Selain dari added value rumput laut dapat
berupa makanan, pupuk, bahan makanan tambahan,
pengendalian pencemaran dan bahan kecantikan, juga dapat diolah menjadi
bioenergi alternatif. Salah
satu energi yang terbarukan yaitu energi yang berbahan baku
rumput laut. Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bioethanol. Caulerpa
serrulata dan Gracilaria verrucosa merupakan spesies rumput laut yang dapat
menghasilkan bioetanol. Jenis ini memiliki kandungan selulosa yang dapat
dihidrolisis menjadi glukosa yang selanjutnya dapat diubah menjadi bioetanol. Teknik
budidaya di Indonesia yang memang belum
bisa membuat budidaya rumput laut jenis lain, teknologi juga masih rendah. Hampir kurang lebih 555 jenis rumput laut
di Indonesia dan sebagian besar produk-produk rumput laut telah diekspor
sebagai rumput laut kering maupun olahan.
Proses pembuatan bioetanol dari rumput
laut yaitu persiapan bahan baku, yang berupa proses hidrolisa pati menjadi
glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi, mengubah glukosa menjadi etanol
dan CO2. Sedangkan, tahap ketiga yaitu pemurnian hasil dengan cara distilasi.
Tetapi sebelum distilasi, perlu dilakukan pemisahan antara padatan dengan
cairan, untuk menghindari terjadinya penyumbatan selama proses distilasi.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dengan air. Titik didih etanol
murni adalah 78 oC sedangkan air adalah 100 oC
untuk kondisi standar. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100 oC
akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi
akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Keuntungan
mengembangkan energi berbahan baku rumput laut yaitu, proses pembudidayaan
rumput laut tidak mengurangi lahan pertanian pangan karena tidak memerlukan
lahan darat. Selain itu, Indonesia sebagai Negara kepulauan yang daerahnya
terdiri dari 2/3 lautan dan memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km memiliki
potensi besar untuk membudidayakan rumput laut. Indonesia memiliki luas area
untuk kegiatan budidaya rumput laut seluas 1.110.900 ha, tetapi pengembangan
budidaya rumput laut baru memanfaatkan lahan seluas 222.180 ha sekitar 20% dari
luas areal potensial.
Berdasarkan data bahwa Rumput laut memiliki potensi sebagai
bahan baku biofuel. Kandungan karbohidrat yang tinggi dari rumput laut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil bioetanol dan biogas. Di Norwegia
rumput laut Laminaria telah dimanfaatkan sebagai penghasil bioetanol (Horn et
al, 2008) dan di Jepang telah memanfaatkan Ulva dan Laminaria sebagai penghasil
biogas (Matsui et al., 2006). Hasil penelitian oleh Abdillah (2008) menunjukkan
bahwa rumput laut berpotensi sebagai bahan penghasil gas metan. Pengembangan
rumput laut di Indonesia perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan nilai
tambah dan taraf hidup petani nelayan dengan melihat prospek dari pemanfatannya
dimasa mendatang. (Sources data media, data litbang, data diolah F. Hero K. Purba)
No comments:
Post a Comment