Thursday, November 18, 2010

Strategi Bisnis Perkelapasawitan dalam Pengembangan Usaha yang Berkesinambungan

Dalam prospek pengembangan kelapa sawit juga relatif baik. Dari sisi permintaan, diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap tinggi di masa-masa mendatang. Peningkatan konsumsi minyak makan di dunia pada 2020 akan mencapai 232,4 juta ton. Jumlah tersebut meningkat cukup pesat dibandingkan tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Ini disebabkan, dibanding produk substitusinya seperti minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bunga matahari, preferensi terhadap minyak kelapa sawit diperkirakan masih relatif tinggi. Relatif tingginya preferensi terhadap minyak kelapa sawit disebabkan minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibanding produk substitusinya. Keunggulan tersebut antara lain adalah relatif lebih tahan lama disimpan, tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi, tidak cepat bau, memiliki kandungan gizi yang relatif tinggi, serta bermanfaat sebagai bahan baku berbagai jenis industri. Saat ini, Malaysia telah berhasil mengembangkan produk turunan kelapa sawit menjadi sekitar 34 jenis turunan yang memperluas pangsa pasar minyak sawit di negara tersebut. Keunggulan lain adalah dari sisi produktivitas dan biaya produksi. Minyak sawit memiliki produktivitas relatif lebih tinggi dan biaya produksi yang relatif lebih rendah dibanding minyak nabati lain seperti minyak kedele dan biji matahari. Minyak sawit bisa mencapai produksi hingga 3.5 ton per hektar (bahkan lebih), sedang biji kedele hanya mencapai 0.4 ton per hektar, sedang biji matahari mencapai 0.5 ton per hektar. Sementara dari sisi biaya produksi, menurut Oil World, biaya produksi rata-rata minyak kedele mencapai US$ 300 per ton, sedangkan minyak sawit hanya mencapai US$ 160 per ton. Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif lain, yaitu biaya tenaga kerja yang 55-60% lebih rendah dibandingkan biaya tenaga kerja Malaysia.


Negara-negara Asia masih menjadi importir dominan bagi perdagangan minyak sawit. China, Pakistan dan India merupakan negara-negara Asia yang memiliki nominal impor terbesar untuk saat ini. China misalnya, sejak mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 11,7% di kuartal pertama, kini negara tersebut menjadi tujuan utama dalam ekspor minyak sawit. Bahkan negara tersebut berencana akan menambah impor minyak sawitnya sebesar 200.000u ton sampai dengan bulan Desember mendatang. India juga meluncurkan kebijakan yang serupa dengan China dengan menambahkan impor minyak sawit sebesar 500 ribu ton sampai dengan akhir tahun ini. Untuk angsa pasar minyak sawit Indonesia didominasi ke Pakistan, Bangladesh, dan Eropa Timur serta China. Peluang kenaikan produksi dan ekspor bagi Indonesia kedepannya diperkirakan akan semakin besar, mengingat luas perkebunan dari tahun ke tahun menunjukan pertumbuhan yang nyata. Kini, perkebunan sawit bukan lagi didominasi oleh perkebunan-perkebunan pemerintah, tapi juga swasta bahkan yang kini marak banyak bermunculan perkebunan petani-petani skala kecil. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, pertumbuhan lahan perkebunan kelapa sawit milik negara rata-rata sebesar 1,73% sejak 1999-2009, perkebunan rakyat/petani kecil 12,01% per tahun dan perkebunan besar swasta 5,04% per tahun. Untuk CPO kini mencapai 56 persen ekspor dunia dan mencatat pertumbuhan pangsa pasar tertinggi dari minyak nabati lain. Pangsa pasar CPO dunia tumbuh dari 11,4 juta ton tahun 1990 menjadi 46,6 juta ton tahun 2009. Berdasarkan data bahwa nilai Permintaan (demand) dunia terhadap minyak sawit (crude palm oil/ CPO) diprediksi naik 5,5 juta ton pada 2010. “Prediksi ini didasarkan pada naiknya konsumsi minyak nabati untuk kebutuhan pangan dan biofuel,” kata analis minyak nabati Dorab E Mistry dalam Indonesia Palm Oil Conference and Price Outlook 2010, di Nusa Dua, Bali. Beberapa negara produsen di Amerika Selatan, yang membuat produksi minyak nabati kurang bagus. Hal ini mendorong kenaikan harga, termasuk CPO, yang saat ini menguasai 56% pangsa pasar ekspor minyak nabati global. (Sources: Berbagai sumber data, media, artilkel, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: