Berdasarkan
data bahwa tahun 2014 turun 8 persen -10 persen dari tahun 2013 yang
sebesar 2,7 juta ton, dan tahun 2015 akan sama seperti 2014. Pada kuartal
pertama mengalami penurunan karena faktor alam dan harga. Perkembangan tren penurunan harga
karet dunia hingga saat ini menyentuh US$ 1,5 per kilogram (kg) turut
mempengaruhi kinerja produksi karet dalam negeri. Indonesia merupakan negara
terbesar kedua penghasil karet setelah Thailand. Areal kebun karet Indonesia
mencapai 3,4 juta hektare. Adapun Kendala peningkatan produksi karet di Indonesia adalah
banyaknya tanaman karet yang kondisinya sudah tua atau rusak (berusia di atas
20 tahun). Selain itu, tingkat produktivitas tanaman masih rendah, karena
sebagian besar berasal dari benih sapuan, bukan klon unggul. Terutama di
perkebunan rakyat, penggunaan benih klon unggul rata-rata baru mencapai
40%.Namun produktivitas karet Indonesia masih rendah,yakni hanya 0,8 ton per hektare.
Perkembangan komoditi karet menurut data tahun 2011, Indonesia hanya mampu
memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet
alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut
data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi
karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk
konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan
pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia di
tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa
negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga
menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet.
Negara penghasil karet alam seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia yang
dikenal dengan International Tripartite Rubber Council (ITRC) karena ketiga
negara tersebut menjadi penghasil karet alam terbesar. Thailand menjadi negara
penghasil karet alam terbesar dengan produksi karet pada tahun 2012 sebesar 3,5
juta ton, sementara Indonesia di peringkat kedua dengan produksi karet pada
periode yang sama sebesar 3 juta ton kemudian disusul oleh Malaysia dengan
produksi 946 ribu ton pada periode yang sama. Jika melihat kondisi harga karet
di pasar rubber Tokyo, Jepang sudah berada di level USD 3,3/kg. Untuk terus
menjaga stabilitas harga karet, ITRC akan meminta Vietnam untuk ikut bergabung.
Pasalnya, secara statistik produksi karet Vietnam juga mempunyai porsi yang
cukup tinggi di kawasan Asia Tenggara (pada tahun 2012 melebihi mencapai 860
ribu ton). Empat Negara yakni Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam akan
menguasai hampir 74 persen pasar dunia.
Pemerintah
dalam hal ini, Kementerian Pertanian berupaya dalam pembentukan Unit Pengolahan
dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB). Berfungsinya UPPB, pemasaran Bahan Olah
Karet /BOKAR milik anggota kelompok petani pekebun tidak boleh dijual langsung
secara sendiri-sendiri kepada pedagang. UPPB dapat bertindak sebagai wakil
petani pekebun bila berhadapan dengan pedagang atau pabrik pengolahan BOKAR
terutama dalam melakukan transaksi pemasaran, asal UPPB berpedoman pada harga
yang berlaku dan harus menjaga mutu BOKAR yang akan dijual. Dengan meningkatkan
mutu BOKAR yang dihasilkan oleh petani pekebun, maka pemerintah kabupaten/kota
atau instansi terkait bersinergi dengan pelaku usaha agribisnis karet membangun
kualitas karet dalam potensi pemasaran Internasional dengan daya saing mutu
produk karet yang berkualitas dan kontinuitas, kapasitas dalam memenuhi
pemasaran global. (Sumber: data media, BPS, data diolah F. Hero K. Purba).
No comments:
Post a Comment