Monday, February 6, 2012

Bank Pertanian Merupakan Strategi dalam Mewujudkan Keberhasilan apabila di Terapkan di Indonesia Membangun Petani Sejahtera


Sektor pertanian sangat dominan dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam PDB Nasional. Di Indonesia Lembaga perbankan saat ini lebih mengutamakan pembiayaan non pertanian, karena permasalahan-permasalahan seperti terbatasnya agunan yang dimiliki atau tidak adanya jaminan/garansi dari petani, terbatasnya lembaga penjamin kredit, serta terbatasnya lembaga asuransi kegagalan panen. Rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian karena risiko usaha tani masih dianggap tinggi. Bank tidak berani mengambil risiko lebih besar karena harus berhati-hati mengelola dana dari masyarakat. Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil pertanian dan pertambangan. Komoditi pertanian merupakan suatu komoditi yang perishable/ mudah terkena kerusakan dan sangat potensial bagi kehidupan karena untuk kebutuhan sehari-hari. Jika kita bandingkan dengan jumlah penduduk dan pelaku pertanian yang jumlahnya lebih dari 50% dari total penduduk negeri ini. Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDM) yang besar di bidang pertanian, harus memanfaatkan peluang potensi tersebut jika ingin menjadi bangsa yang kuat.Dasar dari Penemu konsep dasar Bank Pertanian asal Bangladesh, Muhammad Yunus, memberikan konsep yang berarti bagi banyak orang terutama masyarakat yang membutuhkannya. Terutama konsep Bank Pertanian yang mendasarinya untuk membantu rakyat kecil. Di indonesia belum ada bank yang 100% mengurusi masalah pertanian.Strategis sebagai mitra global, Grameen Foundation dan Grameen Bank sekering misi bersama mereka, hubungan yang berkelanjutan, dan kesamaan visi dengan berbagi pengetahuan dan keberhasilan model untuk mempercepat dampak industri keuangan mikro di termiskin di dunia. Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, pendiri dan direktur Grameen Bank, adalah pendiri dan anggota dewan saat ini Grameen Foundation.

beberapa pertimbangan Yang mendasar dan utama dalam konsep Bank Pertanian menurut sumber data okezone.com; Pertama, sukar ditepis. Sektor pertanian sangat bergantung pada musim. Masih lekat dalam ingatan kita, Indonesia dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pernah merencanakan untuk menjadi negara industri dari negara agraris. Rencana itu dirancang antara lain karena sektor pertanian bergantung penuh pada musim.Maka logis ketika bank nasional menganggap sektor pertanian sebagai berpotensi risiko tinggi.Faktor inilah yang membuatbanknasionalkurangberani terjun untuk membiayai sektor ini. Yang Kedua, tata niaga beberapa komoditi nasional juga nihil.Memang sudah ada tata niaga misalnya untuk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), karet, dan kopi. Banyak yang belum tertata. Dengan bahasa sederhana, belum terdapat aturan mengenai sistem pembudidayaan, pemasaran, dan perdagangan.

Adanya dualisme struktural pembiayaan agribisnis modern (skala besar) versus pertanian rakyat skala kecil. Perhatian perbankan terfokus pada agribisnis modern dan perkebunan besar. Mereka berhitung, ketika berhubungan dengan petani kecil dalam skala massal membutuhkan biaya transaksi yang cukup besar, mulai dari biaya inisiasi/informasi, biaya organisasi (koordinasi) dan biaya penegakan suatu aturan. pragmatisme mikro bisnis perbankan dan skeptisme makro kebijakan. Karena informasi yang tidak mengalir secara baik, perbankan jarang mau bersungguh-sungguh membina dan menolong nasabah petani kecil agar sektor pertanian menjadi lebih atraktif dan bankable. Keputusan bisnis perbankan adalah ketentuan bank umum yang harus mengikuti prinsip-prinsip prudential banking dan Arsitektur Perbankan Indonesia. Dari sisi kelembagaan bank pertanian perlu didukung kebijakan pemerintah sehingga kehadirannya juga mewakili komitmen pemerintah terhadap pembangunan pertanian, bahkan langkah ini perlu didukung parlemen dengan memasukkannya ke UU misalnya. Sampai saat ini definisi bank pertanian secara formal belum ada. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank dibedakan menjadi bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Sementara itu, bank pertanian tidak termasuk dalam jenis bank tersendiri. Namun, jenis bank berdasarkan fungsinya dapat digunakan untuk menjelaskan kehadiran bank pertanian di Indonesia. Dengan konsep dasar dari Bank Kaum Miskin (Bank for the Poor) – Muhamad Yunus. M. Yunus ini adalah pemenang nobel perdamaian 2006, seorang dekan ekonomi di universitas negeri Bangladesh dengan Grameen Bank (bank pedesaan). Inti dari banknya adalah meminjamkan uang kepada orang miskin tanpa jaminan sekaligus menjadikan orang miskin itu menjadi pemilik saham banknya. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah banyak memberikan modal bantuan kepada petani dan Gapoktan dalam bantuannya serta Bimas, Program Pengembangan Agribisnis dan sebagainya. Tinggal menungggu waktu yang tepat dalam mempersiapkan waktu dan konsep yang terpadu dalam program juga dukungan dari berbagai pihak yang memberi masukan berarti demi kemajuan Indonesia. Dalam hal ini Bank Pertanian perlu direalisasikan dengan berbagai pertimbangan demi kemakmuran petani terutama rakyat kecil yang membutuhkannya. (Sumber: Berbagai sumber terkait, media, Harian Pikiran Rakyat, 21102010, data diolah oleh Frans Hero K.Purba).

Agricultural Bank Is a Strategy in Achieving Success in Indonesia when the Apply Building Prosperous Farmer


The agricultural sector is dominant in the national economy. The agricultural sector is the largest contributor to the national GDP. The banking institutions in Indonesia currently prefer the non-agricultural financing, due to problems such as limited collateral held or absence of a guarantee / warranty of farmers, lack of credit guarantee institutions, and limited insurance institute of crop failure. The low lending to the agricultural sector because of the risks of farming is still considered high. Bank did not dare to take a greater risk of having to carefully manage the funds of the society. Indonesia is a country rich in agriculture and mining. Agricultural commodity is a perishable commodity / susceptible to damage and the potential for life due to their daily needs. If we compare with the population and agricultural actors of more than 50% of the total population of this country. Indonesia has the potential of natural resources and human resources (HR) in agriculture, should take advantage of this potential opportunity if you want to be a nation of Inventor kuat.Dasar basic concepts from the Agricultural Bank of Bangladesh, Muhammad Yunus, providing a meaningful concept for many people, especially people who need them. Especially the concept underlying the Agricultural Bank to help the little people. In Indonesia there is no bank that is 100% care of the problem agriculture. Strategis as global partners, Grameen Foundation and Grameen Bank fuse their common mission, ongoing relationship, and a common vision by sharing knowledge and success models to accelerate the impact of the microfinance industry in the world's poorest . Nobel Peace Prize winner Muhammad Yunus, founder and director of Grameen Bank, is the founder and current board member of Grameen Foundation.The fundamental considerations and major in Agricultural Bank concept by okezone.com data sources: First, it is difficult ignored. The agricultural sector is very dependent on the season. Still attached in our memories, Indonesia with a Five-Year Development Plan (Repelita) never planned to become the industry from an agricultural country. The plan was designed partly due to the agricultural sector depends solely on logical musim.Maka when national banks consider agriculture sector as a potential risk is that membuatbanknasionalkurangberani tinggi.Faktor plunge to finance the sector. Second, the national commodity trade system also nihil.Memang some existing trade system such as for palm oil or crude palm oil (CPO), rubber, and coffee. Many have not been arranged. With simple language, yet there are rules on farming systems, marketing, and trade.
Structural dualism of modern agribusiness financing (large scale) versus the small-scale peasant agriculture. Attention focused on the banking modern agribusiness and large estates. They count, when dealing with small farmers on a mass scale requires substantial transaction costs, starting from the initiation fee / information, the cost of the organization (coordination) and the cost of enforcing the rule. micro banking business pragmatism and skepticism macro policies. Because the information does not flow well, banks are rarely willing to genuinely help customers build and small farmers to the agricultural sector becomes more attractive and bankable. Decision of the banking business is the provision that banks should follow the principles of prudential banking and the Indonesian Banking Architecture. In terms of institutional agricultural banks have supported the government's policy so that its presence also represents the government's commitment to agricultural development, even this step needs to be supported by the parliament put Act for example. Until now the definition of agricultural bank has not formally exist. Under Law No. 10 of 1998 concerning amendment of Law no. 7 of 1992, banks are divided into commercial banks and rural banks (BPR). Meanwhile, the agricultural bank is not included in a separate bank types. However, this type of bank based on its function can be used to explain the presence of agricultural bank in Indonesia. With the basic concept of the Bank of the Poor (Bank for the Poor) - Muhammad Yunus. M. Yunus is a Nobel Peace Prize winner 2006, a state university dean of economics at Bangladesh with the Grameen Bank (Rural Bank). The core of the bank is lending money to poor people without insurance also to make the poor man into his bank shareholders. Actually, the Indonesian government has provided capital assistance to farmers and Gapoktan in aid and Guidance, Agribusiness Development Program and so forth. Menungggu live time and time in preparing a unified concept of the program as well as support from various parties that provide significant input for the progress of Indonesia. In this case the Bank of Agriculture needs to be realized by various considerations for the welfare of farmers, especially poor people who need them

No comments: