional mencapai 120.000 metrik ton pada 2012.  Menurut data International Pepper Community (IPC), ekspor lada hitam selama 2011 dari enam negara pengekspor utama (Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Sri Lanka) adalah 242.450 ton. Pada bulan Desember 2010, harga komposit lada hitam tercatat 4.572 dolar AS per metrik ton dan lada putih 7.025 dolar AS per metrik ton, lebih tinggi dari harga komposit pada 2009 yang berturut-turut 3.031 dolar AS per metrik ton dan 4.404 dolar As per metrik ton. Total produksi lada di Indonesia tahun 2011 sebesar 33.000 ton (18.000 ton lada hitam dan 15.000 ton lada putih). Jumlah tersebut lebih rendah daripada tahun 2010 yang mencapai 59.000 mt (terdiri dari 40.000 ton lada hitam dan 19.000 ton lada putih).
Untuk ekspor tahun 2011 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Hingga Mei 2011, total ekspor dari Vietnam diperkirakan sekitar 50.000 mt, yang 9.000 mt rendah dari periode yang sama. Amerika Serikat dan Jerman adalah pasar utama untuk Lada. Vietnam, diikuti oleh Belanda, Uni Emirat Arab dan Mesir.Nilai ekspor lada hitam dan lada putih dalam tahun 2001 menunjukkan penurunan. Lada hitam, nilai ekspor tertinggi diperoleh tahun 2000 sebesar US $ 100,6 juta, dan tahun 2001 menurun menjadi US $ 39,9 juta. Sementara itu nilai ekspor lada putih pada tahun 1995 sebesar US $ 69,8 juta, dan angka ini meningkat menjadi US $ 140,7 juta pada tahun 1999. Setelah itu nilai ekspor ini menurun menjadi US $ 60,1 juta pada tahun 2001. Indonesia merupakan produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam dengan kontribusi 17 persen dari produksi lada dunia pada 2010. Terintegrasinya dalam harga eksportir dan harga dunia mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar internasional. Hal ini member petunjuk bahwa pengembangan komoditas lada seyogyanya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar dunia. Lada merupakan penyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding negara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh.
Terintegrasinya dalam harga eksportir dan harga dunia mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar internasional.  Perkembangan lada putih Indonesia di pasar internasional seringkali dihadapkan pada permasalahan volume ekspor dan harga yang terus berfluktuasi. Negara pengimpor lada dari Indonesia cenderung menerapkan persyaratan mutu produk yang sangat ketat. Lada putih Indonesia di pasar internasional juga dihadapkan pada masalah persaingan diantara negara produsen. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama lada, strateginya adalah mengembangkan lada yang sesuai, serta menerapkan eknologi rekomendasi dan efisiensi biaya produksi. Dari sisi permintaan, impor lada ke Amerika Serikat selama periode Januari – November 2011 menunjukkan angka 64.276 ton yang terdiri dari 47.742 mt lada hitam, 5.331 mt lada putih dan 11.203 ton groud pepper. Impor sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan impor AS dari 63.274 ton pada periode yang sama tahun lalu. Indonesia tetap menjadi pemasok terbesar lada hitam keseluruhan untuk pasar AS, pengiriman 17.844 ton (37 persen), diikuti oleh Vietnam (12.424 ton), Brasil (11.427 ton) dan India (5285 mt). Daya saing lada Indonesia dipasar Internasional dapat ditingkatkanmelalui peningkatan produktivitas, mutu hasil dan diversifikasi produk bila produk utama harganya jatuh. Hal yang terpenting adalah sistem kelembagaan pada tingkat petani dan penerapan jaminan mutu dan teknologi pengolahannya dengan melihat kondisi cuaca dan efisiensi perhitungan pembiayaannya. (Sumber: Data IPC, BPS, berbagai sumber terkait, data diolah F.Hero Purba.2013)

No comments: