Monday, March 2, 2015

Teknologi Pengolahan Rumput Laut Sebagai Bioenergi Alternatif



Selain dari added value rumput laut dapat berupa makanan, pupuk, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran dan bahan kecantikan, juga dapat diolah menjadi bioenergi alternatif. Salah satu energi yang terbarukan yaitu energi yang berbahan baku rumput laut. Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bioethanol. Caulerpa serrulata dan Gracilaria verrucosa merupakan spesies rumput laut yang dapat menghasilkan bioetanol. Jenis ini memiliki kandungan selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa yang selanjutnya dapat diubah menjadi bioetanol. Teknik budidaya di Indonesia yang  memang belum bisa membuat budidaya rumput laut jenis lain, teknologi juga masih rendah. Hampir kurang lebih 555 jenis rumput laut di Indonesia dan sebagian besar produk-produk rumput laut telah diekspor sebagai rumput laut kering maupun olahan.
Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut yaitu persiapan bahan baku, yang berupa proses hidrolisa pati menjadi glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi, mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Sedangkan, tahap ketiga yaitu pemurnian hasil dengan cara distilasi. Tetapi sebelum distilasi, perlu dilakukan pemisahan antara padatan dengan cairan, untuk menghindari terjadinya penyumbatan selama proses distilasi. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dengan air. Titik didih etanol murni adalah 78 oC sedangkan air adalah 100 oC untuk kondisi standar. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100 oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Keuntungan mengembangkan energi berbahan baku rumput laut yaitu, proses pembudidayaan rumput laut tidak mengurangi lahan pertanian pangan karena tidak memerlukan lahan darat. Selain itu, Indonesia sebagai Negara kepulauan yang daerahnya terdiri dari 2/3 lautan dan memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km memiliki potensi besar untuk membudidayakan rumput laut. Indonesia memiliki luas area untuk kegiatan budidaya rumput laut seluas 1.110.900 ha, tetapi pengembangan budidaya rumput laut baru memanfaatkan lahan seluas 222.180 ha sekitar 20% dari luas areal potensial.
Berdasarkan data bahwa Rumput laut memiliki potensi sebagai bahan baku biofuel. Kandungan karbohidrat yang tinggi dari rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil bioetanol dan biogas. Di Norwegia rumput laut Laminaria telah dimanfaatkan sebagai penghasil bioetanol (Horn et al, 2008) dan di Jepang telah memanfaatkan Ulva dan Laminaria sebagai penghasil biogas (Matsui et al., 2006). Hasil penelitian oleh Abdillah (2008) menunjukkan bahwa rumput laut berpotensi sebagai bahan penghasil gas metan. Pengembangan rumput laut di Indonesia perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan nilai tambah dan taraf hidup petani nelayan dengan melihat prospek dari pemanfatannya dimasa mendatang. (Sources data media, data litbang, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: