Menurut data yang menyatakan
terjadinya penurunan pengolahan kakao hingga 0,7% bila dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2014 mengindikasikan demand kakao melemah di Eropa.
Sebelumnya, data pengolahan kakao di Eropa diestimasi akan berada di level
peningkatan hingga 2%. Indonesia negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Pantai Gading dan Ghana. Produksi kakao di Indonesia pada tahun 2010/2011
mencapai 450.000 Ton dan diperkirakan pada tahun 2011/2012 produksi kakao
Indonesia mencapai 500.000 Ton (World Cocoa
Foundation, 2012). Pada tahun 2011, luas tanaman kakao di Indonesia
mencapai 1.677.254 ha dengan produksi sebesar
712.231 ton dan didominasi oleh perkebunan rakyat (94,5%) yang melibatkan
petani secara langsung sebanyak 1.555.596 KK, sehingga merupakan
komoditas sosial. Ekspor kakao Indonesia pada tahun 2010 sebesar 552,83 ribu
ton dengan nilai US$ 1,64 milyar dan pada tahun 2011 menurun menjadi 409,76
ribu ton dengan nilai US$ 1,344 milyar. Ekspor kakao menempatkan Indonesia
sebagai penghasil devisa terbesar ketiga subsektor perkebunan setelah kelapa
sawit dan karet (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2012). Pada
tahun 2012, komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD 1.053.446.947 (1,053
Milyar)dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan. Volume ekspor
kakao selama tahun 2012 mencapai 11.484,02 ton. Ekspor ini meningkat 19,5% dari realisasi ekspor Oktober
tahun ini yang seberat 9.249,69 ton. Trend ekspor menanjak menjelang tutup
tahun, namun volume ekspor kakao sepanjang 2012 dipastikan lebih rendah
dibandingkan realisasi ekspor di 2011. Askindo mencatat, volume ekspor
komoditas ini selama Januari-November 2012 mencapai 124.128 ton. Sepanjang
tahun lalu, ekspor kakao mencapai 210.067 ton. Ekspor kakao untuk produk
downstream tiga yang merupakan produk akhir olahan kakao hanya US$ 74,9 juta
pada 2009, namun pada 2011 sudah mencapai US$ 209,3 juta. Tujuan
utama ekspor biji kakao antara lain Malaysia, Amerika, Singapura, Brazil dan
Cina yang mencakup 93,1 persen dari total ekspor kakao Indonesia. Permintaan
kakao dunia selama periode 2004-2008 menunjukkan peningkatan yang terlihat dari
laju pertumbuhan impornya sebesar 3,39 persen per tahun. Kenaikan mencapai tiga
kali lipat. Untuk produk downstream I atau produk intermediate kakao dari nilai
ekspornya US$ 250,4 juta pada 2009 naik menjadi US$ 518,9 juta pada 2011.
Ekspor kakao menunjukkan pergeseran dari dominasi biji kakao pada 2009 menjadi
kakao olahan mulai 2011. Pada 2009,
ekspor biji kakao mencapai 80% atau 439 ribu ton. Angka ini menurun menjadi 70%
atau 210 ribu ton pada 2011. (Berdasarkan data media terkait, data diolah F.
Hero K Purba).
Untuk
penetapan harga patokan ekspor biji kakao yang juga menurun sebesar US$ 35 atau
1,3 persen dibanding US$ 2.669 per metrik ton pada periode bulan sebelumnya
menjadi US$ 2.634 per metrik ton. BK biji kakao tidak berubah dibandingkan
periode bulan sebelumnya, yaitu sebesar 10 persen. Hal tersebut tercantum pada
kolom ketiga lampiran II PMK 75 Tahun 2012.Produksi kakao berkelanjutan berdampak signifikan pada
perekonomian negara-negara berkembang dan memberikan mata pencaharian bagi 40
sampai 50 juta orang di seluruh dunia. Tidak seperti industri agribisnis yang
lebih besar, sebagian besar masih berasal dari kakao pada keluarga-menjalankan
peternakan kecil yang memiliki akses terbatas ke sumber daya dan pasar
terorganisir. Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi produksi kakao
dunia, aktor publik dan sektor swasta semakin bermitra untuk mendedikasikan
dana dan keahlian untuk meningkatkan pertanian kakao yang berkelanjutan dan
kondisi komersial negara berkembang lokal. Dengan bantuan dari World Cocoa
Foundation (WCF), upaya ini akan diterjemahkan ke dalam kehidupan yang lebih
baik di tingkat petani, peningkatan sumber daya dan investasi di tingkat
nasional, dan lingkungan, lebih aman lebih aman bagi petani kecil yang memasok
sebagian besar produksi kakao bagi konsumen dunia..
Industri dalam negeri dapat meningkatan jatah biji
kakao. Tahun 2011, industri pengolahan mendapat kuota sekitar 207.000 ton.
Tahun depan, pasar domestik diberi jatah untuk menyerap 250.000 ton biji kakao
produksi nasional. Namun, alokasi jatah bahan baku itu tidak setara dengan
target produksi industri pengolahan sebesar 400.000 ton pada 2012. khasiat
coklat dari chocolate shop untuk kesehatan
adalah sebagai antioksidan, antioksidan dalam coklat untuk chocolate souvenir diperoleh dari
biji kakao yang mengandung antioksidan flavonoid yang berguna untuk menahan
radikal bebas. Kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% juga memiliki
manfaat untuk kesehatan, karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu
fenol dan flavonoid. Dengan adanya antiosidan, akan mampu untuk menangkap
radikal bebas dalam tubuh. Produksi kakao mempunyai arti yang strategis
dan penting karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar
domestik masih belum tergarap. Dalam pengembangan potensi kakao ini hampir sekitar 80% dari produksi kakao nasional di
ekspor karena daya serap industri pengolahan dalam negeri relatif rendah. sebagai penghasil/pengekspor
kakao dunia, Indonesia juga melakukan impor kakao baik dalam bentuk cocoa
beans, whole or broken, raw or roasted maupun chocolate and other food
preparation containing cocoa. Proyeksi
lima tahun kedepan diperkirakan jumlah pabrik pengolahan kakao sebesar 16
(enam belas) unit usaha ditahun 2012 akan tumbuh menjadi 20 (dua puluh) unit
usaha ditahun 2015. Citra mutu kakao Indonesia
yang dikenal rendah serta rendahnya kapasitas industri pengolahan dapat
menghambat peningkatan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia.
No comments:
Post a Comment