Produksi karet pada 2014 turun menjadi
3,15 juta ton dari 3,18 juta ton pada 2013. Hal ini berpengaruh pada penurunan
volume ekspor karet hingga 100 ribu ton. Tahun lalu, volume ekspor produk karet
hanya 2,6 juta ton dari sebelumnya 2,7 juta ton pada 2013.Karet merupakan
komoditas eksport andalan perkebunan Indonesia
yang kedua setelah CPO, dan Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekport
karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi karet di Indonesia
pada tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan 3,45 juta hektar
(Ditjenbun 2011). Sedangkan kontribusi eksport karet dan produk karet terhadap
ekport non migas pada periode Januari-Agustus 2011 sebesar 9,51 %, dengan
demikian menurut Dedy karet diharapkan menjadi penggerak roda pembangunan
ekonomi melalui peningkatan mutu yang akan meningkatkan eksport.Produksi karet alam Indonesia pada
tahun 2011 diperkirakan mencapai 2,972 juta ton, meningkat dari tahun
sebelumnya yang tercatat 2,736 juta ton. Berdasarkan data data yang diolah
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), area perkebunan karet di
Indonesia pada 2010 seluas 3.445 juta hektare, dan diperkirakan bertambah 5.000
hektare pada 2011.Untuk harga karet jenis SIR 20 di pasar bursa Singapura pada
pembukaan 11 November untuk pengapalan Desember melemah delapan sent dolar AS
per kg dari harga di 10 November 2011. Pada 10 November 2011, harga SIR 20
ditutup sebesar 3,149 dolar AS per kg untuk pengapalan Desember dan 3,171 dolar
AS per kg untuk Januari 2012. Dengan adanya kemerosotan harga karet itu diduga
kuat akibat tindakan spekulan melepas posisinya memanfaatkan krisis ekonomi di
Amerika Serikat dan Eropa. Menurut data SICOM (Singapore Commodity Exchange
) harga karet berjangka untuk penyerahan September 2011 ditutup pada level
harga Usc468 per kg dari harga sebelumnya Usc476 per kg. Untuk Tokyo Commodity
Exchange (TOCOM) harga Karet berjangka RSS3 ditutup melemah. Harga Karet
berjangka untuk penyerahan Agustus 2011 ditutup pada level harga ¥351,2 per
kilogram dari harga sebelumnya ¥354,3 per kilogram.Untuk nilai ekspor karet
alam pada 2010 mencapai US$7.32 miliar. Asia Pasifik merupakan konsumen karet
terkemuka, 56 persen dari kebutuhan karet dunia pada tahun 2008. Selain itu,
daerah akan posting pertumbuhan terkuat permintaan karet sampai 2013, meskipun
fakta bahwa pasar karet penting Jepang diharapkan dapat melihat penurunan
karena penurunan tingkat produksi kendaraan bermotor di negara ini setelah
kinerja cukup kuat di tahun 2008. Amerika Utara dan Eropa Barat akan terus
melihat bawah standar keuntungan relatif terhadap rata-rata global, meskipun
kedua daerah akan melihat peningkatan dari penurunan dari periode tahun 2003
sampai 2008. Non-ban permintaan karet akan melebihi permintaan ban karet sampai
2013. Permintaan produk karet non-ban akan mendapatkan keuntungan dari naiknya
tingkat industrialisasi di negara-negara berkembang.
Untuk
kebutuhan karet domestik hanya 460.000 ton, naik 4.78% dibandingkan de-ngan
kebutuhan karet lokal pada tahun lalu 439.000 ton. Total produksi karet dunia
pada tahun ini diperkirakan mencapai 10,97 juta ton naik dibandingkan dengan
tahun lalu 10,22 juta ton. Thailand menjadi negara produsen karet terbesar
diperkirakan mencapai 3,47 juta ton pada tahun ini disusul Indonesia. Sedangkan
Malaysia menempati posisi ketiga sebanyak 1,10 juta ton, India 893.000 ton,
Vietnam 780.000 ton dan China 679.000 ton. Dengan kondisi cuaca yang anomali
menjadi pengaruh yang besar terhadap produksi karet. Pada saat ini kan
seharusnya sudah berakhir masa gugur daun dan di wilayah selatan garis
khatulistiwa seharusnya sudah mulai musim kemarau. Ini menghambat kenaikan
produksi. Anomali iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi karet , pada sekitar
3%-4% dari perkiraan awal produksi karet 2011 sebanyak 3,45 juta ton.
Produksi
karet alam dunia Tahun 2011 diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton
sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi
kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam
dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di
beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang
juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan
karet. Kemudian di Thailand asosiasi natural rubber producing countries di
Thailand memperkirakan produk karet alam pada musim dingin yang berlangsung
mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk karet hingga 50 persen.
Berdasarkan asumsi tersebut, dipastikan Indonesia berpeluang besar untuk
memasok karet alam hasil produk Indonesia ke luar negeri/ekspor dan tentunya
dengan catatan untuk produk karet Indonesia agar lebih ditingkatkan.(Berbagai
data sumber terkait, data diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment